Dua
Dua
"Itu kan Ayah yang minta. Bukannya opa juga udah mau nikahin waktu dirawat di rumah sakit tahun lalu?"
"Janji tetap janji, Astro. Selesaiin proyek kamu dulu. Kalau bisa selesai lebih cepet, kalian bisa nikah lebih cepet."
"Tapi ..."
"Ayah punya waktu malam ini kalau kamu mau diajak sparing tinju yang terakhir sebelum berangkat ke Surabaya."
Astro menahan diri untuk tak mengatakan apapun lagi, lalu menoleh padaku dengan tatapan menderita. Tangannya yang menggenggam tanganku terasa gelisah.
"Aku bisa nunggu kok." ujarku.
"Iya karena kamu perempuan. Coba aja jadi laki-laki dua bulan, kamu ..."
"Astro!" Ayah menegur Astro untuk tak melanjutkan kalimatnya.
Astro benar-benar menghentikan apapun yang ingin dikatakannya padaku dan terlihat kesal sekali. Dia bahkan melepas ganggaman tangannya padaku dan melipat kedua lengan di depan dada.
"Faza harus jaga diri dari Astro. Kalau Astro maksa, Faza pukul aja. Atau telpon Ayah. Nanti Ayah yang kasih pelajaran."
Aku tak mampu mengatakan apapun untuk menanggapi. Hingga hening lama sekali sebelum Ibu kembali ke ruang tamu.
"Opa ngijinin Faza nginep. Kita makan dulu yuk." ujar Ibu sambil memberi isyarat untuk ke dapur. "Loh, kenapa? Kok tegang gitu?"
"Anak Ibu maksa nikah sekarang karena tau udah dijodohin." ujar Ayah.
Sepertinya Ibu memahami situasi. Ibu melepas kedua lengan Astro dari dadanya, menariknya bangkit dan mengajaknya ke dapur sambil menatap Ayah, "Kan Astro anak Ayah juga. Bukannya mirip sama Ayah waktu ngelamar Ibu? Maunya cepet-cepet."
"Tapi kan Ayah udah lebih dewasa waktu ngelamar Ibu. Astro masih delapan belas." ujar Ayah yang ikut beranjak mengikuti mereka dan sepertinya aku tak memiliki pilihan lain selain mengekor di belakang semuanya.
"Cuma beda setahun kok sama Ayah dulu. Astro kan sebentar lagi sembilan belas tahun." ujar Ibu sambil mendudukkan Astro di salah satu kursi meja makan.
"Tapi Astro udah janji sama opa buat selesaiin proyeknya dulu."
"Hmm, itu bener. Maaf ya Ibu ga bisa bantu soal itu." ujar Ibu sambil mengelus puncak kepala Astro dan menatap matanya yang masih terlihat kesal sekali. "Udah, ah, ngambeknya. Makan yuk."
Ibu duduk di sebelah Ayah dan membantu Ayah mengambil makanan sebelum menaruhnya di hadapan Ayah, lalu mengambil porsi untuk dirinya sendiri. Sedangkan Astro tak bergerak sama sekali. Aku duduk di sebelahnya dan membantu mengambilkan makanan untuknya, lalu meletakkannya di hadapannya.
Astro menatapku dalam diam sebelum mengucapkan terima kasih, tapi tatapan matanya masih terlihat kesal sekali. Aku mengabaikannya dan mengambil porsi makanan untukku sendiri. Lagi pula, dia akan bicara jika suasana hatinya membaik.
"Faza boleh sering nginep di sini, Opa ga akan ngelarang kok. Ibu pasti kesepian kalau rumah ini ga ada yang berisik." ujar Ibu setelah kami selesai makan.
Aku tak tahu bagaimana harus menanggapinya, maka aku hanya mengangguk dalam diam.
"Kamu bisa tidur di kamarku kalau mau. Lebih bersih dari kamar sebelah yang jarang dipakai." Astro mengeluarkan suara pada akhirnya.
"Aku ga mau."
Astro terlihat tersinggung, "Kenapa? Kamu ga suka kamarku?"
"Emang kamu mau tanggung jawab kalau aku jadi tambah kangen?" entah bagaimana kalimat itu meluncur begitu saja dan aku merasa malu pada Ayah sedetik setelah mengatakannya.
