Spesial Chap {Cemburu}
Spesial Chap {Cemburu}
Yah, mereka-- para siswi, memang selalu menunggu kedatangan Rio dan juga Jamal yang selalu mengantar. Mereka hanya ingin menikmati pemandangan indah-- di pagi hari, dari dua cowok tampan berbeda karakter.
"Pagi Ri..." sapa salah seorang cewek sambil memeluk lengan Rio, posesif.
Rio hanya tersenyum nyengir menanggapi cewek tersebut.
Berbeda dengan Jamal. Siswa itu langsung melebarkan mata ke arah Rio. Wajahnya terlihat angkuh pada saat melihat cewek tersebut memeluk lengan Rio.
Pemandangan menyebalkan itu hampir setiap pagi disuguhkan kepada Jamal. Membuat dirinya kesal dan hati menjadi terbakar api cemburu.
"Hi... Jems," beberapa siswi berjalan mendekati Jamal yang masih nangkring di atas motornya.
"Lu pindah sekolah sini aja napa Jems. Biar sekolah kita makin berwarna. Soalnya kan ada dua cogan di sekolah kita." Seorang siswi mencoba meraih pergelangan Jamal, namun sayang ia harus kecewa lantaran Jamal dengan kasar mengibaskan tangan cewek tersebut.
"Ih... sepupu lu kasar amat sih, Ri." Ujar cewek tersebut. "Untung ganteng."
Rio memang memberitahu teman-temannya kalau Jamal adalah sepupunya. Tidak mungkin sekali Rio mengatakan kalau sebenarnya-- Jamal adalah suaminya.
Mengabaikan cewek tersebut, Jamal menghidup mesin motornya. Cowok itu ingin segera meninggalkan halaman sekolah Rio.
"Huueeek."
"Eh, Ri... lu kenapa? Masuk angin."
Mendengar itu, Jamal buru-buru mematikan mesin motornya yang sudah menyala. Dengan tergesa-gesa, siswa itu turun dari motor, lalu berjalan cepat mendekati Rio yang sudah sampai di ambang pintu gerbang.
"Lu kenapa?" Panik Jamal sambil menarik bahu Rio, memutarnya hingga membuat Rio berhadapan dengannya.
"Nggak tau pusing gue." Telapak kiri Rio memijit pelipisnya-- menghilangkan rasa pusing yang melanda kepala. Sedangkan telapak kanan Rio menutupi mulutnya yang serasa ingin muntah.
"Masuk angin kali Ri," ujar salah seorang siswi sambil meraih pergelangan Rio. "Ke UKS aja yuk... biar diperiksa. Atau gue kerikin aja."
"Nggak perlu!" Ketus Jamal sambil menyingkirkan pergelangan cewek tersebut, yang belum sempat meraih tangan Rio. "Kita pulang!" Putus Jamal. Lantas menarik paksa lengan Rio-- menyertnya kembali ke arah motornya.
Rio hanya pasrah. Cowok itu sedang menikmati rasa pusing dan mual.
"Naik!" Perintah Jamal saat ia sudah berada di dekat motor. Ia buru-buru melangkahkan kakinya, naik ke atas motor, menyusul kemudian Rio juga naik lalu duduk membonceng di belakang Jamal.
Rasa pusing bercampur mual yang sedang melanda, membuat Rio tidak ingin berkomentar apa pun.
Beberapa saat kemudian, Jamal menghidupkan mesin motornya. Kemudian ia menarik handle gas-- membuat motornya bergerak maju meninggalkan pintu gerbang sekolah.
Sementara beberapa cewek tersebut hanya bisa pasrah--menatap kecewa ke arah Jamal dan Rio yang sudah semakin menjauh dari pandangan mereka.
~☆~
"Lu nggak bisa tegas dikit apa ama cewek yang deketin lu!" Omel Jamal ketika ia baru saja masuk ke dalam rumah. Setelah menutup pintu, Jamal berjalan mengekor di belakang Rio.
"-gue nggak suka lu di pegang-pegang ama orang. Emang lu nggak bisa nyingkirin mereka. Kayak gue dong! Tegas. Gue nggak pernah ngasih kesempatan orang buat berharap sama gue." Lanjut Jamal ditengah perjalanannya mengejar Rio.
Rio menghentikan perjalanannya. Rasa pusing di kepalanya semakin bertambah saat mendengar omelan dari Jamal. "Lu ngomong apaan sih, Mal? Pusing tau kepala gue."
"Pokoknya gue nggak suka lu dipegang-pegang orang lain!" Tegas Jamal. Kemudian matanya menyipit, menatap perut Rio seraya berkata, "moga- moga aja, lu benaran hamil."
