Menang
Menang
"Kamu inget waktu aku ketemu Zenatta di resort?"
Astro terdiam.
"Kamu langsung bangun dan ngajak aku pergi waktu aku dateng. Kayaknya kamu juga ga ramah ke dia walau aku ga tau kalian ngobrolin apa sebelumnya. Kalau aku ga salah nilai, Zenatta punya sifat manja yang akan cerita dan ngerengek ke Om Neil. Dan kalau aku ga salah nilai, Om Neil punya sifat protektif dan nganggep harga dirinya terlalu tinggi. Masuk akal kan kalau mereka sebenernya udah tau kamu yang punya resort itu dan bukan kebetulan Zenatta dateng ke sana. Masalahnya kamu lagi nunggu aku, trus Zenatta kamu diemin setelah aku dateng. Masuk akal kan kalau mereka marah sama sikap kamu?"
Astro menatapku tak percaya, "Kamu mau bilang Om Neil ngerasa kesel karena Zenatta aku cuekin makanya dia bikin rusuh di resort?"
Aku menaikkan bahu, "Bukannya Om Neil juga bilang kalau sebenernya dia udah berusaha minta kamu ketemu sama Zenatta, tapi Ayah ga pernah nyanggupin?"
Astro terdiam dengan bibir terbuka. Aku tahu dia ingin mengatakan sesuatu dan aku menunggunya mengatakannya, tapi setelah hening selama beberapa lama, dia tak juga mengatakan apapun.
"Mungkin kalian emang sekelas waktu SD, tapi pertemuan antara keluarga yang diminta Om Neil pasti ada maksudnya. Makanya Ayah ga pernah nyanggupin atau ... Ayah sebenernya udah nanya kesanggupan kamu, tapi kamu yang nolak."
"How did you know that (Kamu tau itu dari mana)?" Astro bertanya dengan tatapan tak percaya.
"Ayah yang nolak atau kamu yang nolak, Honey?"
"Aku. Aku yang nolak."
Aku tersenyum lebar sekali walau tak mengatakan apapun. Aku menyukai ekspresinya yang tak tahu akan mengatakan apa. Biasanya dia lah yang selalu memimpin pembicaraan kami dengan kalimat persuasifnya yang brilian, tapi sepertinya kali ini dia kalah telak.
"Fine, kamu menang." ujarnya dengan tatapan tak berminat. "Kamu tau itu dari mana?"
"Kamu percaya kalau aku bilang itu hasil analisa?"
Astro tersenyum lebar sekali, "Kita harus main catur bareng lain kali. Aku yakin kamu bisa ngalahin aku kalau kamu latihan."
Aku menatapnya tak percaya, "Ngalahin kamu? Buat apa?"
Astro menatapku bingung, "Bukannya kamu selalu punya obsesi ngalahin aku?"
Dia benar, tapi itu sebelum aku menyerah padanya. Sekarang aku akan lebih memilih akan membersamai kemenangannya dengan terus berada di sisinya.
"Honey?"
"Aku lebih suka liat kamu menang. Kalau kamu menang, aku juga menang."
"Itu logika dari mana?"
"You are mine (Kamu kan punyaku), Honey. Kalau kamu menang, kamu menang buat kita. Bukan cuma buat kamu."
Astro terdiam.
"Ya kan, Kyle?" aku bertanya sambil menatap Kyle yang sedang menatap kami berdua penuh minat.
"Nona bener."
Astro menoleh pada Kyle dan menatap kami berdua bergantian dengan tatapan tak percaya, "Sejak kapan kalian komplotan?"
Kyle tertawa, sedangkan aku hanya menatap Astro dengan senyum terkembang semakin lebar. Kurasa aku akan membiarkannya kebingungan karena ini terasa menyenangkan.
"Kalian nyebelin banget!" ujar Astro sambil menatapku dan Kyle bergantian.
Aku tertawa, "Now you know how it feels (Sekarang kamu tau kan gimana rasanya)?"
"Rrgh!"
Aku menggelengkan kepala dan menoleh untuk menatap Kyle, "Aku cocok gantiin Opa, kan?"
Kyle mengangguk dengan senyumnya yang menawan, "Cocok. Nona bahkan ga butuh banyak data buat narik kesimpulan, tapi Nona harus hati-hati karena dugaan Nona bisa aja salah kalau ga punya data yang tepat."
Aku mengangguk karena Kyle benar. Aku memang harus lebih hati-hati, seperti ucapan Opa padaku saat berkata aku akan membutuhkan lebih banyak pengalaman untuk membuat sebuah keputusan. Aku mungkin saja salah dan itu adalah hal yang normal. Namun pengalaman akan mengajarkan banyak hal.
