Cowok Hamil

SMA Global Kehilangan Rio



SMA Global Kehilangan Rio

1SMA GLOBAL. Merupakan Sekolah paling elit diantara sekolah-sekolah yang lainnya. Sekedar mengingatkan dan jangan dilupakan, kalau sekolah bertaraf internasional tersebut, berdiri di atas tanah milik keluarga Wiratama. Karena alasan itu juga yang membuat Jamal menjadi disegani, atau lebih tepatnya ditakuti oleh semua siswa yang bersekolah di sana--selain dari sifat Jamal yang brutal, dan tidak mempunyai rasa takut kepada siapapun.     

Dari luar, suasana di SMA GLOBAL terlihat biasa saja, tenang dan juga damai. Aktifitas para siswa di sekolah itu juga berjalan normal, dengan semestinya. Semua berjalan layaknya sekolah-sekolah seperti pada umumnya.     

Tapi siapa sangka? kalau para murid-murid di SMA GLOBAL, ternyata sedang menyimpan banyak tanya. Pasalnya salah satu siswa paling berprestasi dan sekaligus menjabat sebagai ketua OSIS, sudah tidak pernah lagi masuk sekolah selama beberapa bulan. Bahkan keberadaan nya juga tidak ada satupun yang mengetahui.     

'Rio seperti hilang ditelan bumi'. Kalimat itu hampir setiap hari keluar dari mulut-mulut para siswa di SMA global.     

Siapa sih murid SMA global yang tidak kenal sama Rio?     

Hampir semua murid di SMA global sangat mengenali sosok Rio. Selain wajahnya yang ganteng, otaknya yang cerdas, dan jabatan ketua OSIS--menjadi pelengkap, yang membuat sosok Rio dikenali banyak siswa.     

Hampir setiap hari mereka--para siswa, selalu membicarakan tentang lenyapnya Rio yang secara tiba-tiba. Banyak sekali yang merasa bersedih, karena sudah kehilangan sosok Rio. Terutama teman-teman yang masih satu kelas dan juga teman terdekat Rio. Hampir setiap hari mereka membicarakan tentang dimana keberadaan Rio sekarang.     

Memang, beberapa siswa sempat menanyakan soal hilangnya Rio kepada para guru, bahkan kepala sekolah. Namun sayang, mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.     

Bapak Wiratama dan ibu Marta memang sudah mengunci mulut kepala sekolah, supaya tidak membicarakan atau membahas tentang keluarnya Rio dari SMA global tersebut. Meski sempat heran dan bingung--karena tidak diberi tahu alasan yang pasti, namun kepala sekolah tetap menuruti permintaan bapak Wiratama dan ibu Marta.     

Terkadang uang memang berkuasa.     

Seperti biasa, saat istirahat suasana kantin selalu dipenuhi siswa dan siswi berseragam putih abu-abu. Tujuan mereka datang ketempat itu tidak lain hanya untuk menghabiskan uang jajan, sambil bergosip ria.     

"Gue penasaran banget, sebenernya Rio itu kemana sih?" Ucap Indah sambil mengaduk-aduk jus alpukat menggunakan sedotan. Wajahnya terlihat sangat murung dan tidak bersemangat.     

Seperti biasa Indah sedang berkumpul bersama anak-anak yang paling berprestasi di SMA global, diantaranya; ada Heru, Irawan, Samsul dan juga beberapa teman lainnya. Semenjak tidak ada Rio, Indah merasa seperti ada yang hilang dalam hidupnya. Sangat hampa.     

"-Wan, lu beneran nggak tau dimana dia?" Lanjut Indah bertanya.     

"Ya-elah, ngapain juga gue bohong! Sebagai temen gue juga ngerasa kehilangan." Balas Irawan.     

"Apalagi gue..."  imbuh Heru. Namun kalimat itu hanya berani ia ucapkan di dalam hatinya.     

"Gue khawatir sama dia. Dia itu lagi sakit apa gimana sih? Nomor handphone nya juga nggak pernah aktif." Indah menghela napas untuk menghilangkan rasa sesak di dada, sebelum akhirnya ia melanjutkan kalimatnya. "Dia tega banget ama gue, dia kan belum sempet nembak gue." Indah mengambil selembar tisue yang tergeletak di atas meja. Menggunakan tisue tersebut, gadis itu mengusap butiran air yang akan menetes di pelupuk mata nya.     

