Harus berubah {1}
Harus berubah {1}
Sekedar informasi, sekarang Rio sudah mempunyai banyak kaus yang berukuran besar. Setelah insiden daster beberapa hari lalu, Jamal terpaksa kembali lagi ke mall untuk membelikan kaus yang berukuran besar.
Meskipun waktu itu Jamal masih merasa lelah, tapi lantaran tidak ingin melihat Rio marah-marah, Jamal langsung pergi lagi ke mall. Tidak tanggung-tanggung, Jamal tidak hanya membeli beberapa potong kaus saja. Tapi ia memborong beberapa kodi, kaus berukuran jumbo berikut celana kolornya.
Makanya malam ini Rio sudah memakai kaus yang berukuran Jumbo. Tapi lantaran perutnya sudah bertambah besar, sehingga bentuk perutnya yang gendut masih dapat terlihat jelas.
Setelah meletakan susu di atas meja kecil, Rio berjalan ke tepi ranjang lalu mendudukan dirinya di sana. Bertepatan dengan itu, terlihat Jamal baru saja masuk ke dalam kamar. Dilihat dari rambutnya yang masih basah dan hanya memakai handuk yang melilit dibagian pinggangnya, sepertinya Jamal baru saja selesai mandi.
"Jamal!" panggil Rio kemudian.
"Hem..." sahut Jamal sambil memakai celana dalam-dengan keadaan handuk yang masih menutupi area pribadinya.
Ngomong-ngomong Jamal sudah tidak kesal atau protes lagi, dengan kebiasaan Rio yang tidak mau memanggilnya 'Jems'. Ia sudah mulai terbiasa dan bahkan merasa nyaman kalau Rio memanggilnya 'Jamal'. Entahlah.
"Lu ada tugas sekolah nggak?" Tanya Rio sambil melihat Jamal yang sedang memakai kaus dan celana kolor.
"Nggak ada!" Jawab Jamal berbohong. Ia hanya ingin menghindar. Atau lebih tepatnya tidak mau Rio menjadi guru privatenya.
Sejak Rio menyatakan kesiapannya untuk menjadi guru private bagi Jamal, sampai detik ini, hal itu belum pernah terealisasi. Ada saja alasan yang dibuat Jamal supaya bisa menghindar dari Rio. Bahkan sampai saat ini Rio sama sekali belum pernah melihat buku-buku pelajaran milik Jamal.
Semua buku catatan pelajaran Jamal juga disimpan di lemari lalu dikunci, rapat-rapat. Jamal tidak pernah meninggalkan kunci lemarinya di sembarang tempat. Remaja itu tidak ingin kalau Rio diam-diam melihat buku catatan miliknya.
"Bohong!"
Mengabaikan kata-kata Rio, Jamal berjalan dengan gagahnya, ke arah ranjang sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk, lalu melempar handuk itu kemana saja.
Setelah selesai mandi malam, Jamal terlihat sangat segar. Ditambah dengan keadaan rambut yang masih semi basah, membuat wajahnya jadi terlihat berseri.
"Coba gue pingin lihat buku lu," pinta Rio setelah Jamal naik ke atas kasur, lalu menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
"Buat apaan sih? Dibilangin nggak ada tugas juga, ngeyel!" Ketus Jamal. Kemudian ia mengambil HP yang ia taruh di atas bantal. Setelah menekan tombol power, Jamal mencari aplikasi game online pada layar HPnya.
Beberapa hari ini Jamal sudah mulai kecanduan main game online. Tepatnya setelah Jamal menepati janjinya kepada Rio; bawah ia tidak akan main atau nongkrong bersama teman-temannya, dan akan selalu menemani Rio. Untuk sekedar menghilangkan rasa bosan, makanya Jamal memanfaatkan waktunya untuk bermain game. Tapi yang ada, ia malah menjadi kecanduan.
Melihat kelakukan Jamal, Rio mendengkus lalu memutar bola matanya malas. Kemudian secara tidak sengaja ia melihat tas milik Jamal masih tercantol di balik pintu.
Sambil memegangi perutnya, secara perlahan dan penuh hati-hati, Rio berdiri dari duduknya. Ia berjalan ke arah pintu guna mengambil tas Jamal, tanpa meminta ijin kepada sang pemiliknya.
