Chapter 92 - Duel terakhir di benteng Drachen
Chapter 92 - Duel terakhir di benteng Drachen
Diantara kepulan debu, Edward menyelinap kebelakang Ivaldi lalu ujung lancip pedang kayu Edward menyentuh punggung Ivaldi. Ia sudah tidak bisa menghindar, jika menganggap pertempuran sesungguhnya, maka Ivaldi telah tertusuk dari belakang.
Edward meraih kemenangan dan melambaikan tangannya kepada para kadet yang kagum dengan segala teknik dan gaya berpedang Edward. Lalu berjabat tangan dengan Ivaldi yang masih tampak tak senang dengan kekalahannya.
"He--hey jangan marah begitu," ucap Edward seraya tersenyum canggung kepadanya
Dengan suara ketus Ivaldi pun membalas "Aku tidak marah," kemudian ia tersenyum tipis seraya kembali berkata "Tapi aku akui kemampuan mu memang luar biasa, aku sudah memiliki firasat akan hal itu disaat kau pertama kali menggunakan teknik milik tuan Belial. Aku akui kekalahan ku."
Tawa pelan Edward lakukan dan memuji temannya itu "Aku juga kagum dengan cara mu menghindar, jika aku lengah sedikit mungkin aku tidak bisa menang."
"Ya entahlah," balas Ivaldi cepat, menegaskan jika tak yakin Edward dapat ia kalahkan.
Kala mereka berjabat tangan mengakhiri pertarungan, di sisi lain masih di tempat yang sama, sahabat mereka tengah mati-matian dengan tubuh babak belur. Namun ia masih berdiri dengan pedang merekat ditangannya.
Retto berteriak seraya berlari mendekati seorang kadet bertubuh kekar, melayangkan pedangnya kearah kadet itu namun ditangkis dengan mudahnya. Retto tak berhenti, ia kembali menjaga jarak dan menerjang kearah lelaki itu lalu melompat dan menyerangnya beberapa kali, tetapi lelaki itu hanya berdiri tanpa menangkis serangan Retto dan membiarkannya untuk terus menebas ke tubuhnya tanpa jeda. Matanya terpejam, ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ia merasakan sakit karena hantaman keras pedang Retto.
Memaksakan diri tanpa hasil, energi Retto terkuras hanya dengan melawan Iblis besar itu hingga memaksanya menjaga jarak untuk mengambil napas. Begitu selesai, ia kembali menerjang namun kali ini Iblis itu menangkis serangan Retto hingga membuat pedangnya terlempar ke langit, tak berhenti ia melancarkan serangan yang kuat dengan menebas perut Retto.
Retto terlempar cukup jauh dan tak bisa berdiri lagi, prajurit yang menjadi pengawasnya pun berkata dengan keras menyebutkan pemenang dari pertandingan itu.
"Pemenangnya, Reiber!"
Edward dan Ivaldi bergegas mendekati Retto yang babak belur. Kesadarannya pun hampir menghilang, entah apa yang terjadi pada pertarungan mereka berdua. Semua perhatian kala dua pertarungan itu berlangsung hanya tertuju kepada Edward dan Ivaldi yang bertarung dengan sangat lihai hingga mengabaikan Retto dan Iblis itu.
Edward menoleh kearah Iblis itu dan terus menatapinya, dia kemudian menyeringai puas, entah karena berhasil mengalahkan lawannya atau menyeringai karena ia akan menghabisi lawannya lagi.
Namun saat menatapnya, Edward memeriksa semua status atribut yang orang itu miliki.
'Gile, levelnya lebih tinggi dari semua kadet, bahkan lebih tinggi daripada prajurit biasa. Tidak heran jika banyak kadet yang kalah olehnya,' ucap Edward dalam hati.
\[STATUS ATTRIBUTE]
Nama: Reiber
Level: 47
HP: 24.600
MP: 3.040
Skill pasif:
\[Sword Traine] \[Sword Mastery] \[Weapon Mastery] \[Matrial Arts Master]
Skill:
\[Enchantment Body] \[Increased body endurance] \[Increased Strength]
Magic:
Kolom Magic kosong, menjadi tanda tak memiliki satupun sihir yang ia kuasai. Tetapi dia memiliki banyak skill pasir dan skill yang berkaitan dengan ilmu berpedang dan bela diri yang sebagian tak Edward miliki.
