Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Opa



Opa

1"Faza bisa ke rumah hari minggu ini?" Teana bertanya melalui sambungan telepon.     

"Kamu butuh bantuanku?" ujarku sambil melanjutkan lukisanku dan Astro versi kami masih kecil yang sedang duduk di kursi panjang teras belakang. Aku menuruti saran Ibu untuk memberi Astro lukisan dibanding memberinya PSP.     

"Aku butuh saran aksesoris dress yang cocok buat konserku bulan depan."     

Aku menghentikan gerakan tanganku dari kanvas, "Bukannya ada orang yang bantu kamu buat itu?"     

"Aku ga suka sama selera yang mereka pilih. Orangnya juga ga asik diajak ngobrol. Bisa ya, Za?"     

"Mm, aku minta ijin Opa dulu ya."     

"Nanti kabarin aku ya."     

"Okay."     

"Thank you."     

Teana mematikan telepon tak lama setelahnya. Aku akan menerima permintaannya jika Opa mengizinkan. Akan lebih baik untukku berada di luar rumah saat ada Zen di rumah ini.     

Aku menunda menyelesaikan lukisanku sekarang. Aku bisa melanjutkannya lagi nanti setelah berbicara dengan Opa. Aku meletakkan kuas dan beranjak ke ruang tengah untuk mencari Opa, tapi Opa tak ada di sana. Aku beralih ke ruang baca dan mengetuk pintu untuk mengecek apakah ada Opa di dalam.     

"Masuk." aku bisa mendengar suara Opa dari dalam.     

Aku membuka pintu dan mendapati Opa sedang membaca sebuah buku. Opa menatapku dan memberi isyarat untukku duduk. Aku menutup pintu dan menurutinya, lalu duduk tepat di hadapan Opa.     

"Opa, Faza mau minta ijin ke rumah Kakek hari minggu ini. Teana minta tolong milihin aksesoris dress buat konsernya bulan depan, boleh?"     

"Mafaza bawa mobil sendiri?"     

"Iya, Opa."     

Opa terdiam sebelum.bicara, "Bukannya Opa ga percaya Mafaza, tapi rumah Arya ada di kota sebelah. Mafaza belum biasa membawa mobil terlalu jauh."     

"Faza bisa pakai GPS kok. Nanti lama-lama juga Faza biasa."     

"Tunggu Astro saja ya."     

"Astro baru bisa pulang akhir bulan, Opa. Teana minta tolongnya minggu ini."     

"Mafaza cari cara lain dulu. Jika Mafaza ingin ke rumah Arya membawa mobil sendiri, Opa belum bisa memberi izin."     

Aku terdiam. Cara apa yang bisa kupakai untuk membantu Teana memilihkan aksesoris dress tanpa harus ke rumah Kakek? Aku tak mungkin mengajak Pak Said ke sana karena Kakek menomorsatukan privasi. Satu-satunya cara adalah ke sana sendiri atau menunggu Astro.     

"Mafaza tahu minggu lalu Jaya (ayah Astro) ke sini?" Opa bertanya tiba-tiba.     

Aku menggeleng dalam diam. Apakah itu saat Ayah keluar menggunakan motor Astro?     

"Jaya sempat main catur melawan Zen."     

Aku terkejut mendengarnya. Sepertinya aku baru saja menemukan fakta bahwa Astro mungkin sudah bercerita tentang Zen pada orang tuanya. Mungkin ibunya mengajakku ke rumah hanya untuk menjauhkanku dari Zen.     

"Faza baru tau dari Opa." ujarku dengan jantung berdetak lebih kencang.     

Opa mengangguk dan menaruh buku yang dibacanya sesaat lalu, "Opa minta maaf jika Opa terkesan seolah memberi Zen kesempatan untuk mendekati Mafaza. Opa hanya merasa Zen seperti cucu Opa."     

Aku tak mengerti ke mana arah pembicaraan ini sekarang. Sepertinya akan lebih baik jika aku memperhatikan lebih dulu. Aku menatap Opa lekat, "Opa tau Zen suka sama Faza?"     

Opa mengangguk perlahan, "Zen ga pernah menyebut apapun tentang itu, tapi Opa memang tahu. Zen pernah memberitahu perasaannya pada Mafaza?"     

