Danu
Danu
Aku tahu dia merindukanku. Aku bahkan tak terbayang bagaimana suasana hatinya sepanjang hari karena dia tak bisa memeluk atau mencumbuku. Yang terjadi di depan mataku saat ini justru sikap kekanakannya yang tiba-tiba datang lagi setelah menghilang berbulan lamanya.
Dia sering memberi tebakan konyol hanya agar kami bisa terus berbincang. Aku bahkan cukup yakin dia mengabaikan beberapa pekerjaannya hanya demi bisa memperpanjang waktu kami saling terhubung.
Aku tak lagi malu-malu membalas pesan mesra atau konyol darinya saat berada di sekitar Opa atau Oma. Aku justru memergoki mereka sedang tersenyum saat melihatku membalas pesan Astro atau saat aku sedang melakukan video call dengannya. Tak jarang, mereka justru menggoda kami dengan ikut muncul di percakapan yang sebetulnya tak penting.
Yang kulakukan sepanjang hari adalah membantu segala hal yang bisa kulakukan, seperti saat sebelum menikah. Namun aku akan menghabiskan waktu bekerja dan berkoordinasi dengan partner kerjaku di teras belakang hanya agar Opa dan Oma bisa terus melihat keberadaanku. Bisa kukatakan, aku jarang sekali berada di kamar.
Kyle akan beredar di sekitarku untuk melihat keadaanku sesekali. Dia juga akan mengajakku berbincang tentang berbagai hal, tapi dia menghindari membahas apapun yang bersifat rahasia karena kami berdua tahu rumah ini dipasangi kamera.
Aku meminta izin ke rumah Astro seperti yang Astro inginkan. Aku hanya berada di rumah itu dua setengah jam untuk berkoordinasi dengan Ayah dan Astro tentang bagaimana kami akan ke jembatan tempatku kecelakaan bertahun lalu. Aku dan Astro kan berangkat ke sana menggunakan mobil dari Surabaya dengan pengawalan dari Kyle dan Eboth. Kami akan bertemu Ayah dan Ibu di lokasi.
Saat ini aku sedang berada di ruang tamu dengan Kyle duduk di hadapanku. Aku baru saja menyelesaikan semua pekerjaanku dan berniat untuk beristirahat, tapi tiba-tiba merasa bosan.
"Bisa temenin aku ke makam? Tapi aku pengen bawa sepeda." ujarku sambil memasukkan handphone ke saku celana.
Kyle menurunkan buku di tangannya dan menatapku, "Kyle akan temenin kalau tuan ngasih ijin."
Aku bangkit dan mencari Opa di teras belakang. Opa sedang memberi makan ikan koi sambil duduk di tepian kolamnya, dengan Oma yang menemani.
"Opa, Faza boleh ke makam sama Kyle? Faza pengen bawa sepeda."
Opa menoleh padaku, "Pakai motor Kyle saja. Lebih efisien."
Aku hampir saja mendebat Opa, tapi Oma menggeleng padaku. Kurasa aku harus menurut kali ini, maka aku mengangguk.
"Hati-hati ya." ujar Oma dengan tatapan khawatir.
"Iya, Oma. Faza berangkat ya."
Opa dan Oma mengangguk walau saling menatap satu sama lain setelahnya. Aku meninggalkan mereka di teras belakang dan masuk ke kamar untuk mengambil senapan. Aku menyembunyikannya di belakang punggung dan memakai jaket untuk menutupinya.
Aku kembali ke ruang tamu untuk menemui Kyle dan berkata Opa mengizinkan kami ke makam dengan motor. Kyle langsung mengajakku ke halaman dan menyodorkan sebuah helm padaku sebelum mulai berkendara.
"Nona udah ijin ke Astro?" Kyle bertanya saat kami melewati deretan pohon karet yang menjulang tinggi.
"Belum. Nanti aku kabarin kalau kita udah sampai."
Kyle hanya mengangguk dan mempercepat laju motor. Kami sampai di makam saat pengunjung lain bersiap untuk pulang. Hanya ada beberapa orang yang masih bertahan menatapi makam kerabat mereka.
Aku berjalan menyusuri deretan makam lebih dulu, sedangkan Kyle menjagaku di belakang. Aku melihat sosok Pak Ilham di dekat makam keluargaku dengan seorang anak kecil. Saat aku mendekat, anak kecil itu tersenyum lebar padaku.
"Hai." ujarku untuk menyapa anak kecil itu karena dia terlihat malu-malu. Dia adalah anak kecil yang sama yang memberiku permen coklat berbulan-bulan yang lalu.