Level 47, level yang terbilang sangat tinggi diantara para kader yang hanya berlevel 15 sampai 20 bahkan melebihi prajurit biasa yang rata-rata mencapai 25 sampai dengan 30.
Entah jalan hidup apa yang orang itu lalui tapi peningkatan level itu dilakukan karena ia memiliki banyak pengalaman. Seseorang yang melalui sesuatu akan mendapatkan pengalaman dan setiap mendapat pengalaman mereka akan mendapat sesuatu yang dinamakan \[Experience points] atau terkadang disingkat \[Exp] yang akan membuat orang itu dapat meningkatkan levelnya.
Namun \[Exp] paling banyak bisa di dapatkan dengan berburu monster, Edward menjamin itu karena di dalam game Aester World hanya membunuh monster saja yang paling cepat mendapatkan \[Exp], ia bahkan meningkatkan level sang pahlawan lebih cepat berkat terus menerus melawan Triple Head Dragon yang setiap kalah akan muncul kembali dalam waktu 2 menit.
"Bukankah kau berlebihan?" tanya Edward kepada Iblis itu.
Wajah tak senang terpampang jelas "Hah?" dirinya mengeluarkan suara tanya dengan nada jengkel "Kenapa kau menyalahkan ku? Dia yang tidak mau melepaskan pedangnya, jadi aku hanya melakukan seperti perintah Tuan Belial," balasnya.
Edward tak bisa menjawab, ucapannya harus ia akui jika itu benar karena selama lawannya tak mau menyerah maka pertarungan tetap terus berlangsung.
"Lalu jika seperti itu kau anggap berlebihan, lebih baik kau berhenti menjadi prajurit. Bukankah itu sama seperti yang kau katakan?" lanjutnya berbicara, menggunakan kata-kata Edward yang sebelumnya ia lontarkan kepada seorang kadet.
Wajah Edward mengkerut, tak bisa membantah tetapi ia tetap tak senang setelah melihat Retto dibuat babak belur oleh orang itu.
"E--edward ... Tidak apa, aku sudah kalah," Retto tiba-tiba berbicara, membuatnya menoleh kebelakang melihat Retto yang sedang mencoba berdiri dibantu oleh Ivaldi "Apa yang dikatakannya benar. Jika aku juga menganggap itu berlebihan, lebih baik aku berhenti menjadi prajurit," tambah Retto sembari menundukkan pandangannya, kemudian sorot matanya tertuju kepada Edward dan menepuk pundaknya "Ya ... Jadi sekarang giliran mu, jangan buat aku kecewan!" ucapnya sambil tersenyum lebar kearah Edward.
Dorongan yang begitu hangat di dalam hati Edward, keberanian timbul berkat dorongan itu membuat Edward mengangkat pedangnya untuk pertarungan terakhir di benteng ini.
"Baiklah."
Retto dan Ivaldi menjauh dari lapangan, meninggalkan sang Iblis perak melawan Iblis monster. Seakan melawan boss terakhir, aura mengerikan Edward rasakan dari sosok itu. Ia bisa merasakan semua yang telah ia lalui hingga mencapai level yang lebih tinggi dibanding prajurit biasanya.
"Baiklah, pertarungan terakhir antar kadet benteng Drachen akan dimulai. Dua kadet yang berhadapan tolong menjaga jarak satu sama lain," ucap penjaga yang menjadi pengamat pertarungan mereka.
Edward dan Reiber mematuhinya dan menjaga jarak antar mereka, memberikan ruang kosong yang begitu panjang diantara mereka.
Mereka bertukar tatapan mengintimidasi nan agresif saat mereka saling melotot. Kedua Iblis itu mulai dipanggil oleh para kadet sebagai "serigala perak melawan beruang merah".
"Dimulai!"
Yang pertama menyerang—dan jauh lebih cepat dari serangan Retto sebelumnya—adalah Void. Reiber terkejut, memaksanya untuk mundur selangkah dan menangkis serangan Edward yang diarahkan langsung ke lehernya. Pedang Reiber meleset dari serangan Edward hingga nyaris mengenai pipinya.
