Halo Suamiku!

Ia Menyadari Suasana Hati Adiknya (2)



Ia Menyadari Suasana Hati Adiknya (2)

2"Mengapa kamu mengajukan begitu banyak pertanyaan? Lagipula, segala sesuatu di masa depan masih belum pasti."     

Ya, Leng Xiaomo tidak berniat untuk bergantung pada apa yang belum terjadi.     

"Apakah seperti ini sikap yang harus kamu tunjukkan? Kenapa kamu tidak ingin aku tahu? Semakin kamu menyembunyikannya, semakin aku penasaran. Kamu tahu, jika kamu tidak ingin aku memeriksanya, katakan saja padaku. Tapi karena ini permasalahan serius, jadi aku tidak akan menghentikannya."     

Meski nada yang ditunjukkan Leng Yunchen terdengar keras saat mengatakan ini, tetapi sebenarnya sikapnya sedikit santai.     

Ia hanya khawatir jika Leng Xiaomo tidak belajar dengan baik, apalagi membuat kenakalan lain, terutama di masyarakat, seperti sebelumnya.     

Sontak, Leng Xiaomo menatapnya, dengan sedikit ketidaksenangan di matanya. Kemudian ia mengeluarkan ponsel, mencari sebuah foto, lalu melemparkannya pada Leng Yunchen. "Keluarganya berbisnis dan anak laki-laki ini adalah ketua serikat siswa di Departemen Keuangan sekolahku," ucapnya sembari melanjutkan menyantap mie-nya.     

Tanpa ragu, Leng Yunchen pun langsung mengambil ponselnya untuk melihat foto itu dengan seksama. Ia tanpa sadar mengangkat alis dan menghentikan mulutnya yang masih mengunyah. Barulah ia berkata perlahan setelah melihat sekilas, "Tidak buruk, pemuda ini tampak sangat energik."     

Setelah mengatakan itu, ia kembali mendorong ponsel itu kepada pemiliknya, "Tidak salah, tidak, tapi kamu masih muda. Jangan terlalu main-main di luar."     

Jangan terlalu main-main di luar.     

Ya, leng Xiaomo tidak bodoh.     

Tentu saja ia tahu apa yang kakaknya maksud.     

Hanya saja kali ini, alih-alih menunjukkan ketidaksabaran, ia hanya mengangguk patuh.     

Kemudian, Leng Yunchen ikut kembali menunduk dan terus menghabiskan makanannya dengan puas.     

Topik yang keduanya bicarakan kini telah berubah. Sekarang, mereka berbincang tentang masalah keluarga selama sesaat, juga Leng Xiaomo yang jarang kembali ke rumah saat liburan. Bahkan kali ini, ia tidak pulang untuk melihat orang tuanya, justru memilih tiba-tiba datang ke Kota G untuk menemuinya. Bisa diperkiraan jika orang tuanya pasti akan kecewa saat mengetahui ini.     

Dan ketika Leng Xiaomo mendengarnya, tempat lembut di lubuk hatinya seperti tersentuh.     

Sebenarnya, bukan berarti ia tidak mau pulang.     

Hanya saja, sejak ia berusia sebelas tahun dan secara tidak sengaja melihat akta adopsi atas dirinya, hatinya hancur saat itu. Padahal ia sudah selama itu tinggal bersama orang tua dan kakak laki-lakinya dan baru menyadari bahwa ia tidak dilahirkan dari keluarga yang sama.     

Tentu ia sangat terpancing, yang juga membuatnya semakin memberontak di awal masa mudanya. Ia selalu berteriak pada orang tuanya, bahkan membuat ayahnya sering ingin memukulinya dengan sandal.     

Padahal ia tahu betapa ayah sangat mencintainya.     

Meski ibunya pun juga enggan membiarkan ayahnya memukulinya, tetapi Leng Xiaomo sendiri tampaknya menjadi orang yang berubah, ia bukan lagi putri mereka yang baik, sosok kecil penghangat keluarga yang manis.     

Rambutnya tiba-tiba dipotong pendek, bertato, merokok, berkelahi, dan orang tuanya sering dipanggil oleh guru sekolah. Sejujurnya, ia sendiri tidak tahu apa yang telah ia lakukan saat itu, dan mengapa ia melakukan ini pada orang tuanya. Mungkin ia hanya berpikir bahwa apa yang ia lakukan adalah bentuk 'balas dendam' pada mereka.     

Karena yang ia inginkan adalah menjadi putri mereka sendiri…     

Bukannya orang asing yang diadopsi.     

Sungguh, ini membuat hatinya sangat sensitif dan rendah diri, dan bahkan membuatnya lebih takut bahwa orang tuanya tidak akan mencintainya. Itulah alasan kenapa ia melakukan banyak pemberontakan karena ingin menarik lebih banyak perhatian mereka, tetapi pada saat yang sama, hal itu juga menarik lebih banyak... kekecewaan.     

Tanpa sadar, Leng Xiaomo hanya menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apa-apa.     

"Xiaomo?"     

Sebuah tangan tiba-tiba terulur untuk menegakkan bahunya.     

Seketika, terlihat matanya yang kemerahan.     

Cepat-cepat Leng Xiaomo membuang muka sambil berbisik, "Aku tahu."     

Tahu, tahu apa?     

Apakah sudah waktunya untuk pulang dan menemui orang tuanya?     

Saat itu juga hati Leng Xiaomo benar-benar merasakan sakit yang tak tertahankan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.