Spesial Chap {Konsultasi}
Spesial Chap {Konsultasi}
Setelah melakukan beberapa obrolan yang membuat dokter Mirna sempat terkekeh geli, akhirnya dokter Mirna bersedia memeriksa perut Jamal, melalui jalur USG.
Wajah Jamal terlihat tidak sabar, saat melihat dokter Mirna sedang berjalan ke arah kursinya sambil membawa hasil pemeriksaan yang baru saja ia lakukan pada perut Jamal. Cowok semakin tidak sabar saat dokter Mirna sudah menjatuhkan pantatnya di kursi putarnya.
"Jadi gimana dok, apa aku juga punya rahim?" Tanya Jamal kepada dokter Mirna yang sekarang sudah resmi menjadi dokter pribadi keluarga Wiratama.
Jamal terlihat cemas saat menunggu jawaban dari dokter Mirna. Rona wajahnya bersemu merah ketika melihat dokter Mirna sedang terkekeh, sambil menutup mulutnya. Sepertinya Jamal sudah bisa menebak apa yang membuat dokter Mirna menertawakan dirinya.
Jamal mendengkus kesal, saat bayangan ngambek Rio tiba-tiba saja melintas di benaknya.
"Kan tadi saya sudah bilang sebelum kamu diperiksa. Nggak semua laki- laki bisa hamil. Mungkin juga cuma Rio satu-satunya. Jadi setelah tadi saya liat, kamu tidak punya rahim, Jems. Kamu laki-laki sejati."
Penjelasan dokter Mirna membuat Jamal menghembuskan napas lega. Pasalnya ia mempunyai perjanjian kepada Rio yang isinya; Rio baru akan mau diajak berhubungan badan kalau ia juga bisa berperan sebagai yang di atas atau mendominasi.
Lantaran takut dirinya nanti bisa hamil, makanya Jamal diam-diam, tanpa sepengetahuan Rio, memeriksakan diri kepada dokter Mirna. Dan sekarang setelah tahu kalau dirinya tidak bisa hamil, ia merasa sangat lega. Namun Jamal juga merasa takut membayangkan dirinya didominasi oleh Rio. Apa lagi ia pernah melihat milik Rio yang ukurannya di atas rata-rata. Jamal tidak bisa membayangkan kalau benda sebesar itu masuk ke dalam lubang miliknya.
Seperti apa coba sakitnya?
Sebagai laki-laki sejati, tentu saja Jamal juga tidak akan membiarkan siapa pun mendominasi dirinya. Namun sebagai pria yang sudah menikah dan berstatus sebagai suami ia juga butuh Rio untuk melayani dirinya di atas ranjang guna memenuhi kebutuhan biologisnya.
Tapi apa harus dengan cara menuruti syarat dari Rio dulu?
"-emangnya kenapa sih Jems, kamu sampe repot-repot tanya bisa hamil apa enggak?"
Pertanyaan dokter Mirna membuat Jamal merasa seperti tertohok. Ia terdiam sambil menelan ludahnya susah payah. Cowok itu bingung mau menjawab apa?
"Kamu kan suami, masak kalah sama istri." Sebagai seorang dokter, tentu saja wanita ber-jas putih itu bisa tahu alasan kenapa remaja di depannya ini, bisa sampai memeriksa perutnya, meskipun Jamal sendiri tidak mau menjawab pertanyaan dokter Mirna barusan.
Selain itu Dokter Mirna bisa menebak lantaran Jamal kemarin baru saja datang ke kliniknya guna menanyakan soal nifas yang dialami oleh Rio pasca operasi melahirkan. Dan sekarang Jamal sudah datang kembali untuk berkonsultasi, menanyakan tentang perutnya yang mempunyai rahim atau tidak. Dari situ tentu saja dokter Mirna sudah bisa mengambil kesimpulan.
Dugaan Jamal benar, ternyata dokter Mirna tahu apa yang di pikirkan oleh Jamal. Remaja yang sudah menjadi ayah itu mendadak jadi salah tingkah.
Untung saja, sebagai seorang dokter, wanita itu mempunyai cara supaya klien atau pasiennya bisa nyaman menceritakan tentang keluhannya. Walaupun yang sedang dikeluhkan oleh Jamal bukanlah semacam penyakit, tapi tetap saja intinya sama. Membuat nyaman klien.
"-apa Rio minta gantian?" lanjut dokter Mirna to the point.