"Ga perlu bahas soal Om Neil yang bikin rusuh di resort sama Ayah. Itu udah lewat dua tahun dan ga perlu diperpanjang." ujarku pada Astro.
"Fine." ujar Astro tanpa minat. "Kamu punya analisa yang lain?"
"Belum ada lagi yang lain. Aku emang sempet mikir banyak soal rumah sakit yang dibangun Opa sama papanya Zen, tapi aku masih belum punya kesimpulan."
"Kamu bisa nyari tau soal itu Kyle?" Astro bertanya.
"Kyle bisa cari data setelah kita pulang ke Surabaya. Sekarang keselamatan kalian lebih penting karena kalian ada di area keluarga Zenatta."
Sial, aku sama sekali lupa tentang itu. Kyle memang pernah memberikan data tentang rumah keluarga Zenatta yang berada satu area dengan rumahku. Jarak rumah kami bahkan tak lebih dari satu jam. Kurasa aku tak akan terkejut jika melihat keberadaan Om Hubert di sekitar kami.
"Mau pulang sekarang?" Astro bertanya.
Aku mengangguk dalam diam, lalu kami beranjak dari sungai dan menyusuri jalan kembali ke rumahku. Kami melewati hutan bambu dan bertemu dengan ladang entah milik siapa. Seingatku dulu di sini adalah hutan muda yang tak terjamah. Bukan hutan besar, hanya sebuah lahan yang cukup luas dan sepertinya tak diurus oleh siapapun.
Saat kami berpapasan dengan orang lain,kebanyakan dari mereka hanya menatap kami seolah kami adalah orang asing. Walau ada juga yang akan melirik berkali-kali karena merasa ragu. Entah apakah dia mengenali kami dari berita yang pernah beredar, tapi ini terasa mengganggu. Terasa seolah mata-mata dari Om Hubert bisa muncul di hadapan kami kapan saja.
Kami sampai di sebuah gang dengan banyak rumah berderet di kedua sisinya. Rumah-rumah yang cukup luas dan berjarak cukup jauh dengan yang lainnya. Seingatku dulu area ini tak berpenghuni. Sepertinya waktu memang mengubah banyak hal. Seperti waktu mengubahku.
Aku melambatkan langkah untuk menyamai langkah kaki Kyle, "Rumahku kamu pasang kamera?"
"Ada kamera, tapi bukan di kamar." ujar Kyle dengan senyumnya yang menawan. "Nanti Kyle kasih akses rekamannya ke kalian."
Aku hanya mengangguk sambil menoleh ke arah Astro. Dia sedang tersenyum lebar sekali dan kurasa aku tahu apa yang sedang dia pikirkan.
"Awalnya Kyle ngasih saran ke tuan buat sewain rumah itu, tapi tuan ga setuju. Tuan bilang keputusan itu ada di tangan Nona. Masalahnya dulu tuan ga ngasih ijin Nona buat terlibat apapun."
Aku menatap Kyle penuh minat, "Apapun? Maksud kamu?"
"Nona dulu bikin tuan khawatir karena ngurung diri di kamar beberapa bulan. Tuan pikir kalau Nona dapet informasi apapun soal keluarga Nona, Nona akan makin trauma. Padahal ada banyak hal yang perlu Nona tau dan pelajari. Untungnya tuan punya cara sempurna buat didik Nona tanpa Nona harus terlibat soal banyak hal yang ga perlu Nona tau."
Aku terdiam. Aku sudah menduga hal itu sejak lama dan aku sama sekali tak terkejut. Terlebih dengan keberadaan Astro yang selalu membantuku saat aku membutuhkannya, juga dengan betapa brilian semua kalimat persuasifnya. Mereka memang kolaborasi sempurna.
Opa pasti sudah tahu betapa aku tak ingin merepotkan siapapun sejak aku meminta Opa mengajariku berbisnis setelah mencuri dengar percakapan Opa dan Pak Simon. Aku tak akan terkejut jika semua rencana Opa untukku sudah dibuat sejak saat itu.
"Opa sengaja biarin aku milih homeschooling buat nyembunyiin aku?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirku. Padahal aku ingat dengan jelas wajah tak suka Opa saat aku mengutarakan pendapatku untuk terus melanjutkan pendidikan dengan jalur homeschooling bertahun lalu.
"Kenapa Nona ga tanya itu ke tuan? Kyle bukan orang yang tepat bahas tentang perasaan tuan ke Nona."
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-