Tua
Tua
Tunggu sebentar, apakah kesepakatannya dengan Opa ini adalah caranya?
"Sepertinya bisa setelah kalian ujian semester. Di pemeriksaan X-ray yang pertama." ujar Opa.
"X-ray?" aku bertanya.
"Opa yakin?" Ayah bertanya.
"Opa yakin. Karena sudah bisa dipanen walau mungkin harga jualnya sedikit lebih rendah." ujar Opa.
"Beneran Opa?" Astro bertanya dengan tatapan tak percaya yang jelas sekali.
Opa memberi jawaban dengan sebuah anggukan kepala.
Aku beralih menatap Astro yang masih menggenggam tanganku, "Ngomongin apa sih? X-ray? Panen?"
Astro menoleh padaku dengan senyum yang lebar sekali di bibirnya, "Jawab dulu pertanyaanku. Kamu mau nikah sama aku kan?"
Entah bagaimana, tiba-tiba aku merasa gugup. Terasa seperti kadar oksigen di ruangan ini menurun drastis dan aku hanya bisa menghirup seperempat dari jumlah oksigen yang biasanya kuhirup.
Aku menoleh pada Opa, "Selesai ujian semester ini, Opa?"
Opa mengangguk perlahan.
Aku tahu Astro gelisah menunggu jawabanku, tangannya yang menggenggamku terasa sedikit kaku. Aku kembali menatap Astro, "Bukannya semalem kamu bilang ga akan terima kalau aku nolak kamu?"
Sepertinya Astro tahu apa maksudku. Senyum di bibirnya merekah semakin lebar. Aku menebak senyum itu tak akan pergi dalam waktu dekat. Dia tampan sekali.
"Aku diterima kan?" Astro bertanya dengan tatapan tak percaya dan senang di saat yang sama. Aku menjawabnya dengan sebuah anggukan dan senyum manis.
"Opa serius?" Ayah bertanya seolah apa yang terjadi di depan matanya hanyalah sandiwara.
"Opa serius. Opa sudah tua. Akan lebih baik jika ada orang lain yang menjaga Mafaza." ujar Opa.
Ayah menatapku dan Astro bergantian dengan tatapan tak percaya, "Kalian beruntung."
Aku tahu apa maksudnya. Selama ini Ayah lah yang menahan Astro. Entah bagaimana caranya Astro menemukan caranya sendiri untuk membujuk Opa.
"Opa, Faza boleh peluk Astro?" aku memberanikan diri untuk bertanya.
Opa terdiam sesaat sebelum mengangguk, "Sekali ini saja ya."
Ayah baru saja akan memprotes, tapi Opa menyentuh lengannya dan memberi isyarat untuk beranjak pergi. Ayah menuruti Opa dan meninggalkan kami dengan terpaksa.
Walaupun aku sudah meminta izin, tapi aku ragu-ragu apakah aku akan benar-benar memeluk Astro. Aku hanya bisa menatapi sosoknya dengan canggung walau aku tahu dia menungguku.
"Ooh, come on. Kamu kelamaan." ujarnya sambil menarikku mendekat padanya, lalu menaruh kedua tanganku di punggungnya dan mendekap kepalaku erat di dadanya.
"Ga sabaran banget sih!" ujarku sambil memukul punggungnya pelan, tapi segera mempererat pelukanku saat Astro mengecup dahiku.
Astaga, jantungku berdetak kencang sekarang.
Astro mengangkat daguku untuk menatapnya, "Thank you."
Aku tak tahu bagaimana harus membalas kalimatnya. Irama jantungku yang berdetak kencang ini benar-benar mengganggu. Bahkan sepertinya wajahku memerah karena terasa panas.
"Apa proyek kamu?" aku bertanya setelah rasanya lama sekali menatapnya dalam diam.
"Nanti aja kalau kita udah nikah baru aku kasih tau."
"Masih mau main rahasiaan sama aku?"
Astro menaikkan bahu, "Mau gimana lagi? Belum waktunya kamu tau."
Kami sudah sampai di titik ini dan pembahasan tentang proyeknya hampir saja kuketahui, tapi dia tetap menolak untuk memberitahu. Aku benar-benar tak mengerti.
Saat memikirkan segala kemungkinan yang ada tiba-tiba aku baru menyadari sesuatu, "Setelah nikah, kita tetep LDR? Kuliah kita masih bertahun-tahun lagi, Astro."
Senyum di bibirnya yang sejak tadi tak beranjak pergi, sekarang hilang. Benar-benar tak berbekas. Dia mencubit pipiku, "Makanya dari dulu aku bilang, kamu ikut aku aja."
"Kamu kan tau aku ga bisa." ujarku sambil mencubit punggungnya.
"Sakit."
"Emang kamu pikir pipiku ga sakit?"
"Sorry." ujarnya sambil mengelus pipiku yang tadi dicubit olehnya. Aku membalasnya dengan sebuah pukulan di punggungnya, tapi dia tertawa.
"Serius, Astro."
Astro terdiam sebelum bicara, "Kamu bisa pindah ke ITS semester depan."
"Aku ga mungkin ninggalin Opa sama Oma di sini."
