Mendadak Ramah (4)
Mendadak Ramah (4)
Ning Xin tiba-tiba merasa jika ia terus berbicara dengan Jun Xie, itu akan membuat semua menjadi semakin buruk. Kekejaman Jun Xie pasti karena ia dendam dengan Yin Yan. Kelihatannya ia harus menyuruh Yin Yan minta maaf dengan Jun Xie terlebih dahulu.
Setelah memutuskan tindakannya selanjutnya, Ning Xin tidak lagi memaksa Jun Xie untuk berbicara dan memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya kembali pada Fan Zhuo, berakting malu-malu, menunjukkan perhatian mendalam dengan keadaannya, dengan berbagai kata-kata lembut.
Dan sikap terpelajar Fan Zhuo, akhirnya membuat Ning Xin tinggal lebih lama untuk minum teh.
Ning Xin dengan cepat tetapi tidak tergesa-gesa mengeluarkan kudapan yang telah dipersiapkannya, dan kelihatannya secara tidak sadar juga menyiapkannya untuk Jun Xie, diam-diam mencoba untuk mempererat hubungan mereka.
Jun Wu Xie duduk di satu sisi dengan kaku, memangku kucing hitam kecil di tangannya. Sikap Ning Xin yang tiba-tiba ramah dan menyenangkan kelihatannya sedikit terlalu jelas. Ia sudah cukup lama tinggal di hutan bambu itu tetapi tak pernah melihat Ning Xin datang mengunjunginya. Dan akhirnya persis setelah Perburuan Roh berakhir, ia sangat bersemangat datang ke pintu mereka, dan kata-kata serta sikapnya menunjukkan keakraban dan kedekatan di antara mereka.
Jika Jun Wu Xie masih tak dapat melihat niat tersembunyi Ning Xin, sia-sia saja dia menjalani dua kehidupan.
Dan karena seseorang sangat bersemangat untuk datang dan minta untuk dibuat tidak nyaman, ia tidak akan menolak permintaan seperti itu, bukan?
Jun Wu Xie mengambil kudapan itu dan menggigitnya acuh tak acuh. Ketika Ning Xin melihat Jun Wu Xie memakan kudapan yang dibawanya, ia membiarkan dirinya merasa lega sejenak.
Fan Zhuo adalah yang paling natural di antara ketiga orang ini, ia tampak tidak menyadari apa yang terjadi, dan hanya mengobrol dengan rekan serumahnya dan calon tunangannya sambil minum teh.
Ning Xin dengan sabar mengikuti permainan ini, sementara ia diam-diam mengamati Jun Xie.
Jika bukan karena beberapa ahli roh ungu di belakang Jun Xie, hanya sikap Jun Xie terhadapnya sudah cukup untuk membuatnya membalikkan meja di depannya dan berkelahi dengan pemuda itu.
Tetapi dalam situasi itu, Ning Xin hanya dapat mengatupkan rahangnya rapat-rapat dan menelan rasa malunya. Dipaksa untuk mempertahankan senyum manis di wajahnya, Ning Xin duduk mendengarkan lelucon jenaka ini, tak memiliki pilihan lain kecuali bertahan melewati waktu minum teh ini.
Ning Xin berhasil menahan diri hampir selama setengah hari dan tak mampu tinggal lebih lama lagi. Ia memaksa dirinya untuk terus menyunggingkan senyuman di bibirnya seraya berpamitan dengan Fan Zhuo dan Jun Xie. Ia segera melarikan diri dari suasana kaku di hutan bambu, dan bahkan tak peduli untuk membawa kotak makan yang indah itu. Walaupun kemarahan mengancam meledak dari dalam dirinya ketika ia pergi, ia memaksakan sebuah senyuman di wajahnya dan berjanji untuk segera berkunjung lagi.
Setelah Ning Xin pergi, Fan Zhuo tiba-tiba meletakkan kudapan yang dipegangnya di tangannya dan mengangkat kepalanya, melihat Jun Xie sambil tersenyum.
"Xie kecil, kau menyukai kudapan ini?"
Jun Wu Xie menjawab, "Biasa saja."
"Jika kau tidak menyukainya, maka jangan makan itu." Fan Zhuo mengulurkan tangannya seraya ia berbicara dan mengambil kudapan yang sudah dimakan setengah dari tangan Jun Xie, dan melemparkannya ke dalam kotak makan. Ia menutup kotak itu dengan rapat dan membawanya ke dapur dan meletakkannya di sudut. Ia kemudian membawa keik kastanye dan menawarkannya pada Jun Xie.
Jun Wu Xie mengamati tindakan Fan Zhuo diam-diam dan sebuah ide aneh muncul di kepalanya. Ia menatap wajah lembut Fan Zhuo seraya keik kastanye di mulutnya meleleh turun ke dalam tenggorokannya.
"Kau tidak menyukai Ning Xin?" Jun Wu Xie tiba-tiba bertanya.
Fan Zhuo agak terkejut, tetapi ia berkata sambil tertawa, "Ia tidak baik, Xie Kecil, kau harus menghindari berhubungan dengannya."
Jun Wu Xie menatap pemuda malang yang terlahir dengan tubuh lemah dan sifat lembut. Ia menatap untuk waktu lama dan ketika ia melihat senyuman lembut di wajah Fan Zhuo belum memudar, ia akhirnya berbalik, tetapi tetap tidak memberikan jawaban pada Fan Zhuo.
Sore itu, seiring datangnya malam, Fan Zhuo berdiri. Berpakaian mengenakan jubah dalamnya, ia pergi ke dapur dan menyalakan api di tungku, sebelum ia melemparkan kotak kudapan itu ke api yang menyala.
Di dalam api yang menyala, suara gemeritik terdengar dan kilau merah dari api terpantul di wajah Fan Zhuo yang tampan. Wajah yang bermandikan cahaya api itu tak menunjukkan sedikit pun senyum ramah dan lembut yang biasa menghiasi wajahnya. Di sepasang mata yang jernih itu, aura dingin berkilat di tengah hangatnya api yang menyala.