Astro terdiam lama sambil terus menatapku sebelum beralih menatap ayahnya, "Calon menantu Ayah bikin Astro susah sabar begini. Bisa ga kalau dia diajak sparing juga?"
Ayah tertawa, "Sparing itu cuma berlaku buat kamu."
"Curang!"
"Udah, ih, kayak anak kecil. Kalian mandi sana. Ini udah malem." ujar Ibu sambil memberi isyarat tangan padaku dan Astro.
"Ada satu baju kamu di mobil. Aku ambilin dulu." ujar Astro yang segera berlalu sebelum aku sempat mengatakan apapun.
"Yuk Ibu anter ke kamar." ujar Ibu sambil menggiringku naik ke lantai dua dengan senyum lebar. "Sebenernya Ibu ga sabar nunggu kalian nikah. Ibu seneng banget kalau Faza beneran jadi anak Ibu juga. Kan nanti kita bisa bikin kue bareng."
Aku tersenyum. Aku bisa membayangkan betapa akan menyenangkan jika kami bisa menghabiskan waktu bersama. Mungkin akan terasa seperti sedang menghabiskan waktu bersama Bunda.
Langkah kaki kami terhenti di depan kamar di sebelah kamar Astro. Ibu yang membukakan pintu dan mengajakku masuk. Ada satu tempat tidur yang sama seperti milik Astro di kamar itu yang sudah dipasangi sebuah bedcover yang terlihat baru bermotif bunga lavender. Ada lemari pakaian, sebuah meja kerja dan sebuah rak buku di sisinya, tapi kamar ini terasa lengang karena tak ada barang-barang pribadi.
Astro mengetuk pintu sebelum masuk, lalu menghampiri kami dan menyodorkan tas jinjing milikku yang berisi pakaian yang biasa kutinggalkan di mobilnya, "Untung ga kebawa ke Surabaya."
"Thank you." ujarku.
"Ayo, Astro keluar. Kamu juga harus mandi. Nanti kalian ke sofa ya. Ibu mau ngajak kalian nonton dulu sebelum istirahat." ujar Ibu sambil menarik lengan Astro untuk keluar dan menutup pintu.
Aku beranjak ke kamar mandi. Sudah ada sebuah handuk baru dan peralatan mandi yang baru. Sampo dan kondisioner yang sama dengan milik Astro, yang kumiliki juga sejak dua tahun lalu. Aku memutuskan akan keramas agar suasana hatiku terasa lebih baik.
Aku keluar kamar dengan handuk masih di bahu untuk menahan air yang menetes setelah selesai mandi dan berpakaian. Aku menemukan Astro dan kedua orang tuanya sudah berkumpul di atas karpet dekat sofa dalam gelap. Ayah sedang berkutat dengan sebuah proyektor yang diarahkan ke gorden putih yang menutupi pintu kaca menuju balkon.
Astro memberiku isyarat untuk duduk di sisinya saat melihatku dan aku menurutinya. Dia langsung menggenggam tanganku tanpa malu-malu dan tersenyum lebar sambil melirik handuk di bahunya. Sepertinya dia baru saja keramas dan mendapatiku baru saja keramas seperti dirinya.
"Kalian ini bisa-bisanya sama-sama keramas. Liat tuh, Bu, warna bajunya aja sama." ujar Ayah.
"Biarin aja, Yah. Mereka besok udah LDR."
"Kasihan. Untung kita dulu ga LDR ya, Bu?"
Ibu tertawa, "Udah-udah. Udah mau mulai tuh."
Perhatian kami beralih pada gambar yang muncul di gorden. Itu adalah kumpulan video kami saat menghabiskan waktu liburan ke berbagai tempat bersama, membuatku dan Astro saling pandang dengan senyum terkembang.
Kami saling bercerita tentang tahun-tahun yang terlewat bersama. Tentang betapa aku dan Astro sangat menggemaskan saat masih kecil dulu, juga tentang kami yang mulai menjaga jarak saat beranjak remaja karena kedua orang tua Astro selalu mengingatkan bahwa kami sudah bukan anak-anak lagi.
Aku tahu kedua orang tua Astro sudah sejak lama menganggapku seperti anak mereka sendiri walau aku masih merasa sungkan dan canggung berada di sekitar mereka. Saat ini pun walau aku dan Astro berencana akan melanjutkan hubungan untuk menikah nantinya, mereka masih memperlakukanku sama. Semua ini membuatku menyadari, waktu begitu cepat berlalu.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-