Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Susu Jahe



Susu Jahe

2"Nemu sesuatu?" Astro bertanya sambil meletakkan dua cangkir susu jahe di meja. Satu untuknya dan satu untukku.      

"Belum." ujarku sambil menggeleng.      

Aku sedang meneliti data milik Bunda. Ternyata ada banyak sekali data yang dipindah dari laptop dan komputer peninggalan Bunda.      

Astro sudah mengecek flashdisk yang ayahnya berikan sebagai tempat menyimpan data milik bundaku. Astro memastikan flashdisk itu aman sebelum kami menggunakannya di laptop dan komputer baru kami.     

Tak mengherankan kenapa Ayah membutuhkan waktu satu setengah bulan untuk menggeledah semua isinya lebih dulu. Terlebih, Ayah juga memiliki banyak pekerjaan yang lain. Mencari jejak entah apa dari data peninggalan bertahun-tahun seperti ini memang memakan waktu.     

Aku menarik napas panjang dan mengambil cangkir di hadapanku, lalu meneguknya. Susu jahe yang hangat dengan manis yang pas. Enak sekali.      

"Thank you." ujarku pada Astro sebelum meneguk susu jaheku kembali.      

Astro hanya menggumam mengiyakan sambil meminum susu jahe miliknya sendiri.      

Aku melirik jam di dinding kamar workshop, pukul 20.38. Aku sedang menemaninya bekerja setelah Jojo dan Jenny pulang sekitar dua jam lalu. Astro menahan mereka di workshop bahkan setelah semua partner kerja kami pulang untuk memberikan arahan pada Jojo apa saja yang harus dia lakukan selama beberapa tahun ke depan. Kami bahkan sempat makan malam bersama.     

Jojo terlihat sedikit depresi saat Astro memberinya jadwal padat. Padahal jadwal itu tak ada setengah dari apa yang Astro lakukan selama bertahun-tahun ini.      

Jeanny bahkan merebahkan kepala di meja beberapa kali saat Astro menjelaskan dengan detail apa saja yang harus dilakukan oleh kekasihnya. Walau aku cukup yakin sepertinya mereka benar-benar sedang sengaja menyembunyikan hubungan mereka dari Astro. Padahal andai mereka tahu, Astro tak akan semudah itu ditipu.      

"Kamu belum cerita tadi Jeanny ngomong apa." ujar Astro tiba-tiba.      

Aku menoleh padanya sambil meletakkan cangkirku ke atas meja, "Vinny yang minta dia hack website craftku."     

"Apa?" Astro bertanya dengan terkejut.      

"Vinny, Honey."     

"Kita ngomongin Vinny kembarannya Gon kan?"     

Aku hanya mengangguk.      

Astro menatapku tak percaya, "Kok kamu tenang banget?"     

"Aku harus gimana?"     

Astro terlihat gusar dan segera menyambar handphonenya. Entah dia sedang mengetikkan apa di sana. Mungkin dia sedang menghubungi Kyle atau Axelle untuk mencari tahu tentang Vinny, tapi kurasa aku akan membiarkannya saja.     

Aku menatap layar laptop di hadapanku dan membaca ulang sebuah lembaran diary Bunda. Ada banyak sekali curahan hati yang tertulis selama bertahun-tahun dan aku baru selesai membaca folder kedua. Ayah memisahkan setiap curahan hati ke dalam kumpulan folder berdasarkan tahun dibuat atau ditulisnya dokumen tersebut, yang berarti aku baru membaca diary tahun kedua setelah Bunda memutuskan menulis diary berbentuk digital.     

Sejauh yang dapat kuketahui, setelah Bunda menikah dengan ayahku, kehidupan Bunda jauh lebih bahagia. Menikah dengan orang yang dicintai sudah pasti membuat seorang merasa bahagia, bukan? Terlebih jika mereka diberi kepercayaan untuk dikaruniai anak di dalam kandungan. Anak itu adalah aku.     

Bunda sudah merencanakan segalanya dengan baik untukku, termasuk tentang pendidikanku yang bunda pilihkan melalui jalur homeschooling. Tentunya bukan hanya untukku, tapi juga untuk adik-adikku yang lain. Bunda bahkan sudah berencana memiliki empat anak. Aku, Fara, dan Danar adalah tiga anak, yang berarti Bunda memang merencanakan hadirnya anak ke empat sebagai adik untuk Danar.     

Aku baru saja menghembuskan napas untuk membantu mengelola emosiku, tepat saat Astro meraih wajahku dan membuatku menatapnya. Dia terlihat kesal.     

"Kenapa?"     

Astro mencubit pipiku dengan kencang hingga aku mengaduh, "Nanya lagi kenapa? Kamu tau ga Vinny sama Gon itu siapa?"     

"Siapa?"     

"Mereka sepupu jauhnya Donny. Sepupu dari nenek buyut."     

Aku terdiam sesaat sebelum bicara, "Trus?"     

"Rrghh mereka pasti rencanain sesuatu!"     

"Donny di pihak kita kan? Ga usah terlalu khawatir gitu. Lagian selama ini mereka ga ngapa-ngapain di toko. Toko aman-aman aja kok."     

Astro memberiku tatapan tajam, "Kamu polos banget atau emang pura-pura ga ngerti sih?"     

