Tiramisu
Tiramisu
Aku mengetuk pintu beberapa kali, lalu pintu terbuka dengan Ibu yang tersenyum lebar saat melihatku. Aku langsung menyalami dan mencium tangannya seperti biasa.
"Anak Ibu yang cantik kenapa?" ibu bertanya sambil mengelus puncak kepalaku dan menggiringku masuk ke arah dapur.
Aku tak mungkin menceritakan tentang Zen pada Ibu karena akan terasa canggung sekali jika aku membicarakannya, "Cuma lagi bad mood aja, Bu. Ibu tumben di rumah?"
"Ibu lagi ga ada kerjaan. Aneh deh. Pas Astro lagi ga ada Ibu malah punya banyak waktu."
Aku tersenyum, "Ayah ga di rumah?"
"Ayah lagi keluar sebentar bawa motor Astro. Nanti sore kayaknya udah pulang. Gimana kegiatan kampusnya?"
"Acara penerimaan MABA kemarin seru sih."
"Ga ada masalah kan berarti?" Ibu menatapku dengan tatapan menyelidik, persis seperti tatapan Astro saat ingin mendapatkan informasi.
Aku menggeleng. Masalahnya adalah Zen yang selalu membuntutiku, tapi aku tak mungkin membahasnya.
Setelah sampai di dapur, sudah ada berbagai peralatan dan bahan-bahan membuat cake dengan aroma manis dari berbagai bahan yang ada. Entah kenapa membuatku merasa lapar.
"Kita mau bikin tiramisu?" aku mencoba menebak.
"Lebih tepatnya tiramisu brownie. Ibu dapet resepnya dari temen Ibu."
"Kita mulai dari mana?" aku bertanya karena belum pernah membuatnya.
"Kita mulai dari ngobrol dulu." ujar Ibu sambil mengajakku duduk di salah satu meja makan dengan senyum yang terlihat cantik sekali. Ibu menjauh ke arah rak camilan untuk mengambil setoples biskuit, sekotak susu dingin dari kulkas dan dua gelas kosong, lalu meletakkan semuanya di hadapanku dan duduk di sisiku. Kemudian menuang susu ke dua gelas dan menyodorkan satu padaku, "Astro tadi nelpon Ibu katanya Faza lagi galau. Faza bisa cerita ke Ibu."
Aku meneguk susu karena tak yakin bagaimana akan menjawabnya. Aku benar-benar tak ingin membahas tentang Zen.
"Ga mau cerita nih sama Ibu?"
Aku menaruh gelas di meja dan menatap Ibu ragu-ragu, "Mm, Faza kayaknya masih ngerasa ga biasa ga ada Astro."
Ibu memberiku sebuah senyum pengertian, "Akhir bulan Astro pulang kan?"
"Tapi akhir bulan masih lama."
"Mau Ibu anter ke Surabaya?"
Aku menatap Ibu tak percaya, tapi segera menyadari bahwa hal itu tak mungkin dilakukan. Ini adalah hari minggu siang. Jika kami ke Surabaya sekarang, kami baru akan sampai nanti sore dan baru akan pulang kembali larut malam. Terlebih lagi adalah suatu hal yang langka bagi kedua orang tua Astro berada di rumah. Aku tak ingin mengganggu waktu istirahat keduanya.
"Ga usah bu. Faza masih nyesuaiin diri aja kayaknya."
"Bener? Ibu bisa minta ijin sama Opa buat anter Faza ke Surabaya kalau Faza mau."
Sepertinya aku benar-benar harus menolaknya, maka aku mengangguk dengan berat hati.
"Ya udah. Kalau gitu Faza harus sabar nunggu Astro pulang ya."
Lagi-lagi, aku hanya mampu mengangguk.
"Ada lagi yang mau Faza ceritain?"
Aku tiba-tiba teringat sikap Astro yang lebih terbuka beberapa waktu ini. Aku sedang menimbang apakah aku akan menceritakannya pada ibu atau tidak, tapi sepertinya aku membatalkannya, "Ga ada lagi kok, Bu."