Namun sayang, ternyata pergerakan Rio dapat tercium dan dicurigai oleh Jamal. Ia buru-buru loncat dari tempat tidur, lalu berjalan cepat mendahului Rio yang sudah hampir sampai di dekat pintu. Tempat dimana Jamal menggantungkan tasnya.
Tentu saja kondisi Rio yang tengah hamil tidak akan mampu mengimbangi gesitnya Jamal. Rio kalah cepat.
Sesampainya di dekat pintu, Jamal langsung mengambil tas sekolahnya, lalu memeluk tas itu dengan erat, layaknya anak kecil yang mainannya akan direbut oleh temannya.
"Lu mau ngambil tas gue kan?" Tebak Jamal. Ia sudah berdiri tepat di hadapan Rio. Kemudian Jamal mengacungkan telunjuknya ke arah Rio lalu menggerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri, seraya berkta, "no... no... no... no... no... nggak akan bisa!"
Kelakukan songong Jamal membuat Rio mendengkus kesal, lalu memutar bola matanya, jengah. Tapi kali ini Rio tidak mau menyerah hanya sampai di situ saja. Malam ini Jamal harus mau belajar, dengan ia sebagai guru private nya. Mau bagaimana lagi? Ia sudah terlanjur berjanji dan mendapatkan pujian dari mertuanya. Walaupun sedikit terlambat, tapi setidaknya ia masih punya banyak waktu.
"Lu kenapa sih Mal? Berat banget cuma disuruh belajar doang." Ucap Rio selembut mungkin.
Menghadapi manusia seperti Jamal memang harus dengan cara lembut, meski sebenarnya Rio sangat malas bersikap lembut pada Jamal.
"Ogah!" serga Jamal. "Gue males kalau lu yang ngajarin!" ungkapnya.
Jamal menjauhkan tas yang sedang ia peluk, lantaran Rio hendak berusaha merampasnya.
Sebenarnya bukan tanpa alasan kenapa ia menolak Rio mengajari dirinya. Selain gangsi, masih banyak lagi alasan yang membuat Jamal tidak berminat didik oleh Rio.
Menarik napas dalam-dalam, kemudian Rio hembuskan secara perlahan. Sabar! Yah hanya itu yang perlu Rio lakukan, sambil memikirkan cara supaya bisa membujuk Jamal.
"Emang kenapa kalo gue yang ngajarin? Lu ragu sama kemampuan gue? Apa perlu gue kasih tau piagam-piagam penghargaan yang gue dapet? Apa perlu gue kasih tau nilai-nilai rapot gue?"
Bukannya Rio sombong. Tapi ia memang harus melakukan itu supaya Jamal merasa yakin kalau ia benar-benar mampu menjadi guru private Jamal. Toh, sebelumnya ia juga mempunyai banyak anak didik di rumahnya.
"Nggak perlu!" tolak Jamal. "Gue percaya kok, gue males aja kalau lu yang ngajarin."
"Tapi nyatanya, lu juga nggak mau belajar ama siapa pun! Iya kan?" Tandas Rio. Kemudian Rio menghela napas singkat sebelum akhirnya melanjutkan. "Udah deh Mal, sampe kapan lu mau males-malesan terus. Lu harus berubah mulai dari sekarang!"
Jamal terdiam, sambil memikirkan kata-kata Rio barusan. Sementara sorot matanya menatap selidik ke wajah Rio. "Lu-lu peduli ama gue?"
"Demi mama, demi perusahaan papa lu nanti, gue peduli!" Tegas Rio.
Anehnya, Kenapa jawaban Rio membuat Jamal merasa kecewa, dan malah semakin tidak bersemangat untuk belajar? Entahlah, Jamal sangat ingin mendengar Rio menjawab 'iya' tanpa embel-embel apapun.
"-demi anak lu juga." Lanjut Rio sambil mengusap lembut perutnya yang gendut.
"Lho... kok demi anak gue?" Heran Jamal. "Apa hubungannya?"
Lagi-lagi Jamal membuat Rio harus memutar bola matanya malas. Tapi tunggu dulu! Tiba-tiba saja Rio terdiam. Sepertinya ia sudah melupakan sesuatu yang bisa membuat Jamal mau melakukan apapun.