Topik
Topik
"Faza langsung pulang lagi?" Nina bertanya.
Aku menggumam mengiyakan, "Kenapa?"
"Nebeng boleh ga, Za? Aku mau ke Butik Jona. Searah sama jalan kamu pulang kan?"
"Nebeng aku aja kalau kamu mau ke sana. Lebih cepet pakai motor. Kalau bawa mobil macet." ujar Bian.
"Gitu ya? Aku nebeng kamu deh kalau gitu."
"Cepetan kalau mau nebeng. Aku mau ke bengkel."
"Iya, iya. Duluan ya, Za, Zen."
Aku melambaikan tangan saat Nina pergi membuntuti Bian dan segera beranjak dari dudukku karena aku juga ingin pulang untuk melanjutkan membaca diary Bunda.
"Yang Astro bilang kemarin bener?" Zen bertanya tiba-tiba sambil mengikuti irama langkahku.
Aku menoleh padanya, "Bener. Sorry, aku lupa ngasih tau kamu kalau kamu ga perlu ke rumah."
"Selamat ya." ujarnya yang segera mengalihkan tatapan dariku.
"Thank you." ujarku dengan canggung.
Apakah dia kecewa? Aku sama sekali tak dapat menebak ekspresinya.
Sebetulnya aku bersyukur karena dia cukup tahu diri untuk tak memaksa atau bertanya hal yang akan membuatku merasa tak nyaman. Sepertinya dia benar-benar menepati ucapannya untuk tak bersikap mengganggu.
"Aku masih boleh main catur sama opa?" Zen bertanya tiba-tiba setelah keheningan kami yang lama, tanpa menatapku.
"Kamu bisa tanya sendiri ke Opa."
"Calon suami kamu ga akan suka kalau aku dateng terus."
"Kamu bisa tanya itu ke Astro. Kalau kemarin Astro hubungin kamu, harusnya sekarang kamu punya kontaknya kan?"
Zen menahan lenganku dan memintaku berhenti. Dia menatapku cukup lama sebelum bicara. Mungkin sedang menimbang apa yang akan dikatakannya, "Aku masih suka kamu, Faza, tapi aku ga akan ganggu. Aku cuma minta kamu jangan ngehindarin aku kayak waktu itu."
Aku melepas genggaman tangannya di lenganku. Entah kenapa aku merasakan sebuah sensasi tak nyaman di hatiku.
"Aku cuma butuh waktu buat lupain kamu. Kamu bisa pegang omonganku."
Aku tak memiliki kalimat apapun untuk membalasnya. Sepertinya dia benar, mungkin dia hanya membutuhkan waktu.
"Faza ... bisa kan?" Zen bertanya.
"Okay."
"Makasih." ujarnya dengan canggung, lalu melanjutkan langkahnya kembali.
Aku berjalan dua langkah di belakangnya. Sepertinya aku baru saja menyadari, mungkin menerima hal ini terasa berat sekali untuknya.
"Zen." aku memanggilnya.
Zen menoleh padaku dengan tatapan yang sulit kumengerti.
"Kamu pasti ketemu perempuan yang lebih baik dari aku."
Zen tersenyum kaku, "Ga ada yang kayak kamu, Faza. Ga ada."
Aah ....
Zen mengalihkan tatapan dan melanjutkan langkah lebih cepat. Aku akan membiarkannya mengelola perasaannya sendiri. Aku pun tak yakin akan bisa melakukan apapun seandainya aku memaksakan diri untuk membantu.
Aku sampai di parkiran saat Zen sudah pergi. Aku menghela napas setelah duduk, lalu menaruh handphone di holder dekat dengan kemudiku. Aku tahu Astro sedang sibuk dengan UKM robotiknya sekarang, tapi aku akan mencoba peruntunganku untuk menghubunginya melalui video call. Astro menerimanya sesaat kemudian.
"Kamu masih di ruang UKM?" aku mencoba menebak.
"Iya. Ada yang kamu butuhin dariku, Nona?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa. Sepertinya dia sedang mencari sudut ruangan yang lebih hening untuk berbincang denganku.
"Aku butuh liat kamu sebentar." ujarku dengan jujur. Setelah berbincang dengan Zen sesaat lalu, entah kenapa terasa seperti aku sedang melakukan kesalahan. Aku hanya berpikir, mungkin melihat Astro sebentar akan memperbaiki perasaanku.
"Berapa menit?"
"Setengah jam ga mungkin kan?"
"Lima menit ya? Aku masih di tengah pertemuan."
"Okay."
"How was your day?"
"Akan lebih baik kalau ada kamu."
"Bilang aja kangen." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Boleh kan?"
"Sejak kapan kamu minta ijin buat kangen? Biasanya langsung bilang."
"Iya, aku kangen. Mau minta kamu pulang, tapi ga mungkin bisa."
"Baru kemarin kita ketemu, Nona. Aku usahain pulang tiga minggu lagi pas konser Teana."
"Okay."
"Kamu belum pulang?"
Aku menghela napas, "Sebentar lagi."
Astro terdiam sebelum bicara, "Anything bothering you (Ada yang ganggu pikiran kamu)?"
Aku menatapnya yang sedang menatapku kembali dengan tatapan khawatir. Aku baru saja akan bertanya tentang apakah dia akan mengundang Zen jika kami menikah, tapi aku membatalkannya, "Cuma masih kepikiran sama diary Bunda. Aku mau lanjut baca lagi nanti."
Akan lebih baik jika aku membuka pembahasan tentang Bunda dibandingkan dengan pembahasan tentang Zen. Bagaimana pun, Astro masih merasa tak nyaman jika aku membicarakan apapun tentang Zen.
"Jangan terlalu maksain diri. Cerita bunda kamu udah lewat. Opa sama oma juga pasti udah relain kejadian itu dari dulu."
Aku tahu Astro benar, tapi aku akan tetap membacanya karena aku penasaran sekali.
"Udah lima menit, Nona."
"Okay."
"Jangan cemberut begitu. Nanti sore aku video call kalau udah di apartemen."
Aku mengangguk, "Jangan terlalu capek ya. Badan kamu cuma satu, Astro. Jangan sampai sakit."
"Baik, Nona Mafaza Marzia. Boleh aku tutup sekarang?"
"Aku aja yang tutup. Nanti kita video call lagi."
"Hati-hati, Nona."
Aku tersenyum sebelum mematikan sambungan video call. Entah kenapa masih ada yang terasa mengganjal di hatiku.
Aku menyalakan mobil dan keluar dari area parkiran kampus sesaat setelahnya, lalu menyusuri rute di antara deretan pohon besar dan sawah yang terasa lebih sejuk walau memutar jauh. Dua puluh menit berkendara dari kampus, aku melihat mobil yang kukenali bertabrakan dengan sebuah truk pengangkut mebel. Bagian depan dan samping kemudi mobil itu rusak. Aku menepikan mobil dan menghampiri kerumunan kecil yang terbentuk di sana.
Ada seorang pria tengah baya terbaring dengan luka di kepalanya. Aku mendekatkan tanganku ke hidungnya, dia masih bernapas. Sepertinya dia pingsan.
Aku mengedarkan pandangan dan menemukan Zen sedang terduduk di sisi mobilnya, dengan tangan kanan berdarah banyak sekali. Sepertinya dia terkena pecahan kaca jendela mobil. Dia memegangi tangannya yang terluka dan menatapku sendu. Dia tak mengatakan apapun padaku, tapi sepertinya aku tahu apa yang baru saja terjadi.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-