Bola mata Rio melebar saat mendengar kata-kata Jamal barusan. "Enggak!" Rio memutar tubuhnya, lalu melanjutkan perjalanannya menuju kamar. Sementara Jamal mengekor di belakang.
Sebelum pulang ke rumah, Jamal lebih dulu membawa Rio ke klinik dokter Mirna-- untuk diperiksa. Cuma saat diperiksa ternyata Rio tidak sedang sakit. Setelah mendengar keluhan dari Rio-- sama persis ketika Rio hamil pertama, kemudian dokter Mirna memeriksa perut Rio dengan cara USG. Tapi setelah diperiksa tidak ada janin di dalam perut Rio.
Meski Rio merasa lega karena mungkin ia tidak hamil, tapi cowok itu juga merasa cemas. Pasalnya dokter Mirna memberi ia alat tes kehamilan. Dokter Mirna sempat mengatakan; 'usia kehamilan masih muda biasanya belum bisa di lihat melalui USG. Tapi dengan alat tes kehamilan, itu bisa langsung mengetahui apakah Rio benar-benar hamil atau tidak.'
Berbeda dengan Rio yang takut, Jamal justru malah merasa sangat senang jika Rio benar-benar hamil. Selain ia ingin mempunyai anak kembar dua cowok-- hadiah untuk Afkar yang sempat tertunda, Rio juga tidak akan masuk sekolah jika benar-benar hamil. Artinya tidak akan ada cewek-cewek yang menggoda dan menyentuh Rio.
~☆~
"Pa - Pi..." Rio membuka mulutnya dengan sangat pelan ia memberi contoh kepada Anum supaya bisa memanggilnya papi.
"Mom..." Sahut Anum dengan suara cadelnya.
Rio menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Cowok itu menatap frustrasi kepada Anum yang sangat sulit menyebut kata 'papi'. Tapi anehnya, Anum sudah lancar jika menyebut kata 'papa', jika sedang di hadapan Jamal.
"Ayo dong sayang, pa-pi, bukan moma." Rio tidak mau putus asa, ia terus berusaha membujuk Anum supaya memanggilnya papi
"Moma..."
Rio mendengkus kesal, menatap lelah kepada anak perempuannya.
Tanpa ia sadari, di ruangan berbeda, terlihat Jamal sedang terkekeh, sambil memegangi perut. Cowok itu sedang mengintip Rio dari balik pintu sambil mengawasi Cakra yang sedang tidur tengkurap di atas permadani, sambil memegangi mainannya. Akhirnya, ia berhasil membuat Anum supaya tetap memanggil Rio dengan sebutan Moma.
Setelah pulang dari klinik dokter Mirna, Rio dan Jamal sedang memanfaatkan waktu bolos mereka untuk bermain bersama kedua anaknya.
Jamal berdiri dari duduknya sambil membawa cakra di gendongannya. Kemudian ia berjalan ke ruang keluarga menghampiri Rio dan juga Anum.
"Udah sih, biarin aja orang masih kecil juga." Tegur Jamal saat ia sudah berada di dekat Rio. Cowok itu menjatuhkan pantatnya sambil mendudukkan Cakra bersama Anum.
Keduanya-- Cakra dan Anum langsung berebut mainan.
"Justru karena Anum masih kecil, harus diajari dari sekarang. Biar nggak kebiasaan. Lagian gue heran, kok bisa sih dia manggil gue moma." Ucap Rio sambil menatap frustrasi ke arah Anum. "Denger dari siapa coba?"
Jamal hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh Yo... lu udah kebelet pipis belum?" Jamal mencoba mengalihkan pembicaraan. Cowok itu tidak mau kalau lama-lama Rio akan curiga.
"Belum. Kenapa emangnya?" Heran Rio.
"Gue penasaran pingin tahu hasilnya."
Rio terdiam sambil membuang napas gusar. Sebenarnya ia merasa takut mengetahui hasilnya. Bagaimana tidak? Kalau ternyata ia benar hamil, artinya ia akan mengandung selama sembilan bulan. Bayangan menyedihkan saat mengandung Cakra dan Anum saja masih sangat segar di ingatannya. Cowok itu merasa belum siap.
Tapi Rio juga penasaran sama seperti Jamal.
Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan. Setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya hasrat ingin buang air kecil tiba-tiba muncul.
"Yaudah deh, gue coba." Putus Rio sambil berdiri dari duduknya.
"Gue ikut...!" Jamal juga berdiri dari duduknya tapi sebelum itu ia berpesan kepada Baby siter yang tengah duduk di sofa. "Jagain Cakra sama Anum sus."
"Baik tuan." Balas Baby siter tersebut.
Setelah menyampaikan itu, Jamal berjalan cepat--mengekor di belakang Rio.