Kesepakatan
Kesepakatan
Mendengar kata itu sudah cukup membuat kepala Steve berdenyut sakit.
Ketika Damian memberikannya laporan itu, Steve merasa dunianya hancur berkeping-keping. Tidak pernah terbayangkan olehnya, dirinya yang sangat membenci tindakan berdasarkan insting itu, akan menjadi gila oleh godaan feromon hingga menghamili seseorang tanpa persetujuan maupun ikatan perasaan cinta. Apalagi, orang itu adalah half-beast!
Steve memijit pelipisnya tanpa bisa menghentikan dirinya untuk menghela napas. Ia mengangguk singkat seraya menyodorkan hasil pemeriksaan tubuh Ioan. Sebuah tulisan bercetak tebal dengan ukuran yang paling besar tertera jelas di sana, bahwa Ioan dinyatakan positif hamil.
Tubuh Ioan langsung lemas dan hampir jatuh dari kursi jika Damian tidak dengan sigap menyokongnya. Damian menyodorkan segelas air putih yang segera disambar Ioan dan diteguk habis tanpa menyisakan setetes air pun.
"I—ini…." Ioan tidak tahu harus berkomentar apa. Kata-katanya kembali tersendat.
Ia masih cukup muda dan selama ini belum pernah memiliki hubungan romantis dengan siapa pun. Lagipula, tidak ada yang menyukainya, bahkan kaumnya sendiri menghindari dan merendahkan dirinya.
Ia juga tidak pernah berharap untuk memiliki hubungan romantis dengan seseorang dan mimpinya adalah untuk hidup mandiri dengan kemampuannya sendiri. Jika ia akan memiliki hubungan romantis pun, itu akan terjadi setelah ia sudah cukup mapan dan ia akan memilihnya dengan seksama dan penuh kehati-hatian.
Tidak pernah terlintas di benaknya, bahwa ia akan hamil diluar nikah tanpa ada rasa, dan itu pun dengan incubus!
Keduanya dilanda keheningan cukup lama. Damian juga tidak mengatakan apa-apa karena ia tahu keduanya membutuhkan waktu untuk berpikir.
Setelah hampir satu jam berlalu, Steve yang sudah mempertimbangkan semua, akhirnya memecah keheningan.
"Untuk kesejahteraan kita berdua, pilihan terbaik adalah menggugurkan anak itu dan kembali seperti semula. Kita tidak akan berkontak lagi setelah itu. Bagaimana?"
Ioan refleks menyentuh perutnya yang masih kempes. Mimpinya memenuhi benaknya dan untuk mencapai itu, ia tidak ingin dibebankan oleh anak maupun tetek bengeknya.
Ragu-ragu, ia bertanya, "Apa kau akan mengkompensasiku dengan uang?"
Jika ia bisa mendapatkan sejumlah besar uang, ia bisa membeli pakaian yang lebih baik untuk memberi impresi yang lebih baik saat wawancara kerja. Tidak hanya itu, ia juga bisa menyewa tempat tinggal yang lebih layak.
Steve mengangguk tegas. "Tentu saja."
Ioan merasa bersalah terhadap anak ini tapi….
"Aku ingin menggugurkannya."
Steve menyipitkan matanya tajam dengan penuh selidik pada Ioan, mencari titik-titik kebohongan dari pria itu. Namun, sorot mata Ioan tegas dan penuh tekad.
Senyum tipis tersungging pada wajah Steve – entah mengapa Ioan merasakan kesinisan dari senyum itu.
"Baiklah. Sisanya kuserahkan padamu, Damian."
"Baik, Tuan."
Damian mengarahkan Ioan untuk menuju sebuah ruangan dan memberi pesan bahwa ia akan menyusul beberapa menit lagi. Setelah Ioan pergi, Damian kembali menutup pintu dan berbalik pada Steve, menatapnya nanar.
"Apa?"
"Aku tidak menyangka Anda adalah orang yang seperti ini. Menggugurkan kandungan?! Apa itu perkataan yang pantas diucapkan oleh dokter kandungan sepertimu?! Aku benar-benar sudah salah menilaimu."
Steve mengernyit tidak suka. Ia juga anti mengucapkan kata-kata itu tapi dalam kasusnya, mau tidak mau ia harus melakukannya, demi kelancaran projeknya di masa depan.
"Dan sekarang kau menyerahkan tugas itu kepadaku? Hah! Bagaimana jika kau saja yang melakukannya? Menjadi orang pertama yang merasakan bagaimana menggugurkan anak sendiri?"
BAM!
Steve menonjok meja dengan seluruh tenaganya. "Ucapanmu sudah kelewatan, Damian."
Damian tidak takut. Ia bahkan semakin marah dan keras. "Kelewatan?! Aku kembalikan kata-kata itu padamu! Entah itu karena kau curiga bahwa half-beast ini sudah sengaja menjebakmu atau tidak, kau tetap tidak memiliki hak untuk membunuh nyawa yang ada di dalamnya!"
Steve ingin membalas tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Ia tahu lebih dari siapapun bahwa apa yang akan ia lakukan sekarang adalah sesuatu yang tidak benar. Ia tahu itu tapi, jika kehamilan ini memasuki telinga para kepala keluarga, ia akan disulitkan!