"Udah deh Nda, nggak usah derama..." Samsul memutar bola matanya malas, lalu menatap sebal ke arah Indah. "Lagian walaupun masih ada Rio juga belum tentu dia nembak, lu." ucapnya sinis.     

"Tapi gue yakin banget Rio suka sama gue," sambar Indah. "Kalian ingetkan waktu dia minta nasi uduk bekasan gue?" Indah menatap teman-temannya satu persatu. Ia berusaha mengingatkan mereka untuk meyakinkan bahwa Rio benar-benar menyukai dirinya. "Itu salah satu bukti kalau dia suka ama gue! Cuma dia itu gengsi. Rio tuh type cowok dingin yang suka nyimpen perasaan."     

"Indaaaaah....!! plis bangun dari tidur elu, dan berhenti bermimpi!" Lagi-lagi Samsul harus memutar bola matanya, lantaran jengah dengan Indah yang mengambil kesimpulan seenak jidatnya. "Lu ingetkan kita sering makan bakso satu mangkok berdua? Gue juga sering minta es krim bekasan elu! Tapi gue nggak suka tuh sama elu." Tandas Samsul yang membuat beberapa temanya jadi tergelak.     

"Ah, bencong! Itukan beda. Masak ia lu suka ama gue. Emangnya lu lesbi?"     

Jangan salahkan Indah menyebut Samsul 'lesbi' kalau menyuaki dirinya. Karena meskipun jenis kelamin Samsul itu laki-laki, tapi Samsul menganggap dirinya mahluk perempuan yang paling cantik sedunia.     

Indah mendengkus kesal, kemudian ia menghentak-hentakkan kedua kakinya ke lantai dengan mode manja, seraya berkata, "aah... pokoknya gue nggak mau tau, kita harus nyari Rio sampe ketemu. Titik!"     

"Iya tapi musti nyari kemana lagi? Keluarganya aja nggak bisa ngasih informasi apa-apa." Ucap Irawan putus asa.     

Irawan dan teman-temannya benar-benar merasa sangat kehilangan Rio. Bahkan mereka kerap kali datang ke rumah Rio untuk sekedar menanyakan kabar dan dimana keberadaannya. Tapi sayang, ibu Hartati hanya memberitahu kalau Rio sudah pindah sekolah dan tinggal bersama sodaranya diluar kota.     

"Gue curiga deh, jangan-jangan Rio diculik ama sih Jems," celetuk Samsul yang membuat teman-temannya langsung fokus menatap dirinya. "Soalnya terakhir gue liat Rio tuh pas si Jems bopong dia, waktu Rio habis jatuh. Besoknya Rio nggak masuk sekolah, sampe sekarang kan?"     

Indah dan teman-temannya terdiam, menatap serius ke arah Samsul, sambil memikirkan kesimpulan dari laki-laki gemulai itu.     

"Ada benernya juga sih," celetuk salah satu teman yang lain. "Selama ini Rio kan musuh bebuyutannya si Jems. Dan satu-satunya anak yang enggak pernah takut sama sih Jems itu cuma Rio. Kali aja si Jems dendam, terus nyulik dia."     

"Duh... Jadi enggak sabar nunggu giliran diculik sama sih Jems," cletuk Samsul yang membuat teman-temannya menjadi geram. Rasanya mereka sangat ingin memasukan Samsul ke kandang buaya.     

"Enggak, Jems nggak nyulik Rio." Kata-kata Heru membuat seluruh pasang mata, kini beralih menatap dirinya. "Gue pernah nemuin dia di rumah sodaranya. Dia baik-baik aja, dia juga bilang ke gue katanya besok masuk sekolah__"     

"What? Jadi lu tau rumah sodaranya Rio? Kok nggak bilang ke gue sih!" Sambar Indah memotong kalimat Heru. "Lu sering nemuin dia?"     

"Gue belum selesai ngomong, main potong aja." Protes Heru. "Gue cuman sekali ketemu ama dia, habis itu gue nggak pernah liat dia lagi. Beberapa kali gue ke rumah sodaranya lagi, tapi sepi. Gerbangnya aja di gembok terus."     

Setelah menyampaikan itu, Heru mendengkus sebal dengan tuduhan Indah padanya.     

"-jadi kesimpulannya nggak mungkin si Jems nyulik Rio." Lanjut Heru menjelaskan. "Walapun Jems bego, tapi kayaknya dia nggak akan bertindak bego deh!"     