"Non Faza?" Pak Ilham bangkit dari duduk saat menyadari keberadaanku.
"Iya, Pak. Anak ini siapa?"
"Ga tau. Dia kayaknya bisu. Ini udah dua kali saya liat dia ke sini."
Aku mengangguk dan duduk di sisi anak kecil itu, "Kamu ngerti kalau Kakak ngomong?"
Anak kecil itu mengangguk dengan senyum lebar di bibirnya. Saat ini, setelah aku memperhatikannya lebih dekat, sepertinya dia tumbuh lebih tinggi dibanding saat terakhir kali kami bertemu.
"Nama Kakak : Faza. Nama kamu siapa?"
Dia menggerakkan tangan yang sepertinya adalah isyarat huruf. Aku menatapnya tak mengerti, hingga dia mengulangi isyarat tangannya dengan mulut mengeja tanpa suara.
"Danu?"
Dia mengangguk penuh antusias dan mengecup pipiku. Aku tersenyum sambil mengelus puncak kepalanya. Dia imut sekali.
"Ini makam keluarga Kakak. Kamu kenapa ke sini?"
Dia menunjuk padaku dan merogoh kantong celananya. Ada empat butir permen coklat di tangannya yang segera berpindah ke tanganku.
"Kamu ke sini nyari Kakak? Buat ngasih permen coklat?"
Dia mengangguk penuh antusias, lalu menunjuk entah ke mana dan menunjuk dirinya sendiri. Dia mengamit tanganku dan menciumnya, lalu berlari menjauh.
Aku memanggil namanya, tapi dia tak menoleh. Aku memberi isyarat pada Kyle untuk mengikuti anak itu, Kyle hanya mengangguk dari kejauhan.
"Bapak tau anak itu ke sini sama siapa?" aku bertanya pada Pak Ilham sambil memasukkan permen coklat ke saku jaket dan berdiri.
"Saya ga tau, Non. Pertama kali anak itu ke sini saya baru mau tegur dia, tapi dia udah lari. Non Faza pernah ketemu dia?"
"Aku ketemu anak itu sebelum nikah. Mungkin dia nyariin aku, tapi karena aku jarang ke sini jadi dia penasaran. Ada orang lain yang ga biasanya ke sini, Pak?"
"Ga ada, Non. Yang biasa aja yang dateng. Orang tua Den Astro, Zen sama mamanya, Opa sama Oma. Oh temennya mama Zen pernah dateng sekali beberapa hari lalu, tapi dia cuma di mobil."
"Beberapa hari lalu?"
"Hari senin. Waktu itu udah hampir malem."
Itu adalah saat Zen ke rumah mengantar camilan untuk Opa. Mungkin mereka datang ke sini sebelum ke rumah.
"Saya ga enak mau foto temennya mama Zen, Non. Soalnya mereka baik sama saya. Saya kemarin dikasih oleh-oleh."
Aku mengangguk, "Ga pa-pa, Pak. Makasih udah bantu jaga makam."
"Iya, Non."
Kyle kembali dan mengangguk padaku dari kejauhan. Kurasa anak kecil itu bukanlah orang yang harus kuwaspadai. Mungkin dia hanya anak yang memiliki kerabat yang dimakamkan di area ini juga.
Aku menatapi makan Ayah dan kedua adikku. Di dalam hati, aku mengucapkan doa untuk mereka. Juga meminta maaf karena pulang dari Bogor tanpa membawa apapun kecuali kegaduhan. Aku tak perlu repot-repot membersihkan makam kali ini karena makam keluargaku bersih sekali.
Aku mengamit handphone dan memberi Astro sebuah pesan. Aku memberitahunya tentang kedatanganku ke makam dan pertemuanku dengan Danu, tapi dia belum membalas pesanku.
"Kabarin kalau ada orang lain yang ke sini ya, Pak."
"Iya, Non. Non Faza mau pulang sekarang?"
Aku mengangguk sambil berjalan menjauh, "Kabarin kalau ada orang aneh ya, Pak."
"Kalau orang aneh, ada yang menurut saya aneh, Non. Sekitar hari sabtu pagi ada orang-orang yang dateng, tiga orang. Mereka kayak preman dan nyari makam orang yang ga dimakamin di sini."
"Makam siapa yang dicari?" ujarku sambil menghentikan langkah.
"Rawika kalau ga salah, Non. Oh, Danastri Rawika."
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-