Ibu tersenyum, "Ya udah, kita bikin cake yuk. Nanti bikin tiga, yang satu buat Faza bawa pulang, yang satu buat Astro. Ayah sama Ibu mau ke Surabaya besok jadi bisa sekalian dibawa."
Aku mengangguk dan segera menyadari kesalahanku. Jika kedua orang tua Astro ingin ke Surabaya, maka seharusnya berangkat hari ini atau besok tak akan banyak berbeda, tapi aku sudah terlanjur menolak untuk berangkat. Aku hampir saja mengutuk diri saat Ibu mulai membuat kue. Kami membicarakan tentang apapun yang terlintas di benak dan baru selesai mengangkat kue dari oven saat hari sudah sore.
"Ibu tau Astro lagi pengen beli barang apa?" aku bertanya sambil menikmati aroma tiramisu brownie yang baru matang. Aku baru saja berpikir untuk memberi Astro sesuatu karena mengingat biasanya dialah yang memberiku berbagai barang.
"Setau Ibu, Astro lagi pengen beli PSP yang baru, tapi ibu saranin Faza buat ga beliin itu ya." ujar Ibu seolah mengerti pikiranku. PSP adalah sebuah perangkat untuk bermain game. Dengan kegiatan barunya di kampus dan berbagai pekerjaan lainnya, kurasa membelikan Astro PSP baru adalah ide yang buruk.
"Kenapa ga bikinin Astro lukisan? Astro bisa pajang di apartemen." ibu bertanya sambil mengecek handphone.
"Nanti Faza bikin."
"Ada yang mau Faza beli? Sekalian kita jalan-jalan yuk. Balum malem kok jadi Opa pasti ngijinin." ujar Ibu dengan tiba-tiba.
"Ga ada bu. Semua yang mau Faza beli udah dibeli bareng Astro sebelum berangkat ke Surabaya."
"Kalau gitu kita refleksi aja yuk." ujar Ibu sambil mengamit tanganku dan entah bagaimana tiba-tiba saja kami sudah berada di dalam mobil. Sepertinya aku baru saja menyadari, kemampuan persuasif Astro mungkin saja dipelajari secara natural dari ibunya.
Kami sampai di sebuah salon & spa tak lebih dari satu jam kemudian. Ibu yang memilihkan treatment untuk kami berdua dan kami diajak ke sebuah ruangan dengan dua tempat berbaring, dengan sebuah sekat di tengahnya. Tubuh kami dipijat selama satu jam dan selama itu juga kami membahas tentang segala perawatan perempuan.
Kami pulang saat malam tiba. Ayah sedang duduk di ruang tamu sambil membaca sebuah buku bisnis. Ibu memberi salam dan mencium tangannya, lalu aku mengikutinya.
"Gimana, Yah?" Ibu bertanya sambil duduk di sebelah Ayah.
"He is good."
"I see."
Tatapan mata mereka terpaku padaku sebelum kembali saling menatap. Aku tak mengerti apa maksud tatapan keduanya. Aku juga tak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan sebelum ini.
"Ibu beresin tiramisu yang buat Faza bawa ya. Faza duduk aja dulu, nanti ibu anter pulang."
Aku akan menurutinya saja, maka aku mengangguk dan duduk tepat di seberang Ayah.
"Faza simpen nomor hape Ayah sama ibu kan?" Ayah bertanya tiba-tiba.
"Faza simpen kok, Yah."
"Good. Kalau Faza butuh bantuan apapun bisa telpon atau chat. Astro kan jauh, jadi ga bisa nemenin Faza terus sekarang."
"Iya, Yah."
"Faza juga bisa curhat sama Ibu. Nanti kalau Faza lagi galau, kita bisa refleksi lagi." ujar Ibu yang baru datang dari arah dapur, dengan sebuah paper bag di tangannya.
Aku menganguk dan tersenyum. Sepertinya akan menyenangkan jika mereka benar-benar menjadi orang tuaku nantinya. Bukan untuk menggantikan peran orang tua kandungku tentunya, tapi memiliki orang tua yang mampu menjadi tempat berbagi segala hal sepertinya terasa menyenangkan.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-