Kami saling menatap dalam diam. Aku tahu kami baru saja kembali ke pembahasan kami berbulan-bulan lalu.
"Kita jalanin aja dulu ya." ujarnya.
Sepertinya aku sudah mendapatkan jawaban yang kucari, walau bukan jawaban yang kuinginkan. Ini terasa menyebalkan.
Aku membenamkan wajah di dadanya dan mempererat pelukanku. Aku akan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Hangat dan aroma tubuhnya nyaman sekali.
"Aku belum mandi, Nona." ujarnya sambil mengelus rambutku.
"Aku ga peduli." ujarku. Aku memang tak melihat ekspresinya, tapi kurasa dia sedang tersenyum sekarang. Aku tahu dia juga tak akan membuang kesempatan.
"I love you, Mafaza Marzia."
Aku bisa merasakan puncak kepalaku terasa hangat oleh napasnya, tapi aku tak akan menjawabnya kali ini.
"Jaga diri beberapa bulan ke depan ya. Aku mungkin akan jarang pulang. Deadline-ku banyak banget."
Aku menghela napas dalam dekapannya. Aku ingin sekali memprotesnya yang selalu sibuk, tapi aku membatalkannya, "Bulan depan kamu tetep pulang buat dateng ke konser Teana kan?"
"Aku ga janji, tapi aku usahain. Teana bisa ngambek kalau aku ga dateng."
Itu berarti dia sudah pasti tak akan bisa menemaniku ke pameran lukisan Hanum Cokronegoro, papa Kak Sendy. Aku akan memberi tahu Kak Sendy bahwa aku tak bisa datang.
"Ini pelukan terakhir kita sebelum nikah ya. Aku bener-bener akan nahan diri setelah ini."
Aku mengangguk tanpa mengatakan apapun. Akan lebih baik jika aku bisa memeluknya setiap hari, tapi aku masih harus bersabar sebentar lagi.
"Mau sampai kapan kalian begitu, Sayang? Kalau Kakek tau, kalian bisa dibikin menderita beberapa bulan ke depan sebelum kalian nikah."
Aku mendongakkan kepala dan merenggangkan pelukanku, lalu aku melihat ibu sedang berjalan ke arah kami dengan senyuman penuh arti. Tiba-tiba saja aku merasa malu sekali. Aku mencoba melepas pelukanku, tapi Astro menahannya. Astro justru memberiku tatapan sendu. Aku tahu dia tak akan bersedia melepasku.
"Lima menit lagi ya, Bu." ujar Astro saat Ibu berhenti di dekat kami.
Ibu menggeleng, "Udah, lepas sekarang. Kita punya banyak hal yang harus dibahas kalau kalian beneran mau nikah abis ujian semester ini."
Astro melepasku dengan terpaksa, tapi masih menggenggam tanganku dengan tatapan menderita. Ibu menghela napas, lalu melepaskan tanganku dari Astro dan menggiring kami di kedua sisinya menuju ruang tamu.
Kami mendapatkan kuliah sepanjang hari tentang tanggung jawab menjadi suami istri. Tentang masalah yang mungkin datang dan bagaimana menyelesaikannya. Kami juga membahas apakah kami berencana umtuk langsung memiliki anak, yang merupakan pembahasan yang selama ini tak pernah terlintas di kepalaku.
Yang mengherankan, tak ada satupun pembahasan tentang lokasi menikah atau semacamnya. Mungkin kedua orang tua Astro, juga Opa dan Oma baru akan membahasnya nanti jika waktunya sudah cukup dekat. Semua pembicaraan tentang menikah ini, membatalkan semua rencana yang kami rencanakan beberapa hari lalu. Termasuk jadwal untuk mengunjungi makam keluargaku.
"Besok pagi aku jemput ke makam. Aku bawa motor ya." ujar Astro dari balik kemudinya saat aku mengantarnya ke halaman.
Aku mengangguk, "Nanti kabarin kalau udah sampai."
"Aku belum pergi aja kamu udah kangen begini." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Kalau ga boleh nanti aku kangen sama orang lain aja. Zen mungkin?"
Senyum dibibirnya langsung lenyap, "Jangan macem-macem ya, Nona. Aku bisa bikin kamu nyesel udah ngancem aku."
"Aku bercanda, Tuan Astro." ujarku sambil mengelus rambutnya.
"Tiga bulan lagi kamu jadi istriku. Aku ga suka kamu bercanda begitu."
"Fine."
"Janji ya?"
"Iya, Calon Suamiku yang Bawel."
"Coba ngomong lagi." ujarnya sambil mencubit pipiku.
"Iih, iya! Calon suamiku baik hati." ujarku sambil berusaha melepas tangannya dari pipiku.
"Jangan macem-macem!" ujarnya sambil menepuk pipiku perlahan.
Aku memberinya tatapan sebal, tapi sepertinya suasana hatinya sedang bagus sekali. Senyum lebar kembali menghiasi bibirnya yang membuatnya terlihat semakin tampan.
"Aku pulang ya." ujarnya sambil mengelus puncak kepalaku sebelum menyalakan mobil dan berlalu dari halaman. Dia benar-benar menyebalkan.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-