Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Tiga



Tiga

2"Suara kamu tambah bagus." ujarku sungguh-sungguh.     

"Aku kan ga mau kalah dari kamu."     

Aku tertawa. Aku bahkan sudah kesulitan mengalahkannya sejak dulu. Sepertinya mulai saat ini akan sangat sulit mengalahkannya dalam hal apapun.     

"Ayo keluar. Aku ga mau lama-lama di sini." ujarku setelah tawaku terhenti.     

Astro mengangguk dan menaruh gitar semi-akustiknya di dekat tumpukan buku yang akan dia bawa. Sepertinya dia akan membawa gitarnya ke Surabaya.     

Dia menggenggam tanganku dan mengajakku keluar. Kami keluar kamar bersamaan dengan kedua orang tuanya dari kamar mereka. Mereka sudah berganti pakaian formal untuk menghadiri rapat.     

"Suara kamu bagus." ujar Ayah.     

"Iya dong. Astro kan mau sering nyanyi buat calon istri." ujar Astro tanpa malu-malu, lalu mengajakku menghampiri sofa dan duduk.     

"Jadiin istri beneran baru bangga nyebutnya." ujar Ayah sambil mengambil sepotong brownies dan mengunyahnya. "Ini enak. Faza yang bikin?"     

Aku mengangguk. Dalam banyak kesempatan aku sering menganggap Astro dan ayahnya seperti sahabat, juga rival. Ayahnya akan selalu menahan Astro untuk tak gegabah untuk melakukan apapun, tapi juga sering menggodanya seperti sekarang.     

"Proyek kamu ga bisa lebih cepet lagi?" Ibu bertanya.     

"Astro usahain."     

Ibu mengangguk, "Ayo, Yah. Nanti kita telat."     

"Jangan masuk kamar lagi ya kalian berdua. Dan ga lebih dari pegangan tangan." ujar Ayah sambil menatap tangan kami yang masih saling menggenggam.     

Astro hanya mengangguk. Kemudian kami menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya sebelum mereka pergi.     

Aku mengamit ransel di atas meja, lalu mengeluarkan sebuah gelang yang kubuat dari kulit dan tali berwarna maroon, dengan sebuah lempengan titanium bertuliskan "I'll wait for you to come". Kemudian mengamit tangan kiri Astro dan memasangkannya.     

"Kenapa baru ngasih sekarang? Aku nunggu kamu bikin sesuatu buatku dari dulu." ujarnya senyum lebar sekali saat membaca tulisan di lempengannya. Aku bisa menebak senyumnya tak akan pergi dalam waktu dekat.     

"Biar kamu tau kalau aku serius nunggu kamu. Kamu harus fokus karena kerjaan kamu banyak. Harusnya ga akan sempet buat ngurusin aku cemburu atau ga."     

Aku sengaja mengatakannya sejelas mungkin, mengingat saat dia begitu menuntutku untuk merasa cemburu padanya. Dia akan menghabiskan waktu untuk hal yang tak perlu jika aku tak memberinya sikap yang jelas.     

Astro menggenggam tanganku dan mengelus jariku dengan lembut, "Thank you, Honey."     

Aku membalas elusannya. Aku akan sangat merindukannya saat dia benar-benar pergi besok karena kami hanya akan bertemu sebulan sekali setelah ini.     

"Sini hape kamu. Aku mau kirim semua foto kita dari laptop."     

Aku melepas tangannya, mengamit handphone dari ransel dan menyodorkannya padanya. Dia bangkit dan membawanya ke meja komputer di samping lemari action figure. Aku hanya menatapinya dan menunggunya di sofa.     

"Password kamu apa, Honey?"     

"Nama Bunda." ujarku sambil mengamit sepotong brownies dan menggigitnya.     

Aku sengaja mengatakannya karena ingin tahu apakah dia mengingat nama bundaku. Sepertinya dia tak menemukan kesulitan saat membuka sandi karena tak mengatakan apapun lagi, yang berarti dia mengingat nama bundaku dengan baik.     

