Godaan Rong Zhan (2)
Godaan Rong Zhan (2)
Ya, Xiao Ba Wanghua kini tertangkap basah oleh ayahnya, lagi dan lagi, "..."
Aaahhhh!
Ia benar-benar sudah kehilangan muka di depan keluarganya.
Sementara saat itu di kamar, Sang Xia sudah bersiap untuk beristirahat karena Rong Zhan telah kembali. Jadi ia bisa membantu mengawasi anak-anak sebentar.
Xiao Meibao pun juga dengan patuh ingin berbaring di pelukan ibunya. Tapi tiba-tiba, Sang Xia merasa sedikit khawatir akan apa yang terjadi di luar.
Bagaimanapun, Xiao Ba Wanghua sangat takut pada Rong Zhan. Memang, sebagai pemimpin keluarga, Rong Zhan adalah pilar, dan sangat baik baginya untuk memiliki martabat di dalam keluarga. Kalau tidak, keluarganya tidak akan memiliki pegangan kokoh untuk tetap berdiri. Hanya saja, tidak baik jika anak-anak terlalu takut padanya, yang justru akan memengaruhi hubungan ayah dan anak-anak.
Dan setelah pemikiran itu melintas, Sang Xia seketika bangun.
Benar saja. Begitu membuka pintu, ia mendapati pemandangan seperti itu.
Rong Zhan sedang duduk di karpet, bersandar di sofa dengan malas dan elegan, dengan kaki panjang yang kuat ditekuk, sementara di atasnya, duduk seorang anak kecil berusia hampir tiga tahun yang tampak sibuk.
Bocah itu sedang merakit model mobil simulasi yang rumit, dan sosoknya kini duduk di sana dengan tenang, terlihat sangat serius.
Sedang Rong Zhan hanya menatap kesibukan putranya dengan santai. Ketika putranya tampak bingung, sesekali ia memberi komentar dengan malas. Jelas bahwa nadanya begitu asal-asalan, tetapi ia secara akurat mengatakan langkah apa yang harus diambil. Bahkan ia terkesan seperti tidak memerhatikan setiap gerakan putranya, tetapi kenyataannya, apa yang ia komentari selalu tepat.
Rupanya ia masih memiliki hati.
Dan Xiao Ba Wanghua yang berhasil memasang mobil mainannya menatap Rong Zhan dengan gembira, seolah berharap mendapat pujian dari ayahnya.
Rong Zhan sendiri tidak pelit. Dengan lembut ia menarik bibirnya ke atas sembari menyentuh kepala kecil putranya, yang menunjukkan sebuah dukungan.
Melihat kerukunan yang terjalin antara ayah dan anak itu tentu membuat Sang Xia tidak lagi memerlukan rasa khawatirnya.
Cukup dengan melihat tampilan indah itu, mampu membuatnya merasa hangat sekaligus bersyukur.
Jadi Sang Xia bisa beristirahat dengan tenang kali ini.
Tapi satu hal yang tak bisa disangkal, tiap kali Sang Xia melihat Rong Zhan sedang sibuk menemani anak-anak, aura keseksiannya benar-benar terpancar.
Setelahnya, Sang Xia tidak memikirkan apapun lagi dan tertidur. Dan begitu bangun, ia mendapati kedua anaknya telah tidur di sisinya.
Tapi tidak ada sosok Rong Zhan di ruangan itu.
Sang Xia bangkit perlahan dan berjalan keluar dengan sandalnya sambil memijat lehernya yang sakit.
Rupanya Rong Zhan sedang duduk di sofa sembari minum kopi, tak lupa sebuah laptop kecil tergeletak malas di pangkuannya. Sepertinya ia sedang sibuk. Tapi meski begitu, ketika menyadari istrinya keluar, ia menatapnya dengan senyum tersungging, "Kenapa tidurmu sangat cepat?"
"Akhir-akhir ini, beban kerjaku yang berat hingga membuatku tidak bisa tidur nyenyak." jawabnya dengan suara lemah seraya masih memijat lehernya.
Tiba-tiba saja, Rong Zhan meletakkan laptopnya, lalu menutupnya dan menyingkirkannya. Kemudian, tampak tangannya melambai pada Sang Xia, "Kemarilah."
"Mau apa?"
Saat itu, Sang Xia sedang mengambil beberapa lembar kertas musik dari tasnya ketika melihat Rong Zhan memintanya untuk mendekat.
Dan meskipun ia bertanya, tetap saja ia tidak menolak untuk mendekat.
Hanya saja, ketika Sang Xia hendak duduk di sofa, Rong Zhan justru menariknya untuk duduk di pangkuannya. Sang Xia tidak siap tentu langsung jatuh ke pelukannya, dengan kaki menempel pada sesuatu yang cukup keras.
Terlihat ia sedikit mengangkat alisnya sembari berusaha untuk bangkit, tapi Rong Zhan mengeratkan pelukannya sambil berkata, "Jangan bergerak."
Mata elang Rong Zhan yang panjang dan sempit tampak bersorot samar, meski tidak ada emosi yang aneh di sana.
Selain … pikiran jahat yang mencolok.
Namun, Sang Xia pikir ini bukan saat yang tepat dan ia hanya ingin bangun demi menghemat waktu untuk marah, tetapi detik berikutnya, ia mendengar suara Rong Zhan yang semakin dalam, "Sayang, duduk berbaliklah."