Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Kayuhan



Kayuhan

3"Sendirian?"     

Aku menoleh dan mendapati Zen sedang mengendarai motornya yang dijalankan dengan perlahan agar bisa menyamai kayuhan sepedaku. Aku baru saja pulang dari makam untuk mengunjungi keluargaku, "Kamu mau ke rumah?"     

"Iya. Mau main catur sama opa."     

Aku mengangguk tanda mengerti. Aku tak tahu harus membahas apa lagi dengannya.     

"Kamu dari mana?"     

"Dari makam."     

"Ooh, kamu ... dapet salam dari kak Liana."     

"Tolong salamin balik."     

Zen mengangguk, lalu kami melaju bersisian dalam diam. Sebetulnya aku bisa saja memintanya ke rumah lebih dulu karena dia mengendarai motor, tapi sepertinya aku sedang membutuhkan seseorang untuk menemaniku saat ini.     

"Kamu ga nyuruh aku duluan?" Zen bertanya, seolah tahu apa yang sedang kupikirkan.     

"Kamu bisa duluan kalau mau."     

"Mumpung kamu ga protes, aku mau nemenin."     

Aku menoleh padanya dan mendapati senyum terkembang di bibirnya, "Aku ga lagi ngasih kamu kesempatan, Zen."     

"Apapun alasan kamu, aku ga masalah."     

Aku tak akan menanggapinya. Akan lebih baik jika ada Astro yang menemaniku sekarang, tapi dia sedang berada entah di mana dengan proyeknya. Dia bahkan belum menghubungiku sejak berangkat kemarin.     

Kami sampai di halaman beberapa saat setelahnya, lalu memarkir kendaraan dan masuk bersama. Kami mendapati Opa sedang duduk di ruang tamu, sedang menatapi papan catur yang sudah dijalankan.     

Opa menyadari keberadaan kami, "Mafaza ke makam bareng Zen?"     

"Ga kok, Opa. Tadi ketemu di jalan pas Faza pulang." ujarku sambil menyalami dan mencium tangan Opa.     

Zen menyalami dan mencium tangan Opa setelah aku selesai, lalu menyodorkan sebuah paper bag, "Opa sehat?"     

"Opa sehat. Zen ga perlu repot seperti ini setiap datang." ujar opa.     

"Ga repot kok, Opa."     

"Terima kasih ya." ujar Opa sambil menyodorkan paper bag itu padaku.     

Aku menerimanya dan menoleh pada Zen, "Thank you, Zen."     

Zen tersenyum dan mengalihkan tatapannya pada Opa, "Opa main sendiri?"     

"Opa sedang membuat simulasi strategi. Zen sudah sarapan? Kalau belum bisa sarapan dulu bareng Mafaza." ujar Opa. Opa pasti tahu aku belum sarapan karena aku berangkat ke makam pagi buta.     

"Zen udah sarapan kok, Opa."     

"Kalau begitu Mafaza sarapan sekarang ya. Mafaza harus makan tepat waktu."     

Aku mengangguk, "Faza masuk ya, Opa, Zen."     

Aku berlalu menuju dapur dan mendapati Oma sedang merajut di meja makan. Aku menyalami dan mencium tangannya Oma, lalu meletakkan paper bag pemberian Zen di meja.     

"Ada Zen?" Oma bertanya.     

"Iya, Oma." ujarku sambil duduk di sebelah Oma.     

"Faza bisa bilang ke Zen ga perlu repot ngasih oleh-oleh setiap ke sini."     

"Dilarang juga percuma kayaknya. Zen kan keras kepala." ujarku sambil mengamit sebuah piring, lalu mengisinya dengan nasi goreng dan telur dadar.     

Oma menggeleng, "Asih, tolong anter minum sama kue ke depan ya."     

"Baik." ujar Bu Asih yang baru saja selesai mencuci piring. Bu Asih menyiapkan yang diminta Oma dan berlalu ke ruang tamu.     

Aku melanjutkan sarapanku dalam diam sambil membayangkan apa yang sedang Astro lakukan saat ini. Apakah dia sudah sarapan?     

"Oma beneran ga bisa kasih tau Faza proyeknya Astro di mana?" aku bertanya setelah menyelesaikan sarapan.     

"Ga bisa. Nanti Faza tau kalau udah waktunya."     

"Astro belum ngasih kabar ke Faza dari kemarin."     

"Faza udah coba telpon?"     

"Udah tadi pagi, tapi ga diangkat."     

"Ya udah, sabar dulu. Mungkin Astro sibuk. Nanti Astro hubungin Faza kalau udah punya waktu."     

Aku tahu Oma benar, tapi aku tetap merasa kesal karena Astro tak memberiku kabar apapun. Aku pamit pada Oma untuk bekerja di kamar. Semua laporan dari seluruh cabang toko kain dan gerai kopi baru selesai kukerjakan saat jam makan siang tiba.     