Ketika Reiber memperhatikan ekspresi serius Edward saat dia mulai menyerang, dia tidak menunjukkan tanda-tanda keraguan.
Edward tidak berhenti di situ, dia dengan cepat menggerakkan tubuhnya untuk menyerang sisi lain wajah Reiber. Memanfaatkan jeda yang singkat itu, Reiber menunduk serangan berputar Edward. Pergerakan Edward meninggalkan celah, Reiber menendang kaki Edward hingga membuatnya kehilangan keseimbangan.
Tetapi Edward tak menyerah begitu saja, ia menggunakan tangannya yang dapat menyentuh tanah lebih dulu untuk menahan tubuhnya. Sekali lagi ia memutar tubuhnya dengan bantuan tangannya, ia menggerakkan kakinya hingga menghantam dengan keras wajah Reiber.
Reiber pelanting tak jauh, namun memberikan jarak antara ia dengan Edward. Para kadet bersorak dengan rasa kagum melihat gerakan spektakuler yang dilakukan Iblis yang mereka juluki Serigala perak.
"Luar biasa," pujian keluar dari mulut Retto, tak menyangka melihat temannya dapat melakukan gerakan seperti itu.
Meski ia dapat berdiri dengan mulus, tetapi rasa pusing menerjang kepalanya. Ia tak biasa melakukan gerakan berputar meski pernah melakukannya di dunia asalnya.
'Sial, di dunia sana aku tidak pernah bisa melakukan gerakan seperti itu karena sangat sulit, hanya kakak kelas ku saja sih yang bisa. Yah, tubuh Kaisar juga sangat ringan jadi aku percaya diri melakukannya ... Ah terserahlah,' ucap Edeard dalam hati yang juga tak menyangka ia dapat melakukan hal itu.
Reiber kembali bangkit, raut wajahnya murka dengan tatapan melotot kearah Edward. Dirinya kemudian berlari kearah Edward bersama teriakan yang begitu lantang hingga menggetarkan kadet, namun tidak dengan Edward. Dengann cepat serigala perak itu juga mendekatinya dan memberikan serangan beruntun berkali-kali akan tetapi Reiber menangkis segala serangan yang Edward lancarkan.
Edward melebarkan jarak dengannya lalu menerjang kembali ke arah Reiber, ayunan pedang mengarah ke seluruh anggota tubuh Reiber tetapi berhasil ditangkis dengan lihai. Lehernya diincar, Reiber menunduk. Kakinya diincar ia akan melompat. Tubuhnya menjadi target maka ia akan melompat mundur dan menangkis serangan berikutnya.
Senyuman kagum terlukis di wajah Belial, dirinya tak menyangka bila Kaisar yang ia kagumi dapat mengayunkan pedang bagaikan seorang ahli padahal baru ia ajari sehari yang lalu. Selain itu perhatian juga ia berikan kepada Iblis yang menjadi lawan sang Kaisar. Melihat semua gerakannya yang tak terjebak dengan serangan beruntun Edward memaksa Belial harus mengakui kemampuan calon prajurit itu.
Edward berhasil memukul wajahnya, Reiber membalas dengan hantaman keras di perut Edward hingga dirinya terpental cukup jauh. \[HP] Edward berkurang 100 poin, serangan yang begitu brutal, jika ia tak memiliki status atribut pertahanan yang tinggi mungkin dirinya sudah kehilangan kesadaran.
Merasa percaya diri melihat Edward terpelanting cukup jauh hingga menghasilkan senyuman bangga akan dirinya sendiri, namun seakan sihir merubahnya, wajah Reiber dalam sekejap berubah menjadi tak senang. Sang serigala perak itu belum berakhir.
Edward masih berdiri sambil menatap tajam kearah beruang besar itu, sorot mata tajam memberikan kesan intimidasi yang kuat memancing emosinya.
"Kau tangguh juga," ucapnya setengah hati memuji kemampuan Esward "Tapi sekarang kau akan berkahir!"
Tiba-tiba tubuhnya bersinar keemasan untuk sesaat; ia mengatifkan sebuah skill pada tubuhnya, Edward tak tahu apa itu tetapi status atribut serangannya meningkat.