Astro berkutat di depan laptopnya cukup lama, hingga aku memperhatikan isi kardus berisi buku yang akan dia bawa. Ada selembar sketsa dirinya yang kubuat tahun lalu saat aku sedang memandanginya tidur di balik kemudi.     

"Kamu mau pajang ini di apartemen?" aku bertanya sambil menunjukkan sketsaku padanya.     

Astro menoleh dan menggumam mengiyakan, "Ini baru selesai transfer data setengah jam lagi. Aku keluarin barang yang mau dibawa, kamu bantu aku packing ya."     

"Okay."     

Beberapa jam kemudian, total tiga dus dengan isi yang berbeda, dengan satu gitar semi-akustik, laptop, topi inisial namaku dan dua paper bag besar berisi action figure. Kami menaruh semuanya di ruang tamu sebelum dipindahkan ke mobil.     

Dia mengajakku makan siang di luar untuk belanja kebutuhan kuliah yang baru. Kami membeli banyak pakaian, buku, alat tulis dan alat lukis baru untukku. Dia bahkan menungguiku di salon untuk sedikit merapikan rambut yang mulai panjang. Kami baru kembali ke rumahnya pukul 19.13 dan langsung mengepak barang yang baru kami beli, lalu memasukkan semuanya ke mobil.     

"Kalian baru selesai?" Ayah bertanya setelah keluar dari mobil yang sepertinya baru pulang dari rapat karena pakaiannya masih sama seperti saat berangkat.     

"Tadi kita belanja barang-barang yang kurang di mal." ujar Astro setelah kami selesai menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya.     

"Pinter ya kamu nyolong waktu buat nge-date." ujar Ayah sambil mengacak rambut Astro dan menggiring kami berkumpul di ruang tamu.     

Astro tersenyum lebar sekali, "Yang terakhir, Yah. Kan besok Astro udah berangkat."     

"Rambut Faza dipotong sedikit ya? Ibu hampir ga sadar. Kenapa ga potong sebahu biar lebih fresh?" Ibu bertanya.     

"Ga diijinin sama Astro, Bu." ujarku sambil duduk di sofa tepat di samping Astro.     

"Emang siapa kamu ngelarang-ngelarang? Suaminya juga bukan." ujar Ayah yang membuat senyum Astro semakin lebar.     

"Ayah, udah ih." Ibu menegur Ayah sambil mengelus bahunya. "Faza nginep aja ya. Nanti bisa tidur di kamar sebelah Astro yang kosong. Ibu beresin kamarnya dulu sekalian telpon opa."     

Ibu beranjak bahkan sebelum aku sempat menolaknya. Sepertinya mau tak mau aku harus menunggu kabar apakah Opa akan melarang atau mengizinkan. Akan terasa canggung untukku menginap di rumah ini walau aku tak akan menolak jika bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Astro.     

"Liat kalian berdua jadi inget Ayah sama ibu dulu. Kalian beruntung karena udah dijodohin jadi ga ada drama harus ditolak sama calon mertua." ujar Ayah tiba-tiba.     

5iba-tiba hening hingga membuatku canggung dan menol3h pada Astro. Wajahnya merona merah sekali.     

Astro menoleh ke arahku tak lama setelahnya, lalu mengamit dan menggenggam tanganku erat, "Kamu tau kalau kita dijodohin?"     

"Aku tau dari Kakek pas kamu lagi dihukum lari keliling lapangan basket." ujarku yang tak bisa menyembunyikan senyum dari bibirku saat melihat ekspresinya yang kebingungan.     

Astro menatapku tak percaya, "Jadi itu yang kakek bilang? Itu rahasia yang kamu maksud?"     

Aku tidak menanggapinya, tapi mengangguk dengan senyum masih tersisa di bibirku.     

"Berarti harusnya kita bisa nikah sekarang kan? Astro ga perlu nunggu proyek selesai. Iya kan, Yah?" Astro bertanya dengan nada menuntut.     

Tebakan Kakek saat itu tepat sekali saat memintaku tak mengatakan apapun tentang hal ini atau Astro akan meminta kami menikah sekarang juga.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.