Astro tak terlihat online di laptopnya dan belum juga menghubungiku. Aku meninggalkan handphone di kamar agar tak selalu mengecek pemberitahuan pesan darinya. Ini benar-benar terasa menyebalkan.     

Aku keluar kamar menuju dapur. Sudah ada Opa, Oma dan Zen di duduk mengelilingi meja makan. Aku memilih duduk di sebelah Oma agar tak perlu duduk dekat dengan Zen.     

"Masih belum dapet kabar dari Astro?" Oma bertanya.     

Aku hanya mengeleng. Aku malas membahasnya.     

"Ya udah, makan dulu."     

"Faza ga laper." ujarku sambil mengamit sepotong ayam goreng untuk kubawa bersamaku.     

Aku tahu saat ini aku sedang bersikap tidak sopan, tapi aku tak peduli. Aku terlalu malas untuk bersopan-santun sekarang. Terlebih bersopan santun di depan Zen.     

Aku menemukan novel yang kubeli beberapa hari lalu di meja teras belakang. Sepertinya aku akan membacanya untuk mengalihkan pikiran. Memikirkan keberadaan Astro membuat kepalaku berdenyut mengganggu.     

Novel itu bercerita tentang seorang dokter bedah yang jatuh cinta pada pasiennya yang sedang dalam kondisi koma. Novel yang menarik menurutku. Jatuh cinta pada seseorang yang bahkan tidak mengenalmu, pun tak pernah berbincang denganmu, kira-kira bagaimana rasanya?     

"Masih bad mood?"     

Aku menoleh dan mendapati Zen baru saja duduk di sebelahku.     

Dia menatap buku yang kupegang dan terlihat bingung, "Kamu baca itu?"     

"Cuma buat ngilangin bosen. Kamu kenapa di sini?"     

"Opa mau istirahat, jadi nyuruh aku nemenin kamu biar ga galau."     

Sepertinya aku tahu apa maksudnya. Aku memang terlihat sedang bertempramen buruk hari ini karena belum mendapat kabar apapun dari Astro, "Aku ga perlu ditemenin kok."     

"Aku tau kamu pasti nolak. Aku cuma nemenin kamu sebentar biar opa ga khawatir. Opa bilang kamu bisa ngurung diri berbulan-bulan kalau lagi sedih."     

"Aku lagi ga sedih. Jadi kamu bisa pulang aja kalau udah ga main catur sama Opa lagi."     

Zen menatapku dengan tatapan tak percaya, "Segitu ga sukanya ya kamu sama aku?"     

"Aku ga pernah bilang aku ga suka sama kamu, Zen, tapi aku tau kamu deketin aku karena kamu suka sama aku. Itu bikin aku bingung gimana harus ngadepin kamu sementara aku punya Astro."     

"Bukannya aku udah pernah bilang kalau jadi temen kamu aja ga masalah buatku?"     

"Tapi kamu tetep suka aku kan?"     

"Aku suka sama kamu begitu aja, Faza. Kalau aku bisa milih suka sama siapa, aku udah lepasin kamu dari dulu. Aku bahkan ga akan repot-repot ke sini dan kejebak sama opa tiap weekend." ujarnya yang terlihat bingung dengan dirinya sendiri.     

Hening di antara kami. Aku baru saja akan berkata 'Kamu bisa bilang Opa kalau kamu emang ga bisa main lagi ke sini.', tapi membatalkannya. Mengingat Opa pernah berkata padaku bahwa Opa sudah menganggap Zen sebagai cucunya.     

"Trus aku harus gimana sekarang?"     

Aku tak mampu menjawab pertanyaannya.     

"Bisa kan kamu anggep aja aku ga pernah bilang kalau aku suka kamu? Anggep aja aku temen biasa."     

"Astro ga akan suka kalau aku deket kamu."     

Zen terlihat tersinggung, "Segitu pentingnya pendapat Astro buat kamu? Dia aja ga ngabarin dari kemarin."     

Uugh, kalimatnya membuat kekesalanku muncul kembali. Andai saja aku tahu di mana Astro berada saat ini, mungkin aku tak akan merasa seburuk ini. Aku bahkan membiarkan Zen menemani perjalanan pulangku dari makam tadi pagi hanya karena aku sedang merasa membutuhkan seseorang di sampingku.     

"Fine. I'll try (Aku coba)." ujarku pada akhirnya. Mungkin aku akan menemukan alasan entah apa untuk kujelaskan pada Astro. Aku tahu Zen sudah berusaha bersikap sesuai keinginanku selama beberapa waktu ini. Kuharap Astro akan mengerti.     

Zen tersenyum ragu-ragu, "Kamu serius kan?"     

"Aku bilang aku akan coba. Aku ga janji."     

Kami saling menatap dalam diam. Aku tahu kami sedang menilai diri kami masing-masing. Aku tak tahu apakah ini akan baik atau buruk untukku. Aku sama sekali tak merasakan firasat apapun.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.