Selamat Tinggal Cinta Pertamaku

Bersikap Baiklah Kepadanya (3)



Bersikap Baiklah Kepadanya (3)

2Setelah pintu lift tertutup, Chen Shuna membawa Chen Yiyi ke kamar pasien Chen Yaoting. Melihat ibunya tidak berbicara, Chen Yiyi menarik pakaiannya. Chen Shuna menatapnya dan bertanya, "Ada apa?"     

Chen Yiyi saat ini berusia 8 tahun. Secara alami, dia dapat melihat sikap dingin Chen Youran sekarang. Dia bertanya pada Chen Shuna, "Bu, kenapa bibi tidak mau melihat kakek?"     

Chen Shuna tidak bisa menjelaskan kebenaran yang ada pada Chen Yiyi. Dia pun berkata, "Ini masalah antara orang dewasa. Kamu masih anak-anak, jadi tidak akan mengerti."     

"Bu, ayah sudah lama tidak datang menemuiku," kata Chen Yiyi.     

Sejak kecil hingga sekarang, Chen Yiyi selalu memanggil Gu Jinchen sebagai ayahnya. Meskipun Gu Jinchen sudah meminta untuk mengubahnya beberapa kali, tetapi dia masih tidak melakukannya. Akhirnya, Gu Jinchen membiarkannya menyebutnya ayah.     

Ada jejak melankolis di wajah Chen Shuna ketika mendengar ucapan Chen Yiyi. Dia juga sudah tidak bertemu dengan pria itu untuk waktu yang lama. Dia lalu berkata, "Kalau kamu merindukan ayah, telepon saja dia…"     

"Apa kira-kira aku akan mengganggunya?"     

"Yiyi benar-benar anak kecil yang manis." Chen Shuna mengusap kepala anaknya dan memperlihatkan senyum di sudut mulutnya. Suaranya yang rendah, ringan, dan lembut terdengar, "Kalau takut mengganggu pekerjaan ayah, kamu telepon dia di malam hari saja, lalu memintanya datang untuk makan malam bersama di akhir pekan."     

"Kalau begitu, aku akan meneleponnya ketika kita pulang ke rumah." Chen Yiyi tampak sangat senang.     

Chen Shuna menghela napas yang sedikit berat dan berkata, "Yiyi, apa kamu ingin ayah tinggal bersama kita?"     

"Iya," jawab Chen Yiyi dengan sangat sederhana.     

"Kalau begitu, sering-seringlah menelepon ayahmu dan memintanya untuk datang ke rumah lebih sering juga, oke?"     

"Oke!"     

***     

Setelah Chen Youran dan Ji Wenqing pergi, Ji Nuo berseru memanggil ayahnya. Ji Jinchuan menatapnya dan bertanya, "Ada apa?"     

Ji Nuo tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Apa kamu juga menyukai Ranran?"     

Pertanyaan itu membuat Ji Jinchuan terkejut. Dia berkata, "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"     

"Tadi saat Ranran terluka, kamu memperlakukannya dengan sangat baik." Ji Nuo menganalisis seperti layaknya detektif kecil. "Paman Kedua pernah berkata kalau pria biasanya sangat antusias terhadap wanita yang disukainya. Mereka pasti punya niat terselubung dan juga akan terus selalu memperhatikannya dengan baik."     

"Lupakan apa yang diajarkan Paman Kedua-mu itu," kata Ji Jinchuan dengan mengerutkan keningnya.     

"Apakah ayah menyukainya?" Ji Nuo tidak lupa untuk memahami inti dari pertanyaannya tadi.     

Ji Jinchuan membuka kursi dan duduk di samping tempat tidur pasien, dia berkata, "Bagaimana kalau aku mengatakan 'iya'?"     

Ji Nuo menunduk dan terlihat sangat tertekan. Sesaat kemudian, dia mendongak dan berkata dengan enggan, "Baiklah, aku akan memberikan Ranran kepadamu…"     

Alis Ji Jinchuan terangkat mendengar ucapan anaknya. Dia pikir bocah kecil ini akan bersikap genit dengan bergelayut di pahanya atau merengek dan membuat keributan, lalu memintanya untuk tidak merebut orang yang disukainya. Ternyata, Ji Nuo malah tampak sedikit tidak normal malam ini.     

"Apakah kamu yakin?" tanya Ji Jinchuan.     

"Meskipun aku lebih tampan darimu, aku tidak yakin bisa merebut Ranran dari Paman Lin, jadi lebih baik aku memberikan Ranran padamu dan membiarkan kalian berdua bertanding antar orang dewasa." Ji Nuo berhenti sejenak dan melanjutkan, "Dan tidak mudah bagi seorang pria tua sepertimu untuk menemukan seorang istri. Sepertinya ayah tidak memiliki takdir untuk berhubungan dengan wanita. Jadi, aku memilih menyakiti diriku sendiri dengan merelakan Ranran untukmu."     

"..." Ji Jinchuan tercengang. Dia benar-benar bertanya-tanya dalam hati apa dia telah salah mendidik anaknya.     

"Tetapi, kamu harus berjanji padaku kalau setelah kamu berhasil merebut Ranran dari Paman Lin, kamu harus bersikap baik padanya. Dan kamu juga tidak diizinkan untuk melihat wanita lain." Ji Nuo berkata dengan sungguh-sungguh.     

Ji Jinchuan tiba-tiba merasa bahwa hubungan darah antara anak dan ibu itu benar-benar luar biasa. Dia lalu bertanya, "Bukannya kamu mengatakan tidak menginginkan ibu tiri?"     

"Tetapi kalau Ranran yang menjadi ibu tiriku, aku bisa menerimanya. Dia tidak akan memperlakukanku dengan buruk."     

Kalau ayah menikahi Ranran, aku bisa memakan daging rebus buatannya setiap hari. Ini mungkin maksud yang sering dikatakan Paman Kedua. Kalau ada kerugian, pasti ada keuntungan, batin Ji Nuo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.