Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Perhitungan



Perhitungan

0Aku menceritakan apa saja yang terjadi pada Opa sejak kami menjemput Kak Sendy di hotel sebelum berangkat ke Bogor tanpa menyembunyikan apapun walau hanya sedikit. Astro membantuku bercerita saat aku terdiam karena perlu mengelola perasaanku. Dia juga yang memberitahu Opa bahwa dia berkomunikasi dengan Teana (yang sesungguhnya adalah Axelle) saat meminta dijemput di tepi jalan raya. Yang membuatku terkejut, ternyata Opa dan Oma sudah tahu mengenai rumah milik Astro yang beberapa jam lalu kudatangi.     

Oma yang duduk di tempat tidur, tepat di sisi Opa, hanya terdiam dengan berbagai ekspresi saat mendengar kami bicara. Namun aku cukup yakin Oma sedang marah saat ini walau tak mengatakan apapun karena wajahnya memerah dan bibir mengerucut masam.     

"Faza minta maaf, Faza ga tau gimana Kyle sama Rilley." ujarku dengan wajah tertunduk.     

"Kyle dan Rilley berhasil keluar dari hutan. Mereka sedang berusaha melumpuhkan orang-orang yang mengendap-endap di sekitar rumah." ujar Opa.     

"Berarti bener rumah udah ga aman?"     

Opa mengangguk, "Untuk sementara."     

"Opa sama Oma bisa tinggal di sini. Di sini lebih aman." ujar Astro.     

"Kita ga bisa tinggal di sini selamanya. Rumah ini milik Arya." ujar Opa.     

"Rumah ini punya Astro. Kakek udah warisin rumah ini atas nama Astro. Opa sama Oma bisa di sini kalau mau."     

Opa terdiam walau segera menggeleng, "Opa ga ingin mengganggu. Kita akan di sini sampai keadaan aman, tapi kita harus pindah."     

Aku dan Astro saling bertatapan dalam diam. Aku tahu Opa tak akan mudah berubah pikiran, mungkin dia pun sama. Maka memaksa dengan cara apapun sepertinya tak akan berguna.     

Aku menoleh untuk menatap Opa dan bertanya dengan sangat hati-hati, "Opa kenapa? Bukannya tadi pagi Opa sama Ayah di Magelang ketemu Gon?"     

"Saat Mafaza menelepon ada ledakan dari luar ruangan tempat Gon diamankan. Abidzar ada di sana."     

"Apa?" aku bertanya untuk memastikan telingaku tak salah mendengar.     

"Ada Abidzar di sana. Markas itu memang tidak jauh dari rumah Opa yang lama. Opa tidak terkejut jika Abidzar mengetahuinya."     

"Maksud Faza ... ngapain dia di sana?"     

"Abidzar meminta Opa menyerahkan Gon."     

"Opa kasih Gon ke dia?" Astro bertanya.     

Opa mengangguk, "Itu yang dia inginkan, bukan?"     

Aku menatap Opa tak percaya, "Kalau gitu bukannya keadaan aman? Dia udah dapet yang dia mau, kan?"     

"Masalahnya ... yang sebetulnya dia inginkan adalah Mafaza."     

Aku tahu tentang itu. Aku masih mengingat suara di tengah hutan yang memintaku diserahkan padanya berjam-jam yang lalu. Aku bahkan mengingat intonasi dan cara bicaranya seolah dia sedang bicara tepat di telingaku saat ini.     

"Kenapa dia ga pernah capek ganggu kita?" tiba-tiba saja Oma bertanya, dengan wajah merah padam.     

Opa menoleh pada Oma dan mengelus lengannya. Baru pertama kali ini aku melihat keduanya bersikap seperti ini. Biasanya Oma lah yang selalu berusaha menenangkan Opa. Oma selalu terlihat lembut di mataku selama aku bisa mengingatnya, tapi saat ini aku tahu kata marah sepertinya tak akan cukup untuk menjelaskan yang mungkin sedang Oma rasakan.     

Entah kenapa Opa mengangguk pada Astro dalam sedetik waktu yang terlewat, lalu Astro mengamit tanganku dan menggenggamnya. Entah sejak kapan dia mendekatkan kursi padaku hingga kami duduk bersisian saat ini. Dia mengangguk pelan padaku dan entah kenapa aku tak mengerti apa yang sedang dia maksudkan.     

"Opa istirahat ya. Astro mau ketemu Ayah." ujar Astro pada Opa.     

Opa hanya mengangguk sambil terus mengelus lengan Oma. Sepertinya Opa berniat membiarkan kami pergi saat ini.     

