Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Tamparan Ketujuh (11)



Tamparan Ketujuh (11)

1Ia sudah berakting seperti seorang ayah yang letih secara mental dan fisik dengan begitu pintar dan sepenuhnya terhanyut dalam karakter yang ia mainkan, tetapi Jun Wu Xie tetap tidak tersentuh sedikit pun.     

Long Qi memberikan sebuah perintah dan dua tentara Prajurit Rui Lin melompat turun dari kuda mereka dan langsung masuk ke dalam gerbang Akademi Angin Semilir. Kedua tentara itu menggenggam sebuah tongkat kayu sepanjang dua meter dan berdiameter 60 sentimeter ketika mereka masuk.     

Melihat kedua tentara Prajurit Rui Lin, Ning Rui merasa seolah dunianya menjadi kelam ketika firasat buruk memenuhi hatinya.     

"Seperti hukum militer kita, hukumannya adalah tiga puluh pukulan cambukan, dan seratus pukulan tongkat kayu."     

Tiga puluh cambuk …. Seratus pukulan kayu!?     

Ketika semua murid Akademi Angin Semilir mendengar angka itu, mereka berputar melihat dua tentara yang kekar dan bertubuh besar dari Prajurit Rui Lin, dan kulit kepala mereka kesemutan.     

Dengan tubuh Ning Xin yang masih muda dan feminin, ia dianggap tak akan bisa melewati semua siksaan ini. Hanya satu dari dua hukuman itu akan bisa mencabut nyawanya.     

"Tidak … tidak …." Ning Xin gemetar bagaikan sehelai daun ketika ia melihat dua tentara yang mendekat. Tongkat yang besar dan berat itu membuat tulang punggungnya terasa dingin. Ia berpikir bahwa bahkan jika ia meninggal karena kejahatannya, itu akan menjadi sebuah tebasan pedang yang tajam. Tak pernah ia bayangkan, bahwa Jun Wu Xie tidak berniat untuk membiarkannya mati dengan mudah.     

Cengkeraman baja Long Qi semakin erat di pundak Ning Xin, tangannya yang kuat menahan Ning Xin agar tidak terus meronta. Bahkan mengumpulkan setiap kekuatan yang dimilikinya, Ning Xin tidak dapat bergerak sedikit pun dari pemandangan menakutkan yang menghampirinya.     

Kekuatan yang menekan pundaknya membuat Ning Xin tidak dapat melawan dan ia dilumpuhkan dan ditekan ke tanah. Matanya membelalak ketakutan dan dipenuhi teror. Tempat itu dipenuhi dengan para murid Akademi Angin Semilir dan semua orang menatapnya, melihatnya dalam keadaan yang memalukan dan menyedihkan.     

Semua murid yang selalu tidak berharga di matanya ….     

"Mulai." Long Qi berteriak. Dua tentara yang kuat dan perkasa berdiri di setiap sisi Ning Xin mengangkat tongkat yang digenggam di tangan mereka dan memukulkannya tanpa ampun!     

"BAM!"     

Tongkat itu mendarat di daging, dan suara tumbukan itu terdengar jelas di udara.     

Suara keras itu menakuti semua pemuda yang berkumpul dan mereka tak dapat menahan dirinya yang gemetaran.     

"ARGGGHHH!!"     

Pukulan pertama tongkat itu sudah memberikan Ning Xin rasa sakit yang tak tertahan. Darah di wajahnya mendadak mengering dan air matanya terus mengalir turun dari pipinya.     

Prajurit Rui Lin tidak menunjukkan belas kasih dan tidak menahan sedikit pun. Tongkat itu bergerak naik turun, bergantian memukul tubuh Ning Xin, sebuah pemandangan yang membuat bulu kuduk berdiri. Hanya dengan beberapa pukulan tongkat, tulang ekor Ning Xin sudah mengalami pendarahan. Darah merah cerah merembes melalui pakaiannya dan dengan rasa sakit yang ia rasakan, tubuhnya kejang. Ia menggertakkan giginya dan tangannya mencakar udara seraya ia berusaha untuk lari.     

Long Qi membungkukkan badannya dan menahan bahu Ning Xin dengan kuat, tak memberikan kesempatan baginya untuk melepaskan diri.     

Tongkat yang berat dan besar naik dan turun, terkena noda darah. Cipratan darah di mana-mana dan juga mengenai kedua tentara itu. Di atas lantai pualam yang putih di Akademi Angin Semilir, noda merah terlihat, dan segera sebuah bunga darah berwarna merah tua mekar di lantai itu, menciptakan pemandangan yang benar-benar mencekam.     

Ning Xin sudah tidak memiliki cukup kekuatan bahkan untuk mengerang kesakitan dan ia hanya mengatupkan rahangnya begitu rapat sehingga jejak darah mengalir keluar dari celah kecil di antara giginya, dan lewat sudut mulutnya, menetes di lantai di bawahnya. Matanya merah dan nanar, dan di bawah semua kegilaan ini, ia masih bisa melihat wajah-wajah di sekelilingnya.     

[Jangan lihat aku …. Jangan lihat aku ….]     

[Mengapa kalian menyiksa aku seperti ini?]     

[Mengapa menempatkanku di keadaan yang menyedihkan seperti ini?]     

[Bahkan dalam kematian, mengapa aku tidak bisa diberikan kematian yang cepat?]     

Rasa sakit yang ekstrem ini dirasakan di tubuh bagian bawahnya dan menyebabkan tubuhnya bermandikan keringat dingin, ia hanya bisa membayangkan bagaimana menjijikkannya dirinya saat ini.     

Selama ini, ia sangat peduli dengan penampilannya. Dan hari ini, semua itu telah, di depan mata semua murid Akademi, hancur lebur.     

Rasa sakit akut dan perlakuan memalukan yang dialaminya membuat Ning Xin sangat berharap ia bisa mati sekarang juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.