BRAAK...!!!     

Suara gebrakan meja yang secara tiba-tiba, membuat Heru dan teman-temannya terjengkat kaget. Gebrakan yang sangat keras juga menumpahkan beberapa kuah bakso dan mie ayam yang sedang mereka santap.     

"Siapa yang tadi bilang gue bego!"     

Suara lantang dan tegas itu membuat Heru dan teman-temannya merunduk takut. Suara yang sudah sangat akrab di telinga mereka. Siapa lagi pemilik suara tersebut kalau bukan Jamaludin.     

"SIAPA?!" Murka Jamal sambil kembali menggebrak meja, membuat Heru dan yang lainnya semakin merundukkan kepalanya, takut.     

Terutama Heru. Ia sampai menelan ludahnya susah payah, dan tubuhnya menjadi gemetaran. Heru merutuki dirinya sendiri akibat kecerobohannya yang sudah menyebut Jamal bego. Lagi pula kenapa tiba-tiba ada Jamal sih? Padahal tadi ia tidak melihat ada Jamal di meja kekuasaannya.     

"Sory Jems, lu salah denger kali." Ucap Indah selembut mungkin. Ia melihat Heru terlihat sangat ketakutan, tentu saja sebagai teman, Indah tidak ingin melihat Heru celaka akibat dihajar sama Jamal. Oleh sebab itu ia berusaha untuk menutupi kesalahan temannya. "Mana mungkin sih Jems, kita berani bilang yakak gitu sama elu."     

Bola mata Jamal melebar, dengan raut wajah yang marah ia menatap satu persatu Indah dan teman-temannya. Tidak ada satupun yang berani mengangkat wajahnya, untuk sekedar menatap sosok Jamal.     

"B-beneran kok Jems, nggak ada yang ngatain lu," imbuh Samsul mencoba meyakinkan Jamal. "Plis Jems, jangan bikin keributan. Kita-kita lagi sedih karena kehilangan Rio."     

Mendengar nama Rio disebut, raut wajah Jamal yang mulanya terlihat sangat marah, lambat laun berubah menjadi datar. Ia jadi teringat akan pesan Rio yang melarangnya agar tidak menyakiti teman-temannya.     

"Oke, tapi kalau sampe gue denger kalian ngomongin gue di belakang, gue potong lidah kalian!"     

Ancaman dari Jamal membuat teman-teman Rio semakin merunduk, takut. Terutama Heru, ia hampir pingsan lantaran tubuhnya yang terasa gemetaran.     

Entahlah, Jamal merasa sangat murka dan tidak suka jika ada orang lain yang menyebut dirinya bego. Tapi anehnya, jika Rio yang mengatakan dirinya bego, justru malah terdengar sangat indah di telinganya. Padahal kata yang disebut itu sama 'bego'. Makna dan artinya juga sama. Tapi bagi Jamal rasanya sangat berbeda.     

Hanya Rio saja yang boleh menyebut Jamal bego. Bukan orang lain.     

"I-Iya, Jems," lirih Indah dan teman-temannya secara bersamaan.     

"Satu lagi, kalian jangan pernah sebut nama Rio di sekolah ini! Kalau sampe gue denger kalian sebut nama Rio... " menggunakan telapak tangan, Jamal menggaris lehernya sendiri, seolah-olah sedang menggoroknya. "Gue potong leher kalian."     

BRAK!!     

Jamal kembali mendobrak meja__membuat Heru dan yang lainnya kembali terjengkat kaget. Setelah itu, ia berlalu meninggalkan mereka--yang langsung menghembuskan napas legah. Di ikuti anggota genk, yang mengekor di belakang Jamal. Sepertinya Jamal sudah kehilangan mood untuk menghabiskan uang jajannya di kantin.     

Anehnya ditengah perjalanan menuju ke kelas, kenapa tiba-tiba saja wajah Rio melintas di benaknya? Parahnya hal itu membuat dirinya jadi mendadak kangen. Ia ingin bertemu dengan Rio, lalu mengusap-usap perut yang masih mengandung anaknya.     

"Jems, lu mau kemana?" Heran Andika saat melihat Jamal berjalan ke arah parkiran.     

"Pulang!" Sahut Jamal tanpa menoleh ke arah belakang. "Jagain tas gue!"     

Andika dan yang lain menggeleng bingung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.