Cowok Hamil

Ke kepoan Heru



Ke kepoan Heru

0Setelah memarkirkan mobil milik Heru di area parkir sekolah, Jamal berjalan melewati koridor, menuju ke kelas 10-z, kelas dimana remaja itu belajar. Sekedar informasi, sebenarnya jumlah kelas sepuluh di SMA Global, tidak sampai pada huruf 'Z', itu hanya sebutan dari para siswa lantaran penghuni kelas tersebut di dominasi sama anak-anak yang tidak pintar.     

Meskipun masih banyak luka di wajah dan beberpa bagian tubuhnya, tapi hari ini Jamal tetap berangkat ke sekolah. Selain ia harus mengembalikan mobil kepada Heru, remaja Jamal juga ingin tahu nasip teman-temannya setelah perkelahian kemarin.     

Semenatara Rio, hari ini ia sudah mulai meliburkan diri--istirahat di rumah menjaga kandungannya. Lalu atas keinginan Jamal, akhirnya Ibu Hartati yang meminta ijin kepada pihak sekolah.     

Tadinya Jamal dan ibu Hartati berencana untuk berangkat bersama-sama. Tapi karena Rio melarang dengan alasan tidak ingin teman-temannya curiga, akhirnya ibu Hartai dan Jamal memutuskan untuk berangkat sendiri-sendiri.     

Ngomong-ngomong kalau dengan ibu Hartati, Jamal merasa sungkan dan tidak berani berbicara ketus. Berbeda kalau dengan ibu Marta, Jamal malah suka membangkang. Entahlah, sikap sederhana wanita itu sukes membuat Jamal hormat. Mungkin karena nalurinya menyadari, kalau ibu Hartati adalah mertuanya.     

Sesampainya di depan kelas, Jamal mengurungkan niatnya yang akan masuk ke dalamnya. Secara tidak sengaja ia melihat Heru sedang berjalan sendirian di koridor sekolah.     

Sama seperti Jamal Heru juga baru tiba di sekolah.     

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Jamal memutuskan menghampiri Heru, untuk memberikan kunci mobil padanya.     

Beberapa saat kemudian langkah cepat Jamal berhasil membawanya sampai ke hadapan Heru.     

"Nih kunci mobil lu," ketus Jamal sambil mengacungkan kunci mobil ke arah Heru.     

Heru yang masih terkejut dengan kehadiran Jamal yang tiba-tiba, nampak ragu mengambil kunci yang terulur padanya.     

Jamal memutar bola matanya. Tenpa permisi remaja itu meraih pergelangan Heru, lalu meletakan kunci mobil di telapak tangannya. "Mana kunci motor gue?" Ucap Jamal setelah kunci mobil sudah berada di genggaman Heru.     

Kemarin, sebelum keluar dari area parkir, Jamal memang sempat melempar kunci motornya kepada Heru yang kebetulan akan masuk ke sekolah.     

"Oh iya bentar," Heru terlihat buru-buru merogoh saku celana abu-abunya guna mengambil kunci moto, milik Jamal, yang ia simpan di sana. Setelah mendapatkan kunci tersebut, Heru langsung memberikan kepada sang pemiliknya. "Tank's ya, Jems..." Ucap Heru Sambil mengulurkan kunci tersebut.     

Jangan menunggu balasaan ucapan terima kasih dari Jamal. Percuma! Karena itu akan sia-sia. Ucapan terima kasih tidak akan pernah terlontar dari mulut Jamal, untuk Heru.     

"Hem..." ketus Jamal.     

Secara kasar cowok itu menyambar kunci motor dari tangan Heru. Setelah memasukan kunci itu kedalam kantung bajunya, Jamal melenggang pergi meninggalkan Heru. Tanpa kata.     

"Huhf..." Heru menghela napas. Ia harus bersabar menghadapi manusia seperti Jamal. Karena kalau tidak urusan akan menjadi panjang.     

"Eh, Jems...! Tunggu!"     

Setelah beberapa saat berpikir dan menimbang, akhirnya Haru nekat memanggil cowok itu, hingga menghentikan langkahnya.     

Heru berjalan tergesa mendekati Jamal, setelah mengetahui kalau Jamal sudah berbalik badan, menghadap ke arahnya.     

"S-sory," ucap Heru setelah ia sudah sampai di hadapan Jamal. Wajah songong Jamal membuat Heru manjadi sedikit gugup. "Gue cuma mau bilang makasih."     

"Makasih? Buat apa?!" Ketus Jamal. "Tadi kan udah?"     

Melipat kedua tangannya di dada, sorot mata Jamal menatap heran ke arah Heru.     

"Makasih soalnya kemaren lu udah nolongin Rio." Meski masih ada rasa gugup, tapi Heru berusaha bersikap tenang dan tersenyum, walau tipis.     