Perbuatan Reiber membuat diri Edward tersenyum senang, ia menyukai hal itu. Kemudian matanya tertuju kepada sebuah pedang yang ada di tanah; pedang milik Retto yang masih tergeletak disana setelah aebelumnya terlempar. Edward berjalan pelan lalui meraih pedang itu membuat kadet keheranan dengan apa yang ia lakukan, berlaju juga untuk Retto tetapi tidak dengan Ivaldi.
Dia menggunakan dua pedang? Hanya orang sok jago yang melakukan itu. Anggapan seperti itu keluar dari mulut para kadet memgeluarkan kata-kata mutiara yang sangat meremehkan Edward.
"Apa yang kau pikirkan!? Jangan bermain-main dengan ku," bahkan Reiber pula berpikir demikian.
Namun dengan santai dan mengambil kuda kuda, ia berkata seraya tersenyum kepadanya "Apa yang kau katakan? Justru berbahagialah karena aku mulai serius dengan mu."
"Kau!"
Reiber dan Edward sama-sama berlari, tetapi Edward jauh lebih cepat dibanding tubuh besarnya. Dirinya menerjang Reiber lebih dulu dengan menghantapnya seraya menyilangkan pedang seakan sudah tahu jika Reiber akan menahan serangannya. Edward memberi sedikit jarak sesaat sebelum menerjang kembali dan mengayunkan pedangnya secara bergantian dengan cepat, semakin cepat namun semua serangannya sangat tepat sasaran.
Satu pedang di tangkis, pedang lainnya dengan cepat menebas titik tubuh Reiber yang tak terjaga.
"Ada apa! Kenapa kau gelisah?"
Pernyataan Edward menghasut dia untuk marah, dia berputar penuh dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga awan debu dihasilkan.
Serangan yang amat kuat namun Edward berhasil menghindarinya disaat yang tepat dengan melompat mundur, serangan itu menciptakan kepukan debu yang amat padat, memberikan sebuah kesempatan untuk Edward. Dirinya zig-zag mengelilingi Reiber, menciptakan awan debu yang lebih tebal yang tidak bisa dilihatnya di antara awan debu yang berputar di lapangan.
"Ugh—."
Punggungnya terkena potongan pedang, dan saat dia berbalik, area lain dari tubuhnya terkena. Lebih cepat dan lebih cepat sampai pukulan kayu yang sangat kuat terasa di seluruh tubuhnya.
"Haaa!"
Bersamaan dengan teriakannya Rieber menancapkan pesnag kayu ke tanah, memberikan hentakan kuatnya sedemikian rupa hingga menghempaskan debu yang mengepul di arena pertandirngan mereka. Edward yang terkena dampaknya juga terpental sangat jauh hingga mencapai tepi dinding benteng.
Para kadet dan pengamat yang sudah menjauh ke dekat barisan penonton kini bisa melihat arena pertempuran mereka. Rieber menancapkan pedang kayu yang telah hancur, tubuhnya penuh dengan luka gores babak belur–hampir sama seperti Retto, namun Rieber lebih memilik banyak luka gores yang membuat darahnya bercucuran keluar–namun dirinya masih bisa berdiri dengan tatapan tajam kearah Edward.
Tidak sepertinya, Edward tidak memiliki luka yang parah, hanya bagian lutut karena terpelanting beberapa kali karena hempasan Rieber. Memakai ekspresi datar sembari memutar satu pedangnya, kembali memasang kuda kuda tanda ia sudah siap kembali bertarung.
"Ghh ... Ghaaaaaaa!"
Aura keemasan menyelimuti Rieber seketika, memberikan hentakan yang begitu kuat ke seluruh area tambang meski Edward tak gentar sedikitpun dengan aura itu.
Reiber mengatifkan semua skill yang ia miliki hingga meningkatkan semua status atribut menjadi 2 kali lipat, statusnya hampir menyamai rata-rata status atribut pasukan elite zirah hitam.
Edward hanya menatap tanpa rasa takut dan gentar sama sekali, menguatkan kuda kudanya menandakan ia siap untuk melawan Iblis itu sekali lagi status atributnya telah meningkat.
Mereka saling menerjang, namun sedetik lagi mereka mendekat, Belial muncul diantara mereka menahan pukulan Reiber dan melempar satu pedang Edward ke langit.
"Tuan Belial?"