Aku bingung bagaimana harus menjawabnya. Haruskah aku memberitahu Opa bahwa Zen pernah terang-terangan menyatakan rasa sukanya padaku di depan Astro? Atau tentangnya yang berniat menikung Astro? Atau tentang dia yang tak merasa keberatan jika aku menjadikannya selingkuhan karena Astro berada jauh dariku saat ini?     

"Mm, Zen pernah beberapa kali bilang, tapi Faza selalu nolak. Zen kan tau Faza sama Astro." ujarku pada akhirnya.     

"Begitu ya." ujar Opa seolah sedang memikirkan sesuatu yang penting.     

Aku memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa Opa mau Zen jadi cucu Opa?"     

Opa terdiam sebelum bicara, "Karena Danastri dan Mafaza adalah perempuan."     

Sepertinya aku sudah mendapatkan jawaban yang kucari. Bunda adalah anak Opa satu-satunya yang segera pergi jauh setelah menikah. Walau ada Astro selama bertahun-tahun ini, tapi Astro hanya bisa menemani Opa sebentar saja. Astro biasanya lebih banyak menghabiskan waktu bersamaku dan berbagai kegiatannya yang lain.     

"Opa minta maaf karena egois sekali. Opa sudah tua. Opa hanya ingin melakukan hal yang belum dilakukan." ujar Opa dengan tatapan bersalah.     

Aku menggeleng perlahan, "Faza ga masalah kok kalau Zen sering main catur sama Opa, tapi Faza akan kebantu banget kalau Opa bisa bilang ke Zen buat ga ganggu Faza. Faza kan serius sama Astro."     

"Nanti Opa bicarakan dengan Zen."     

"Makasih, Opa."     

Opa mengangguk, "Mafaza tahu kapan ada pertemuan selanjutnya? Mafaza akan datang sendiri?"     

"Faza belum tau kapan ada pertemuan lagi. Viona belum ngabarin. Mungkin kalau Astro ga ikut, Faza juga ga dateng."     

Opa mengangguk perlahan. Sebetulnya bertahun-tahun ini aku melihat banyak sisi diri Opa yang ternyata kusalahpahami. Dulu kupikir Opa adalah seorang kakek yang otoriter, tapi semakin aku mengenalnya aku menyadari bahwa Opa ternyata penyayang. Atau entah karena Opa merubah pendirian dan sikap, aku merasa lebih nyaman bercakap dengan Opa sekarang dibandingkan bertahun lalu.     

"Faza boleh tanya sesuatu?"     

"Mafaza boleh bertanya apa saja."     

"Apa Opa agen rahasia?" aku bertanya karena mengingat Paolo pernah menyebutkan tentang itu dan aku belum pernah menanyakannya pada Opa karena tak memiliki cukup keberanian.     

Opa terlihat terkejut, "Mafaza dengar dari siapa?"     

"Mm, Paolo pernah kelepasan ngomong. Faza pernah coba tanya ke Astro, tapi Astro ga mau jawab."     

Opa terlihat berpikir serius. Jelas sekali ada raut khawatir di wajahnya yang sudah tua, yang membuatku berpikir andai saja aku dan Astro terlalu lama menunda pernikahan, aku mungkin saja terlambat menjadikan Opa wali nikahku.     

"Opa sudah lama pensiun." ujar opa dengan singkat setelah keheningan yang terasa selamanya.     

Apakah itu berarti ucapan Paolo saat itu adalah fakta? Bagaimana Paolo bisa tahu sedangkan aku tak tahu?     

"Kenapa Faza ga pernah tau?" aku mencoba bertanya.     

Opa menghela napas, "Sudah lama sekali. Sebelum Mafaza lahir."     

"Boleh Faza tau ceritanya?"     

"Lain kali Opa cerita."     

Sepertinya aku tak memiliki pilihan lain. Aku membantu Opa bangkit dan memapah Opa ke kamar. Opa terlihat murung setelah aku meminta izin untuk melanjutkan lukisan di teras belakang. Sepertinya aku baru saja membuka luka lama.     

Haruskah aku bertanya pada Oma tentang ini? Tapi mungkin aku juga akan membuka luka Oma karena aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.     

Apa yang harus kulakukan sekarang?     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.