Terima kasih sudah menolong Rio? Barusan Jamal tidak salah dengar kan? Apa-apaan ini? Kenapa malah jadi Heru yang mengucapkan terima kasih padanya? Bukankah memang harusnya seperti itu, sudah menjadi kewajiban Jamal untuk menyelamatkan Rio. Jamal sudah menikah dengan Rio, apalagi Rio juga sedang mengandung anaknya. Tentu saja sudah menjadi tanggung jawab Jamal untuk menolongnya. Kenapa malah Heru berterima kasih? Entahlah, Jamal merasa tidak suka dengan ucapan terimakasih yang disampaikan oleh Heru barusan. Apalagi ucapan itu mengatasnamakan Rio.     

Kedua alis Jamal menyatu, matanya menyipit menatap kesal ke arah Heru. "Kok lu yang bilang makasih?" Nada suara Jamal terdengar menyelidiki.     

Pertanyaan Jamal tentu saja membuat Heru semakin bertambah gugup. Ia juga merasa aneh, kenapa harus menyampaikan itu kepada Jamal. Kalau Jamal menaruh curiga bahwa selama ini diam-diam Heru telah jatuh hati kepada Rio kan bisa bahaya. Tentu saja Heru juga tidak ingin jati dirinya diketahui teman sekolah. Heru merutuki dirinya sendiri akibat kebodohannya. Remaja itu terdiam sambil memikirkan alasan yang tepat untuk Jamal.     

"Ya, dia kan temen gue. Nggak ada salahnya kan gue juga bilang makasih ama lu." Akhirnya Heru bisa menemukan alasan yang tepat. Semoga saja Jamal tidak curiga.     

"Ooh..." sahut Jamal ketus. Kemudian tanpa kata, remaja itu memutar tubuhnya, berniat meninggalkan Heru.     

"Eh Jems, tapi Rio baik-baik aja kan?"     

Pertanyaan Heru membuat Jamal menghentiak langkah. Ia memutar tubuhnya, kembali berhadapan dengan Heru. Kedua alisanya semakin menyatu menatap selidik ke arah remaja itu.     

"Lu kuatir ama dia?" Ketus Jamal.     

"Sebagai temen gue khawatir," aku Heru di tengah rasa gugupnya.     

Aneh, kenapa Jamal tidak percaya dengan pernyataan Heru yang mengatasnamakan teman? Jamal mencium aroma lebih dari sekedar teman. Atau mungkin itu hanya perasaan Jamal saja? Entahlah. Jamal sendiri merasa bingung, kenapa ia jadi begitu sangat perduli dengan hal itu.     

"Nggak usah kutir, Dia baik-baik aja," jawab Jamal. Sorot matanya masih bertahan dengan tatapan penuh selidiknya. "Jatuh dikit mah nggak apa-apa, anak cowok ini." Bohong Jamal, padahal sebenarnya ia sangat khawatir saat itu.     

Meski nada bicara Jamal terdengar ketus dan menyebalkan, tapi Heru cukup legah mendengarnya. "Syukur deh, kalo Rio baik-baik aja. Sekali lagi makasih ya."     

Astaga! Terima kasih lagi? Heru hampir saja membuat kesabaran Jamal habis. Jamal benar-benar merasa gondok, hingga ia malas untuk menjawabnya.     

"-ohiya, kemaren gue pake motor lu ke rumah Rio. Tadinya gue pikir lu ada di sana jadi bisa sekalian nuker mobil. Tapi lu nggak ada trus Rio juga nggak ada. Emang lu bawa kemana Rio nya? gue ama teman-teman pengen negokin dia."     

Fix! Heru dalam bahaya lantaran sudah membuat Jamal kesal dengan berbagaimacam ke kepoannya. Di tambah lagi dengan ucapan terimakasih yang masih mengganjal di hati Jamal.     

"Lu jadi anak kepo amat sih?! Huh!" Bentak Jamal. Kedua tangannya di dada kini berpindah ke bangian pinggang. Aura marah tergambar jelas di raut wajahnya.     

Hal itu juga membuat perhatian siswa-siswa lain jadi tertuju ke arah mereka.     

"-gue nggak tau dimana dia! Yang jelas gue udah anterin dia pulang ke rumahnya. Lu nggak usah tanya-tanya lagi soal dia ke gue! Ngerti!" Jangan lupakan dengan nada bicara Jamal yang selalu tegas dan lantang. Hal itu semakin membuat siswa lain merasa heran, atau lebih tepatnya penasaran.     

Setelah menyampaikan itu, Jamal memutar tubuhnya, lalu dengan perasaan kesal, Jamal berjalan cepat ke arah kelasnya--meninggalkan Heru yang sedang menatapnya heran.     

"Apa liat-liat?" bentak Jamal kepada para siswa yang memperhatikan dirinya.     

Heru menghela napas panjang, menatap punggung Jamal yang semakin menjauh. "Gue kan nanya baik-baik. Tinggal jawab baik-baik apa susahnya sih? nggak bisa ya, kalau enggak ngegas." Heru mendengkus kesal. Kemudian ia memutar tubuh, melanjutkan perjalanan menuju ke kelasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.