Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Mainan



Mainan

3Aku dan Ibu sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Aku datang setelah mengantar Zen pulang dan baru saja menyerahkan berkas untuk mendaftarkan pernikahan ke Kementrian Agama.     

"Ibu ga sabar nunggu Faza jadi anak Ibu." ujar Ibu sambil memelukku.     

Sebetulnya aku merasa malu sekali. Aku sempat akan membatalkan rencana ke sini hari ini, tapi kelengkapan berkasku harus segera kuberikan untuk didaftarkan.     

"Faza udah milih mau pakai cara apa buat nunda kehamilan?"     

Aku sama sekali tak menyangka topik ini akan kembali muncul dan membuatku salah tingkah, "Mm, Astro bilang ... mau pakai kalender 'dapet' Faza, Bu."     

"Gitu ya? Tapi kalian harus hati-hati. Ibu saranin sih kalian juga pakai kondom kalau Faza lagi berhubungan di masa subur."     

Astaga, pembahasan ini benar-benar memalukan. Perutku seolah sedang diputar dan meninggalkan sensasi mual.     

"Mm, Faza mau bahas yang lain, boleh?"     

"Boleh. Faza mau bahas apa?"     

Aku terdiam. Entah kenapa tiba-tiba merasa ragu untuk bertanya. Kemarin setelah berbincang dengan Astro melalui video call, aku langsung mandi dan menyelesaikan semua tugas hingga belum selesai membaca diary. Namun sepertinya aku memang harus bertanya, "Ibu kenal Bunda?"     

Ibu terdiam sebelum bicara, "Bundanya Faza?"     

Aku mengangguk. Aku tak mampu mengatakan kalimat apapun untuk menjawab walau hanya sekadar kata "iya".     

Ibu terlihat sedang menyelidiki ekspresiku. Seolah sedang berpikir bagaimana akan menjawab pertanyaanku, "Kenapa Faza nanya apa Ibu kenal sama bundanya Faza?"     

"Faza ... nemu surat buat Bunda. Surat dari Ayah Faza. Di sana ada nama Agnia. Faza ga yakin apa Agnia itu Ibu atau ... bukan."     

Ibu menegakkan posisi duduknya dan menghela napas. Namun masih diam menyelidiki ekspresiku selama beberapa lama sebelum bicara, "Ibu emang bantu jadi kurir cinta Ana sama Abbas dulu."     

Seketika pemahaman memasuki pikiranku. Ternyata benar. Aku memiliki banyak pertanyaan di kepalaku, tapi yang mana yang harus kutanyakan lebih dulu?     

Ibu mengelus puncak kepalaku sambil tersenyum, "Faza mau tau apa lagi?"     

"Ibu tau Bunda pergi ke mana waktu Bunda keluar dari rumah?" pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari bibirku. Aku sama sekali tidak merencanakannya.     

"Sayangnya, Ibu ga tau."     

Aah, begitukah?     

"Ana bener-bener ngilang tiga tahun. Ga ada yang tau Ana pergi ke mana, ngapain atau sama siapa. Maaf ya, Ibu ga bisa jawab pertanyaan itu."     

Aku melihat ada kesedihan di tatapan Ibu. Apakah aku terlihat begitu menyedihkan?     

"Ibu ngerti kalau Faza penasaran, tapi semua yang udah terjadi, Faza ga akan bisa ngerubah. Ana pergi karena keputusannya sendiri. Kita semua sedih waktu itu, tapi kita ga bisa ngelakuin apa-apa."     

"Ibu tau kenapa Bunda milih buat pergi dari rumah?" aku bertanya karena Bunda tak menuliskan tentang alasannya pergi. Walau aku bisa menebak alasannya, kurasa akan lebih baik jika aku bertanya.     

Ibu terdiam senelum bicara, "Mungkin karena opa maksa Ana nikah sama anak kolega bisnisnya opa."     

Berarti benar dugaanku. Tunggu sebentar, "Kalau Faza sama Astro udah dijodohin, bukannya sikap Opa sekarang juga masih sama kayak sikap Opa ke Bunda dulu?"     