Betul saja, Astro menarikku bangun bersamanya dan menggiringku ke luar kamar. Aku menatapnya tak percaya, bukankah pembicaraan kami dengan Opa belum selesai?     

"Opa harus istirahat, Honey. Kita bisa lanjut ngobrol lagi besok." ujar Astro sambil memeluk pinggangku dan mengajakku menjauh seolah tahu apa yang sedang kupikirkan.     

"Tapi ..."     

Dia hanya menggeleng pelan dan mengalihkan tatapannya dariku. Dia mengajakku ke luar dari lorong dan kami menghampiri sebuah pintu di sisi lain rumah yang lebih dalam. Dia menahan tangannya di udara, tepat di depan pintu dan menatapku, "Kamar opa tadi itu kamar yang biasa opa tempatin waktu masih sama nenek buyut. Opa selalu nginep di sana kalau ke rumah ini."     

Begitukah? Itu kah sebabnya Opa terlihat jauh lebih nyaman?     

"Bisa kita ketemu ayah sekarang?"     

Aku mengangguk. Astro menghela napas dan mengetuk pintu. Tak lama, Ibu muncul dan tersenyum lemah.     

"Sebentar aja ya." ujar Ibu.     

Astro mengangguk dan kami masuk. Kupikir ini adalah sebuah kamar, tapi ternyata ruangan ini lebih terlihat seperti perpustakaan dibandingkan sebuah kamar. Ada banyak rak buku yang penuh terisi di berbagai sudut, dengan sebuah meja di tengah ruangan dan banyak kursi mengelilinginya.     

Ibu mengajak kami ke sebuah pintu di sudut yang sebelumnya tak terlihat olehku. Pintu itu menuju ke ruangan lain yang hanya berisi satu tempat tidur dan satu lemari dua pintu yang berukuran kecil. Ayah sedang membaca buku di tempat tidur sambil menyandarkan punggung ditopang beberapa bantal, juga ada sebuah bantal lain di betis kiri yang terbalut perban.     

"Ayah kenapa?" aku bertanya sambil berjalan cepat dan menatapi betis Ayah yang terbalut perban.     

"Cuma keserempet peluru." ujar Ayah sambil tersenyum. "Kalian udah makan?"     

Yang benar saja? Wajah Ayah bahkan terlihat menyedihkan dengan dua lebam di pipi dan pelipis, tapi yang ditanyakannya adalah apakah kami berdua sudah makan?     

"You look aweful, Dad (Ayah keliatan menyedihkan)." ujar Astro sambil duduk di tempat tidur di sisi Ayah.     

Ayah memukul bahu Astro dengan buku yang dipegangnya, "Kamu sih pakai mancing Abidzar bikin gerakan segala! Kamu pikir Ayah ga tau?!"     

"Sorry, Astro salah perhitungan." ujar Astro sambil memijat kaki Ayah. "Ayah ga pa-pa kan?"     

"Ga pa-pa apanya? Kamu ga liat Ayah kamu babak belur begini?" Ibu bertanya dengan wajah memerah sambil mencubit lengan Astro dan duduk di sisinya.     

"Rrgh iya, Astro minta maaf."     

"Udah." ujar Ayah sambil memberi isyarat pada Astro dan Ibu untuk berhenti, lalu menepuk tepi tempat tidur agar aku duduk di sana. "Faza udah ketemu Opa?"     

Aku mengangguk ragu-ragu sambil duduk di tepi tempat tidur yang Ayah tepuk sesaat lalu, "Opa ga cerita banyak. Ayah bisa ngasih tau Faza ada apa?"     

"Semuanya kerjaan anak rese ini nih!" ujar Ayah sambil memukul lengan Astro dengan buku. "Ngapain kamu mancing-mancing Abidzar?"     

"Cuma pengen Opa tau kalau dia punya obsesi ngejar Faza." ujar Astro.     

"Trus abis itu mau gimana?"     

"Tadinya mau Astro bawa ke pengadilan kalau buktinya cukup, tapi ternyata opa sama Ayah malah diincer gara-gara Gon ketangkep."     

"Gon ga masuk dalam rencana kamu?" aku bertanya.     

Astro menggeleng dan disambut sebuah pukulan lain dengan buku oleh Ayah. Dia sama sekali tak mengaduh atau mengeluh kesakitan seolah sudah biasa baginya dipukul dengan begitu keras. Ayah baru saja akan melayangkan pukulan lain saat aku menahan buku di tangan Ayah.     

"Jangan pukul suami Faza." ujarku dengan tatapan memelas.     

Ayah terlihat kesal walau meletakkan buku yang digenggamnya asal saja dan kembali menatap Astro, "Jelasin ke istri kamu kenapa rencana kamu gagal."     

=======     

NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.     

TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.