Ini tidak boleh terjadi sebelum ia benar-benar menyelesaikan projeknya!
Pada akhirnya, ia hanya bisa mendecakkan lidah lalu keluar dari ruangan tanpa menghiraukan seruan Damian.
*****
Ioan duduk pada sofa empuk di sudut ruangan yang serba putih, lengkap dengan alat medis. Ruangan ini memiliki plakat bertuliskan Dokter Damian Pavel, sepertinya ruangan praktek pribadi dokter berambut putih itu.
Tangannya mengelus pelan perut yang tidak memiliki tanda-tanda layaknya orang hamil. Semakin ia mengelusnya, semakin kenyataan bahwa ia sedang hamil terasa tidak nyata. Jika dokumen yang menyatakan kehamilannya tidak sedang berada di dalam genggaman tangannya, ia mungkin mulai percaya bahwa ia telah berdelusi.
"Aku tidak bisa melahirkan anak ini," gumamnya pelan, seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusan untuk menggugurkan adalah yang terbaik.
Pintu ruangan terbuka, menarik Ioan kembali ke kenyataan. Pandangannya bertemu dengan sepasang mata merah gelap milik Damian.
Damian menyunggingkan sebuah senyum dingin seraya berjalan menuju meja prakteknya. Ia mengulurkan tangan pada kursi di seberang meja. "Silakan duduk di sini," ujarnya masih tersenyum tapi Ioan tahu itu tidaklah tulus.
Damian jelas-jelas membencinya walaupun Ioan tidak tahu apa alasan pastinya. Dugaannya adalah karena ia merupakan half-beast rendahan. Namun, ia tidak tahu bahwa apa yang membuat Damian membencinya adalah karena ia telah dengan begitu cepat dan tegas memutuskan untuk menggugurkan anak di dalam kandungannya.
"Untuk menggugurkan kandunganmu dibutuhkan beberapa waktu. Pertama, aku akan melakukan pemeriksaan menyeluruh terlebih dahulu. Hasilnya akan muncul sore ini dan untuk sementara ini, kau akan di rawat inap sambil menunggu."
Untuk melakukan pengguguran, seorang dokter harus melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mengidentifikasi kondisi tubuh orang tersebut. Apakah orang tersebut memiliki alergi? Bagaimana kondisi rahim dan sekitarnya? Dan masih banyak lagi. Hal ini dilakukan untuk memastikan keselamatan pasien.
Sementara untuk proses penggugurannya sendiri, Damian hanya mengetahuinya secara teori tapi ia tidak pernah membayangkan akan melakukan proses itu dengan tangannya sendiri.
"Ini."
Damian menyerahkan sebotol cairan kepada Ioan.
"Apa ini?"
"Ini adalah obat untuk menghentikan perkembangan janin. Kita belum tahu apakah anakmu incubus atau half-beast. Bayi incubus sangat cepat berkembang setiap harinya dan karena pengguguran tidak bisa dilakukan langsung hari ini, obat ini akan disuntikkan untuk mencegah pertumbuhan. Juga akan lebih mudah mengeluarkan janin berusia muda."
Ioan menerima botol kaca itu. Tepat ketika jari jemarinya menyentuh botol itu, ia baru menyadari bahwa tangannya gemetar hingga hampir menjatuhkannya. Untungnya, ia memiliki refleks yang baik.
Damian memperhatikan gerak-gerik Ioan. Mata merahnya berkilat misterius. 'Mungkin … masih ada harapan?'
"Maksudnya…," ucap Ioan setelah memutar-mutar botol kaca polos yang tidak memiliki tulisan apa pun. "Maksudnya menghentikan perkembangan itu … seperti apa?"
Damian berkata dengan tenang, "Jika dikatakan dengan jelas, membunuh pelan-pelan."
Jantung Ioan hampir berhenti berdetak. Seluruh tubuhnya bergetar hebat dan wajahnya tanpa sadar memucat.
"Obat itu akan mematikan sel-sel yang membantu perkembangan janin itu dan merusak saluran makanan dari kau kepada janin itu. Dengan begitu, janin ini tidak akan berkembang dan lemah. Kematian janin di dalam kandungan juga tidak bisa dipungkiri. Namun, obat ini tidak langsung mematikan seluruh sel jadi jika operasi pengguguran dilakukan dalam minggu ini, seharusnya hal itu bisa dicegah."
Ioan menelan ludahnya dengan susah payah. Ia tidak dapat berkata-kata.
Damian memanggil seorang perawat dan menyampaikan ruang rawat VIP untuk Ioan. Sebelum Ioan pergi, Damian memberikan catatan bahwa obat itu baru boleh disuntikkan malam ini setelah hasil pengecekan tubuhnya sudah keluar.
Ioan dengan linglung mengangguk dan hingga ia sudah berganti pakaian menjadi seragam pasien pun, ia masih menggenggam erat botol obat itu dengan tangan gemetar dan wajah pucat.
Suster itu perlu memanggilnya beberapa kali sebelum akhirnya mendapatkan obat itu agar bisa disiapkan ketika waktunya tiba….