"Aku ngerti, Astro. Aku cuma ga mau nambah kerjaan kita sama yang ga penting. Kerjaan kita udah banyak banget. Lagian Vinny cuma mau tau siapa ownernya. Dia udah tau aku ownernya dari berbulan-bulan lalu. Trus apa? Dia ga ngapa-ngapain sampai sekarang."     

Hening di antara kami.      

"Kalau emang dia mau bantu keluarganya bikin rencana, percuma. Dia tau kita mau nikah dari berbulan-bulan yang lalu, tapi ga ada masalah apa-apa dari keluarga Donny sampai kita beneran nikah. Rencana kamu bikin kita bisa nikah mendadak di Gili Meno juga bikin kaget semua orang termasuk aku. Menurut kamu, dia mau ngapain lagi?" aku bertanya setelah keheningan kami yang lama.      

Astro terdiam, tapi aku tahu dia gusar sekali.      

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan, "Kamu bilang dia sepupu jauhnya Donny dari nenek buyut kan? Ada urusan apa sepupu dari nenek buyut kerja sama? Mau minta tombak dari kamu? Mereka malah bisa bikin keluarganya pecah kalau gitu kan?     

"Maksudku ... keluarga kamu bener ngasih tombak itu di satu garis keturunan yang mau nerima modal bisnis keluarga. Kamu bisa bayangin kalau keluarga sepupuan dari nenek buyut rebutan tombak itu?" aku mengakhiri pertanyaanku sambil terus memperhatikan ekspresinya yang terlihat tak puas.      

"Aku akan tetap cari tau."     

Aku menatapnya dalam diam sebelum bicara, "Okay, if you said so (Kalau kamu bilang begitu)."     

Astro menatapku gamang, "Kamu ga ngelarang?"     

"Buat apa ngelarang kamu? Kamu akan tetep cari tau walau aku ga ngijinin. Kamu khawatir kan?" ujarku sambil tersenyum manis.     

Astro memberiku tatapan tak percaya, "Kamu beneran istriku kan?"     

Astaga ... yang benar saja? Pertanyaan macam apa yang dia lontarkan padaku?     

"Kamu pikir aku kesambet ya?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.      

Astro hanya diam dan menatapku seolah tak rela melepas satu ekspresi pun lolos darinya. Aku tahu dia sedang merasa waspada.      

Aah laki-laki ini benar-benar menyebalkan....     

Aku bangkit dan duduk di pangkuannya, menghadap ke arahnya. Dia masih menatapku dengan tatapan yang sama.      

"Opa sama Oma minta aku hati-hati. Kak Sendy juga. Bahkan ... Ayah juga minta aku hati-hati." ujarku sambil menatapnya lekat.      

"Ayah?" Astro bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.      

Aku mengangguk sambil mengelus wajahnya, "Semalem aku mimpi Ayah. Ayahku."     

Entah bagaimana tiba-tiba raut sendu menjalari wajahnya. Dia memelukku lebih erat dan berniat meletakkan kepalaku di bahunya, tapi aku menolak. Aku ingin menatapnya sambil bicara.      

"Aku cuma bersikap lebih hati-hati. Aku tau Gon atau Vinny bisa aja ngelakuin sesuatu, tapi selama ini ga pernah ada. Jadi aku mau biarin aja. Aku mau liat dulu mereka punya niat apa." ujarku sambil terus menatapnya dan bicara dengan tenang. "Kamu bisa cari tau tentang mereka kalau kamu mau. Nanti kita bikin rencana kalau emang ternyata mereka berbahaya."     

Astro hanya mengangguk. Dia menurut sekali hingga membuatku mengecup dahinya, menjalar ke kedua mata, kedua pipi, hidung, dan bibirnya, lalu aku mengecup puncak kepalanya dan membiarkan bibirku bertahan di sana.     

"Kamu mau ke galeri besok?" Astro bertanya. Hangat napasnya menjalari dadaku yang setengah terbuka karena aku hanya memakai lingerie.      

Aku melepas kecupanku di puncak kepalanya dan menatapnya lekat, "Kamu ada waktu?"     

Astro mengangguk, "Tapi cuma sebentar abis aku pertemuan robotik besok sore. Aku bisa telpon om Hanum buka galeri lebih lama buat kamu kalau kamu mau."     

Aku tersenyum lebar, "Thank you."     

Astro hanya menggumam mengiyakan.     

"Kyle ikut kita?"     

"Harus ikut. Kita butuh pengawal di saat kayak gini, kamu tau?"     

Aku mengangguk, "Rilley?"     

"Kayaknya dia emang buntutin kita terus, tapi aku ga tau dia di mana."     

Sepertinya Astro benar. Aku pun memiliki pendapat yang sama seperti dirinya.      

"Aku titip salam buat Om Hanum kalau kamu telpon ya." ujarku.      

Astro menggumam mengiyakan, "Aku kerja setengah jam lagi, trus aku mau ke studio ngerjain lagu baru buat Hendry. Kamu bisa bantu aku kalau kamu mau."     

"I'll help (Aku bantu)."     

Astro terlihat berpikir sebelum bicara, "Kamu beneran dimimpiin ayah?"     

Aku mengangguk, "Kenapa?"     

"Sebelumnya ga pernah kan?"     

Dia benar.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.