Jauhi dia bansat
Jauhi dia bansat
Melihat itu, Jamal seperti mendapat kekuatan. Hingga akhirnya-
Begh!
-menggunakan lututnya, Jamal menendang kuat perut Anjas, membuat laki-laki itu membungkuk, meringis sambil memegangi perutnya.
Begh!
Thomas memberikan pukulan kuatnya di perut Jamal. Meski pukulan tersebut terasa sangat sakit namun Jamal berusaha mengabaikannya, lantaran ingin segera menyelamatkan Rio. Lantas-
Beg!
-Jamal membalas Thomas dengan memberikan tendangan kuat pada wajahnya. Hal itu ia lakukan pada saat melihat Thomas lengah, karena sedang membantu Anjas berdiri.
Tendangannya begitu kuat, sehingga membuat Thomas sampai terpental, jatuh terjengkang di lantai. Terlihat darah segar langsung mengalir di kedua lubang hidung laki-laki itu.
Abraham harus kembali menelan kecewa. laki-laki itu gagal lagi memasukkan miliknya ke lubang anus milik Rio. Detik berikutnya ia buru-buru memakai kembali pakaiannya saat melihat Jamal dengan arah wajah yang membunuh, sedang berjalan cepat menghampiri dirinya.
Yudis dan seorang preman terpaksa harus melepaskan cekalannya pada Rio, mereka akan membantu temannya untuk memberikan perlawanan kepada Jamal.
Tentu saja kesempatan itu dimanfaatkan oleh Rio, untuk mengambil celana kolornya, lalu buru-buru memakai kembali celana kolor tersebut.
Masih dengan rasa pusing yang melanda kepalanya, sambil memegangi perutnya yang gendut, Rio berusaha bangkit dari sofa dengan susah payah dan sangat hati-hati. Tanpa sengaja tiba-tiba ia melihat vas bunga di atas meja. Tanpa berpikir lagi, Rio mengambil vas tersebut. Secara kebetulan ia melihat Abraham--memunggungi dirinya sedang sibuk memakai celana dalamnya.
Dengan raut wajah penuh amarah, Rio mengayunkan tangan lalu-
Prak!
-ia memukul kuat kepala Abraham menggunakan vas bunga yang baru saja ia ambil. Hantaman yang sangat kuat menyebabkan Vas bunga tersebut langsung pecah berkeping-keping.
"Aaaaaaahkk....!" Teriak Abraham saat ia merasakan sakit yang luar biasa, hingga ia menjatuhkan kedua lututnya di lantai sambil memegangi kepalanya. "Bangsat!"
Rio menelan ludah, napasnya terdengar memburu melihat laki-laki itu terduduk di lantai. Amarahnya Rio kini juga sudah mencapai puncak, apa yang sudah dilakukan Abraham padanya membuat ia merasa tidak puas melihat laki-laki itu terluka hanya sampai di situ saja.
Rio menoleh, melihat meja kecil yang terbuat dari kaca. Seperti mendapat kiriman kekuatan entah dari mana, Rio mengangkat meja kecil terbuat dari kaca tersebut, lalu menjatuhkannya tepat di punggung Abraham.
Praaak.. !
Abraham kembali menjatuhkan tubuhnya, kala meja kaca tersebut menghantam tubuhnya. Bersama dengan itu, pecahan kaca berserakan di lantai, di sekitar laki-laki itu tersungkur.
Rio terdiam, punggungnya bergerak naik turun akibat napas yang semakin memburu. Ia menatap puas--tubuh Abraham yang sedang meringkuk, sambil merintih kesakitan dengan darah yang sudah mengalir di bagian kepala dan punggungnya.
Seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan, Rio menatap kedua telapak tangannya secara bergantian.
"RIO.. LARI!"
Rio tersentak sadar, saat telinganya mendengar suara Jamal meneriakkan namanya. Wajahnya berubah tegang melihat remaja itu tengah menarik pinggang preman, yang akan menghampiri dirinya.
Begh!
Cekalan Jamal terlepas ketika preman tersebut memukul wajah Jamal menggunakan sikutnya. Membuatnya terhuyung berjalan mundur hingga beberapa langkah. Menggunakan punggung tangan Jamal menyeka darah segar yang sudah mengalir dari lubang hidungnya.
Keberuntungan sedang tidak berpihak kepada Jamal, dari belakang ia sudah di sambut oleh Anjas yang sudah memeluknya pinggangnya dengan erat. Hal itu dimanfaatkan oleh Thomas untuk memukul perut Jamal.