Pertanyaan frontal dari dokter Mirna, sukses membuat Jamal tercengang. Cowok itu terdiam dan hanya bisa menelan ludahnya susah payah. Rona wajah Jamal langsung bersemu merah, juga terlihat gugup.
"I-iya dok. Eh bukan," ucap Jamal gugup.
Melihat gelagat Jamal, dokter Mirna mengusung senyum, wanita itu menghela napas lembut sebelum akhirnya berkata;
"Itu terserah kamu sih, Jems. Tapi kalau pasangan normalkan memang pihak wanita yang di dominasi oleh pihak laki-laki. Nah kalo kamu sama Rio kan sama-sama laki-laki, jadi mungkin Rio juga pengen menjadi yang di atas."
Jamal mengerutkan kening saat mendengar penuturan dari dokter Mirna. Konsultasi dan datang ke klinik dokter Mirna sepertinya bukan keputusan yang tepat. Yang ada justru malah membuat Jamal semakin bimbang.
Dokter Mirna juga terlalu egois menurut Jamal. Bagaimana tidak egois? Dokter Mirna begitu percaya diri mengambil kesimpulan, padahal Jamal sendiri belum menjawab pertanyaan-pertanyaan dokter Mirna. Walaupun itu benar, tapi tetap saja Jamal merasa kesal.
Selain itu tujuan Jamal datang ke klinik dokter Mirna hanya untuk memeriksa perutnya. Punya rahim atau tidak? Kenapa dokter Mirna malah jadi merembet kemana-mana?
"-kalo dipikir lagi, walaupun Rio laki-laki, dia itu kan punya rahim, Rio bisa hamil dan melahirkan. Jadi mungkin dia memang uda di takdirkan buat di dominasi." Lanjut dokter Mirna.
Jamal hanya tersenyum nyengir guna menanggapi kata-kata dokter Mirna. Cowok itu merasa sangat malas untuk menjawabnya.
"Tapi kalau kamu sayang sama Rio, pengen nyenengin dia, nggak ada salahnya juga kamu nurutin maunya dia. Kan biar adil. Kali aja, kamu pingin ngerasain seperti apa rasanya di dominasi."
Jamal menelan ludahnya susah payah saat mendengar ujung kalimat dari dokter Mirna.
Pingin merasakan di dominasi? Apa-apaan dokter Mirna ini. Asal saja kalau ngomong. Sayang sama Rio memang benar, tapi kalau untung di dominasi? Jamal harus berpikir seribu kali.
"Yaudah deh dok... saya permisi, terima kasih banyak."
Jamal sudah jengah mendengar penuturan dari dokter Mirna. Ternyata benar, dokter Mirna bukan solusi yang tepat. Pikir Jamal. Jamal harus buru- buru keluar dari ruangan dokter Mirna, sebelum ia dikorek lebih dalam lagi.
Tanpa mempedulikan dokter Mirna yang masih ingin menjelaskan, Jamal beranjak dari kursinya, lalu berjalan keluar ruangan dokter Mirna.
"Lho... Jems, saya belum selesai lho."
"Saya udah ngerti dok," sahut Jamal sambil membuka pintu ruangan. "Terimakasih."
Setelah menutup pintu ruangan dokter Mirna, Jamal berjalan tergesa sambil meluapkan kekesalannya kepada dokter Mirna, dengan mengumpat di dalam hati.
Dokter Mirna mengulas senyum sambil menggelang-gelengkan kepalanya. Yah memang repot kalau menjalain hubungan tapi semua egois, dan tidak ada yang mau mengelah.
Diatas motornya Jamal terdiam. Cowok berseragam putih abu-abu itu sedang memikirkan cara bagaimana supaya bisa membuat Rio mengerti.
"Huft," Jamal menghela setelah ia tidak menemukan ide apapun.
Jamal semakin bimbang dengan dua pilihan dalam dirinya. Antara bertahan dengan egois namun tidak akan mendapatkan apapun dari Rio, ataukah harus menjatuhkan harga dirinya sebagai laki-laki?
Sejujurnya pilihan yang kedua itu sangat berat. Jamal tidak akan pernah bisa melakukan itu. Tapi kalau tidak mau melakukannya, artinya cowok itu harus menerima konsekuensi dari pilihan yang pertama.
Memakai helm full facenya, lantas Jamal berlalu meninggalkan halaman klinik milik dokter Mirna.