Reiber terperangah melihat sosok Belial dihadapannya.
"Hentikan, penilaian sudah selesai," ucap Belial dengan tegas mengakhiri pertarungan mereka berdua.
"Tapi Tuan Belial, belum ada dari kami yang kalah," ucap Reiber mengoreksi dengan perasaan tidak puas seraya menatap kearah Edward; dirinya tengah tersenyum tipis seakan tak merasa terbebani dengan pertarungan itu.
"Kalian ku anggap imbang. Jika diteruskan, aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian berdua. Masih ada 3 minggu lagi sebelum pelatihan ini berakhir, aku tidak mau kehilangan calon prajurit karena pertarungan hari ini. Karena itu kalian ku anggap imbang," jelas Belial dengan tegas "Reiber, kau memiliki pertahanan yang luar biasa, serangan mu dan teknik berpedang mu juga sangat baik, karena itu aku tidak meragukan kemampuan mu."
Reiber tertunduk mendengar pujian atau tepatnya penilaian dari mulut Jenderal Iblis itu "Terima kasih," ucapnya.
"Lalu kau, Edward. Aku masih tidak tahu siapa dirimu sebenarnya, Iblis yang dapat meniru gerakan ku, gerakan bela dirimu mengajarkan yang lain untuk tidak menyerah. Selain itu awalnya aku menganggap menggunakan dua pedang disaat yang bersamaan itu sangat bodoh, tapi ternyata di tangan mu itu bisa membawa seni pedang baru. Pertarungan yang luar bias," tutur Belial menilai segala gerakan yang Edward lakukan dalam pertarungan itu.
Sesaat ia tersenyum bangga sambil membusungkan dadanya, namun ia kemudian membungkuk serta mengucapkan terima kasih kepada Belial.
Teknik pedang ganda, begitulah para kadet menyebutnya disaat mereka terkagum-kagum dengan teknik yang Edward gunakan itu, sebuah teknik yang tak biasa dan dianggap bodoh namun berhasil membuat Reiber tersudut sesaat.
"Kau bisa menjadi pemenang dengan skor tertinggi Edward. Tapi sayangnya aku harus membuatmu berada di posisi terakhir."
"Eh!?"
Belial menghela napas setelah mengatakan itu dan Edward dan para kadet terdiam mendengar ucapannya.
"Aku akui serangan mu sangat baik, tetapi berkat itu banyak kadet yang terluka hingga mereka harus dirawat karena luka ringan. Lalu serangan mu yang menggunakan gerakan ku membuat prajurit senior terbang dan menghantam dinding, sekarang dia tidak sadarkan diri, padahal aku sudah peringatkan mu tentang ini! Karena itu meski kemampuan mu hebat tapi kau mendapat nilai terendah hari ini, selesai!"
Setelah mengatakan itu Belial berjalan menjauh dari lapangan. Para kadet tertawa keras tidak tahan melihat Edward yang tak beruntung hari ini. Dirinya mematung mendengar ucapan Belial karena tidak percaya jika semua usahanya untuk mencapai babak terakhir menjadi sia-sia.
Berakhirnya penilaian itu pula menjadi akhir dari latihan mereka hari ini, sepanjang hari mereka bebas melakukan apapun selama tidak melanggar peraturan benteng apa yang sudah ditentukan. Beberapa kadet lainnya ada yang mulai berlatih kembali, ada pula yang menghabiskan waktu di kantin atau bersantai lapangan benteng, seperti yang dilakukan Edward, Retto dan Ivaldi.
Dinding benteng menjadi tempat bersandar mereka, terduduk menatap ke langit biru seraya merasakan hembusan angin yang menerpa mereka.
Retto merasa lebih baik dan lukanya tidak begitu serius setelah mendapatkan perawatan dari sihir penyembuh yang digunakan salah seorang prajurit divisi medis di benteng itu. Setidaknya sekarang kedua kakinya bisa digunakan untuk Ivaldi untuk tidur sekarang.
Setelah kekacauan di Ibukota dan mereka kembali bertemu setelah cukup lama berpisah, sekali lagi mereka merasakan kedamaian.