Ibu tersenyum, "Sebenernya dulu opa cuma mau ngenalin Astro ke Faza karena opa pikir Faza mungkin butuh temen ngobrol, tapi karena opa liat Astro kayaknya suka sama Faza, jadi opa sama kakek punya rencana jodohin kalian."     

Apakah itu berarti, Opa memang sudah memperhitungkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi? Kenapa terasa seolah aku sedang dijadikan umpan?     

"Faza nyesel?"     

"Faza ga yakin." ujarku jujur. Entah apakah aku merasa menyesal. Aku memang mencintai Astro, tapi pemahaman baru ini membuatku berpikir selama ini aku seperti sedang dipermainkan.     

"Faza mau mikir ulang buat nikah sama Astro?" Ibu bertanya dengan tatapan khawatir.     

Aku tak bisa membayangkan hari-hariku berlalu tanpa Astro. Sudah cukup hanya sekali saja aku memiliki jarak dengannya selama beberapa hari sebelum kami saling jujur dengan perasaan kami sendiri. Beberapa hari itu terasa begitu menyebalkan. Aku tak mampu membayangkan kami harus melalui hari-hari lain seperti itu kembali.     

Lagi pula, aku bisa membayangkan betapa Astro akan sangat kecewa bila tahu aku sedang meragukan perasaanku padanya. Dia begitu menjagaku selama ini, juga selalu membantu saat aku membutuhkannya. Bahkan tanpa aku memintanya.     

"Kita bisa tunda pernikahan kalian kalau Faza butuh waktu buat mikir lagi." ujar Ibu yang memecah lamunanku.     

Aku menggeleng, "Ga perlu ditunda kok, Bu."     

"Bener?"     

Aku mengangguk.     

Ibu menghela napas, "Nikah emang tujuan idaman semua pasangan, Faza, tapi sebenernya setelah nikah justru jadi awal kita memulai perjalanan. Kalau Faza masih ragu, Faza bisa mikir dulu."     

"Faza ga ragu kok, Bu. Faza cuma ngerasa ... kayak dijadiin mainan." ujarku pada akhirnya.     

"Mainan?" Ibu menatapku dengan tatapan menyelidik.     

Aku tak tahu harus menggunakan kata apa untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Hanya kata itu yang terlintas di pikiranku sekarang.     

"Faza tau gimana caranya takdir bekerja?"     

Aku menggeleng. Kenapa pembahasan kami beralih menjadi pembahasan tentang bagaimana takdir bekerja?     

"Ibu ga yakin gimana jelasin ini ke Faza, tapi ... Faza mau coba bikin eksperimen?"     

Seketika aku mengingat segala eksperimen yang pernah kulakukan dulu saat masih belajar menggunakan sistem homeschooling. Entah bagaimana sepertinya aku merindukan membuat sebuah eksperimen lagi.     

"Eksperimen apa, Bu?"     

"Faza minggu ini ada acara?"     

"Faza mau nganter aksesoris Teana buat konser."     

"Okay. Nanti Ibu anter sekalian kita bikin eksperimen. Mau?"     

Aku sama sekali tak menemukan bayangan eksperimen apa yang Ibu ingin lakukan bersamaku, tapi aku penasaran sekali. Maka aku mengangguk.     

"Ada yang lain yang mau Faza tanya ke Ibu?"     

"Itu aja, Bu." ujarku karena aku sudah mendapatkan jawaban yang kubutuhkan. Aku akan membaca sisa diary Bunda saat pulang nanti.     

"Faza mau Ibu pending dulu berkasnya buat Ibu daftarin?"     

"Ga usah. Faza ga ragu kok nikah sama Astro."     

Ibu tersenyum dan mengelus kepalaku, "Ibu seneng dapet menantu Faza. Ibu tau kalian nanti akan belajar jadi pasangan yang saling jaga satu sama lain. Ibu cuma mau minta tolong, kalau Astro mulai nyebelin dan Faza ga tahan sama sikapnya, Faza bisa cerita ke Ibu. Ya?"     

Aku mengangguk. Mungkin aku akan sering berbincang dengan Ibu karena Astro mungkin akan tetap bersikap menyebalkan. Mengingat bagaimana menyebalkannya dia sejak dulu.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.