Bugh!
Bugh!
"Riooo... lari cepat...!"
Meski rasa sakit di perutnya luar biasa, namun Jamal berusaha berteriak. Menggunakan sisa-sisa tenaganya ia meronta, agar terlepas dari cekalan Anjas.
"Cepat lari, Rio!!"
Tidak peduli dengan dirinya yang dalam bahaya, remaja Jamal menyuruh Rio meninggalkan tempat itu.
"Rio_!!"
Begh!!
Pukulan kuat pada perut yang dilakukan oleh Thomas membuat Jamal tidak mampu lagi melanjutkan teriakkannya.
Tidak hanya Thomas, seorang preman yang akan mendekati Rio, berbalik ke arah Jamal. Dengan wajah penuh dendam, ia berjalan cepat, dan ingin segera membalaskan dendam nya beberapa bulan lalu.
Rio terdiam berdiri mematung, ia bimbang, antara membantu Jamal atau bersembunyi untuk menyelamatkan diri dan bayinya. Melihat wajah Jamal yang sangat memprihatinkan, membuat ia tidak tega meninggalkan remaja itu.
"Rio lari..." perintah Jamal, kali ini suaranya terdengar lemah. Wajahnya yang terlihat babak belur menatap penuh harap, agar Rio cepat lari dari tempat itu.
Rio kembali terdiam, sambil menelan ludah. Namun-
Degh!
-ia tersentak kaget saat melihat Abraham sedang berusaha bangkit dengan susah payah. Akhirnya tanpa berpikir panjang lagi, meski ia sangat khawatir dengan keselamatan Jamal, namun Rio lebih memilih berlari, menyelamatkan diri dan kehamilannya, lantaran Abraham berusaha menangkapnya kembali.
"Berani sentuh dia, lu mati...!!" Ancam Jamal saat melihat Abraham sedang berusaha menangkap Rio yang sedang berlari ke arah kamar. "Lepasin gue anjeng!"
"Masih bisa teriak lu!" Ucap Tegar, kemudian ia kembali memberi pukulan di perut Jamal. "Masih bisa sombong lu..."
"Anjeng kalian semua, bangsat!!" Meski kondisinya sudah sangat lemah, dengan beberapa luka di wajah dan tubuhnya, namun Jamal sama sekali tidak mempunyai rasa takut. Bukan Jamal namanya kalau ia sampai memohon ampun kepada mereka. Yang ada, remaja itu malah semakin terlihat murka.
"Lu yang anjeeeng....!" Balas Thomas. "Penjahat kelamin bangsat!"
Beg!
Ia menambahkan pukulan kuatnya di perut Jamal, membuatnya membungkuk dan terbatuk.
Di tempat berbeda, akhirnya meski dengan susah payah, Rio berhasil menghindari kejaran Abraham, masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintunya rapat.
"Keluar lu bangsat!" Teriak Abraham dari luar kamar. "Lu udah bikin saya babak belur, jangan harap lu bisa lepas."
Brak... brak...!
Menggunakan punggungnya Rio mendorong pintu yang sedang berusaha didobrak oleh laki-laki bangsat di luar kamar. Setelah memastikan pintu kamar sudah terkunci rapat, Rio menyandarkan punggung, lalu merosot turun, menjatuhkan tubuhnya duduk menyandar pada pintu.
Tubuhnya mendadak gemetaran saat bayangan wajah Jamal yang penuh dengan luka, tiba-tiba saja melintas di benaknya.
Remaja benar-benar bingung, ingin keluar kamar menyelamatkan Jamal, namun bahaya juga sedang menunggunya di balik pintu. Bertahan dan bersembunyi saja di kamar, namun ia tidak tega mendengar teriakan Jamal yang sedang dihajar oleh pria-pria itu.
Selain itu kondisinya juga terasa sangat lemah, di tambah kepala yang masih pusing akibat tamparan keras beberapa kali dari Abraham.
Secara tidak sengaja Rio memegang hidungnya saat merasakan ada sesuatu yang sedang mengalir di sana. Rio menelan ludahnya susah payah setelah melihat dara di ujung jemarinya.
Rio memegang kepalanya, tiba-tiba saja rasa pusing kembali menyerang dan semakin terasa sangat sakit. Beberapa detik kemudian penglihatannya menjadi buram, volume teriakan Jamal juga terdengar mengecil. Lambat laun pandangannya yang buram berubah menjadi gelap, hingga akhirnya ia pun terduduk pingsan.