Edward menutup matanya secara sadar, membuka layar status setelah mendnegar suara sistem yang berdengung di kepalanya kala ia bertsrung. Ia memperoleh keterampilan pasif baru yang belum pernah ia miliki dalam permainan.
\[Dual Sword Art: Mastery]
Begitu tulisnya di kolom pasif yang berdekatan dengan skill pasif \[Sword mastery].
Deskripsi skill itu mengatakan, jika skill \[Dual Sword Art] dapat membuat Edward menggunakan dua pedang sekaligus di tangannya namun tidak berlaku untuk penggunaan pedang 2 tangan–atau pedang besar seperti milik Belial.
Skill pasif itu tidak ada di dalam game, ia tahu hal itu sangat pasti. Beberapa skill seperti body Inspect juga tidak ia dapatkan di dalam game, selain itu banyak pula yang mulai berubah seperti Lucifer yang tidak ia akui sebagai Jenderal tetapi di dalam game seharusnya Lucifer masihlah menjadi Jenderal dan terbunuh di tangan sang pahlawan.
'Aneh, seakan semuanya bukan seperti game ... Game ...'
Dirinya kembali membayangi hari itu, satu hari dimana ia melihat seseorang yang belum lama ia anggap berharga terbunuh di depan matanya. Alfred, seorang manusia yang memiliki keinginan yang sama dengannya, tapi hari itu ia gagal menyelamatkannya.
"Edward, ada apa? Wajah mu terlihat tidak sehat begitu?" tanya Retto menyadari wajahnya yang menjadi pucat.
"Ah tidak, aku hanya mengingat hari yang buruk saja ... Tapi aku baik-baik saja," balas Edward seraya memasang senyuman palsu di wajahnya.
Dirinya kembali sadar akan satu hal, jika di dunia ini bukanlah game tetapi dunia nyata yang dimana orang-orang hidup dengan memiliki jiwa, mereka yang telah berpergi juga tidak akan kembali lagi, jika ia mati tidak akan ada fitur restart yang membuatnya kembali ke checkpoint.
"E--edward!"
Begitu kepalanya mendongak menyauti suara panggilan itu, ia tidak sadar jika beberapa gadis Iblis yang juga menjadi kadet disana mengerubunginya.
Dirinya kemudian berdiri seraya membalas mereka dengan pertanyaan "Eh? A--ada apa?"
"Kamu benar-benar hebat tadi!" sahut gadis Iblis paling depan.
"Benar! Aku benar-benar kagum dengan gerakan mu!"
"Bisakah kamu melatih ku, aku juga ingin bisa berpedang sepertimu."
Bersautan saling memuji gaya berpedang Edward, hanya tersenyum dan tertawa canggung dirinya mendengar pujian-pujian itu.
"Eh? Ah ya ... Aku juga masih kadet, jadi tidak mungkin aku mengajari kalian."
Bukan tak mau tetapi ia tidak bisa melakukan hal itu demi menghormati Belial yang sudah menjadi pelatih mereka, meski itu harus membuat wajah mereka yang kecewa terpampang dengan jelas.
"Ka--kalau begitu, maukah kamu makan malam dengan ku?"
"Eh?"
"Hah!? A--aku yang berniat mengajaknya lebih dulu!"
"Apa? Kalian memiliki niat seperti itu!? Kalau begitu aku juga!"
Dibalik wajah memelas mereka terdapat niat yang begitu licik yang tersembunyi, semua itu hanyalah alasan mereka agar bisa mengajak Edward untuk melakukan hal lain.
Berniat Edward meminta pertolongan ke kedua temannya, namun Retto bersama Ivaldi yang sudah terbangun sudah berjalan menjauhi tempat itu.
"Tu--tunggu kalian!"
"Sampai nanti tuan populer, kami akan kembali ke kamar. Nikmati kepopuleranmu sekarang."
Dirinya menjauh dengan perasaan iri juga jengkel kepada Edward yang lagi-lagi di dekati oleh perempuan, setelah sebelumnya juga begitu saat bertemu dengan Scintia dan Fornelia.
Belial dari balik jendela hanya menatap sambil tersenyum tipis melihat sang Kaisar yang tengah kerepotan dengan gadis-gadis kadet. Kemudian ia berbicara dengan sendirinya.
"Apakah kedamaian ini yang anda inginkan, paduka Void?"
To be continue