Selamat Tinggal Cinta Pertamaku

Kamu Mau Membawaku Kemana?



Kamu Mau Membawaku Kemana?

0Chen Youran terbatuk beberapa kali. Dia menunduk, lalu merapikan dan mengaitkan rambutnya yang terurai di depan bahunya ke belakang telinganya. Dia hanya menatap mangkuk kosong miliknya dan tidak memandang suaminya itu.      

Setelah selesai sarapan, Chen Youran dan Fang Yaqing menemani Xie Suling untuk menyalin kitab suci Buddha. Satu orang mendapat bagian mengisi tinta habis, sementara yang satu lagi mengganti kertas kuno yang sudah penuh dengan yang kosong. Ji Jinchuan sendiri berjalan-jalan di sekitar kuil dengan santai. Udara di kuil itu sangat bagus dan saat ini juga kebetulan merupakan awal musim semi, sehingga bunga-bunga bermekaran di awal. Ada pohon persik di Kuil Ci'en, sehingga ketika angin berembus, aroma udara pun bercampur dengan aroma kelopak bunga persik.     

Cuaca hari ini sangat baik, jadi ada banyak peziarah yang datang ke gunung untuk berdoa bagi Sang Buddha. Ji Jinchuan pergi ke halaman depan dan melihat bahwa setelah memberi penghormatan kepada patung Buddha di lobi, para peziarah akan menyumbangkan uang dupa di kotak sumbangan terdekat. Terdapat sebuah buku persegi panjang di samping kotak kotak sumbangan di atas meja itu. Beberapa peziarah menulis berbagai kalimat di atasnya. Ji Jinchuan tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka tulis pada buku itu. Setelah menulis di buku, biksu muda akan memberi mereka sebuah kartu harapan. Mereka kemudian menulis harapan mereka di atasnya dan membawanya keluar untuk mengikatnya di pohon harapan.     

Si biksu gemuk baru saja berjalan melewatinya. Ji Jinchuan yang merasa penasaran melihat apa yang dilakukan para peziarah pun bertanya kepadanya, "Apa yang mereka tulis?"     

"Itu adalah buku harapan..."     

Ji Jinchuan terkejut dan mengulangi ucapannya, "Buku harapan?"     

Bisku gemuk pun menjelaskan pada Ji Jinchuan, "Setiap peziarah yang membuat permohonan akan meninggalkan namanya sendiri dan nama pihak lain. Kalau Sang Buddha memberkati dan harapannya dapat diwujudkan di masa depan, mereka akan datang ke kuil untuk membalas budi atas terkabulnya harapan itu."     

Ji Jinchuan merenung sejenak. Tak berapa lama kemudian, dia pun bertanya, "Apa buku harapan di bulan Oktober lalu masih ada di sana?"     

"Iya," jawab biksu gemuk yang menatap Ji Jinchuan dengan tatapan heran.      

Ada sebuah gudang di sudut tenggara Kuil. Biksu gemuk itu mencari semua buku harapan di paruh kedua tahun lalu di sana. Kemudian, dia menumpuknya di atas meja dan berkata dengan terengah-engah kepada Ji Jinchuan, "Semuanya ada di sini… Anda temukan saja sendiri karena saya sudah lelah setengah mati."     

Terlalu banyak peziarah datang ke kuil untuk membuat harapan, jadi terdapat beberapa tumpukan buku harapan pada paruh kedua tahun lalu. Ji Jinchuan mencari setiap buku selama dua jam sebelum dia akhirnya menemukan buku harapan pada Oktober tahun lalu. Dia mencari halaman demi halaman dan akhirnya menemukan catatan dalam buku itu pada 23 Oktober tahun lalu ketika dia membuka halaman enam. Hari itu, cuaca sangat buruk, sehingga tidak banyak orang yang datang untuk menyampaikan harapan. Pada baris keenam, dengan jelas tertulis nama Chen Youran dan Ji Jinchuan, lalu di depan mereka ada nama Qiu Shaoze.     

Hati Ji Jinchuan terkejut ketika melihatnya. Saat itu, dia melihat kartu harapan milik Chen Youran, kemudian dia salah mengartikannya bahwa wanita itu meminta harapan tersebut untuk Gu Jinchen. Tanpa diduga, wanita itu meminta harapan untuk mereka berdua. Jika dia tidak salah paham di awal, jika dia tahu pikiran istrinya sejak awal, tidak akan ada begitu banyak kesalahpahaman di antara mereka di masa depan.      

Melihat bahwa Ji Jinchuan tampak bingung sambil memegang salah satu buku harapan, si biksu gemuk melangkah maju dan bertanya, "Peziarah pria, ada apa denganmu?"     

Namun, Ji Jinchuan malah menutup buku harapan yang dipegangnya dan keluar dari gudang. Biksu gemuk itu berteriak memanggilnya dua kali di belakang. Saat melihat bahwa Ji Jinchuan tidak mendengarkan teriakannya, dia pun menutup mulutnya lagi dan meletakkan buku harapan yang ditumpuk di atas meja kembali ke tempat semula, lalu menyegelnya.     

Xie Suling sudah menyalin kitab suci Buddha selama tiga jam. Tangannya pun menjadi sedikit sakit saat ini, jadi dia meletakkan kuasnya dan beristirahat. Chen Youran juga meletakkan batu tinta, menggerakkan tulang keringnya dan pergi keluar untuk mencari udara segar. Begitu dia melangkah keluar dari ambang pintu, Ji Jinchuan, yang sedang menunggunya di luar, meraih lengannya dan membawanya pergi. Dia pun berkata dengan heran, "Kamu mau membawaku ke mana?"     

Ji Jinchuan lagi-lagi tidak menjawab. Langkah kakinya semakin cepat dan sosoknya menghilang di luar Paviliun Sutra dalam sekejap mata.     

Fang Yaqing yang mendengar suara di luar pun segera keluar untuk melihat situasi. Sesampainya di luar, dia melihat dua sosok yang sudah menghilang di tikungan. Dia menggigit bibir bawahnya, api kecemburuan membakar hatinya perlahan dan menghancurkannya sedikit demi sedikit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.