Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Catshark



Catshark

1Zen : Kamu ga bohong kan soal yang kamu bilang di kafe tadi?     

Aku : Yang mana?     

Zen : Kamu masih virgin     

Aku : Aku ga mau bahas itu lagi     

Aku meletakkan handphone di meja dan melanjutkan pekerjaan. Masih ada laporan pembukaan dua cabang gerai kopi baru yang harus kuperiksa sekarang. Handphoneku kembali bergetar. Aku bisa menebak itu adalah pesan dari Zen dan aku akan mengabaikannya.     

Aku merenggangkan kedua tangan dan melirik jam di sudut layar laptop, pukul 22.47. Biasanya Astro sudah selesai dengan pekerjaannya sekarang.     

Aku : Are you done (Kamu udahan)?     

Astro : 10 menit lagi     

Aku : Okay     

Aku beranjak keluar kamar menuju dapur untuk mengambil sepotong cake buah dan segelas susu dingin untuk kubawa kembali. Aku baru saja duduk saat ada panggilan video call dari Astro. Aku memasang earphone, menerima video call darinya dan menopang handphone dengan tumpukan buku.     

"Aku kangen cake bikinan kamu." ujarnya saat melihatku memasukkan satu suapan ke dalam mulut.     

"Nanti aku bikin kalau kamu pulang. Kamu ga kangen aku?"     

"Menurut kamu?" Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Ga kangen aku juga ga pa-pa sih. Jangan protes kalau nanti aku ga kangen kamu juga ya." ujarku yang sedang berniat menggodanya.     

"Kamu pasti kangen aku, Nona. You can't live without me (Kamu kan ga bisa hidup tanpaku)."     

"Narsis banget kamu." ujarku dengan tawa di ujung kalimat. Walau harus kuakui dia benar.     

Astro masih menatapiku dengan senyum lebar. Aku tahu apapun yang sedang dipikirkannya sekarang tak seharusnya dia keluarkan. Dia jelas sedang menahan diri.     

"Jangan liatin aku begitu." ujarku dengan tatapan tajam.     

"Mau gimana lagi? Kamu cantik banget."     

Aku menggeleng perlahan dan memberanikan diri untuk membahas percakapanku dengan teman-temanku, "Mm, tadi ... temen-temenku nanya kita pakai pengaman apa."     

Aku sengaja membahas ini agar dia tahu apa yang kami bahas sebelum dia mengirimiku video call tadi sore. Sebetulnya aku menebak dia akan terkejut atau merasa tak nyaman, tapi raut wajahnya terlihat biasa saja.     

"Mereka kaget karena kita belum pernah?" dia bertanya. Sepertinya langsung mengerti dengan arah pembicaraan ini.     

Aku menggumam mengiyakan, "Aku ga tau gimana harus nolak bahasan itu."     

"Harusnya kamu diem aja. Ga perlu dijawab."     

Sial, dia benar. Kenapa aku bodoh sekali?     

"Kamu ga nyesel kan karena kita belum lakuin itu?"     

Aku menggeleng, "Aku lebih khawatir kalau kita terlalu buru-buru."     

"You are precious, Faza. Aku tau aku berkali-kali ga bisa nahan diri, tapi aku emang harus jaga kamu. Aku udah janji sama opa."     

"Aku tau. Pasti susah buat kamu."     

"Susah banget! Kamu tau? Kalau lagi berdua kamu rasanya aku bisa gila. Ga usah bahas kalau kita lagi sebelahan, aku video call kamu gini aja rasanya harus nahan diri padahal kita jauh."     

Aku tertawa karena aku tahu apa maksudnya. Beberapa waktu ini aku juga mengalami hal yang sama.     

"Rrgh, jangan ketawa!"     

Kalimatnya justru membuat tawaku semakin menjadi. Aku bisa membayangkan apa yang dilakukannya untuk menahan dirinya sendiri.     

"Aku sampai lupa kalau kita ga boleh bahas ini."     

Aku bisa melihat kegusaran dalam tatapan matanya saat aku menghentikan tawa. Sepertinya aku baru saja bersikap berlebihan.     

"Jaga diri kamu ya. Tolong jangan bikin masalah."     

"Aku ga bikin masalah kok. Belakangan ini baik-baik aja."     

"Jangan bahas soal itu lagi sama siapapun. Aku khawatir kamu dimanfaatin."     

"Jangan khawatir begitu. Aku kan bisa bela diri. Aku masih rajin latihan kok tiap sore."     

"Mau sparing kalau aku pulang?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Ga mau. Aku pasti kalah."     

"Katanya rajin latihan."     

"No. Aku mau ajak kamu ke makam kalau kamu pulang nanti." ujarku yang sengaja mengatakannya karena masih merasa bersalah saat Zen menemaniku pulang dari makam sabtu lalu. Namun tatapannya berubah sendu. Entah kenapa topik makam selalu membuatnya mengkhawatirkanku. Padahal dia tak perlu merasa seperti itu. Aku sudah lama merelakan kepergian keluargaku.     

"Okay. Aku akan temenin kamu ke manapun kamu mau."     

"Aku cuma mau ngajak kamu ke makam, trus kita pulang. Kamu harus istirahat."     

"Fine. I'll do whatever you want me to (Aku akan lakuin apapun yang kamu minta)."     

"Kalau aku minta kamu ambilin ikan paus, mau ya?" ujarku untuk menggodanya.     

"Nanti aku cariin. Bali catshark masih keitung kan?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Jangan. Itu hewan dilindungi. Emangnya kamu ga tau?"     

Bali catshark adalah hiu yang ditemukan tahun 2005. Hiu itu banyak dicari untuk dijadikan peliharaan ikan hias air laut. Penyebarannya sangat terbatas karena ikan itu merupakan spesies endemik Pulau Bali dan termasuk ke dalam golongan hewan yang dilindungi.     

Astro tertawa, "Kan kamu yang minta dicariin. Kalau aku kena pasal nanti aku ngadu biar kita kena hukuman bareng."     

"Uugh, fine." aku akan menyerah untuk menggodanya kali ini. "Ada sesuatu yang kamu mau?"     

"Aku mau cium kamu, tapi ga boleh."     

"Jangan mulai, Astro."     

"Fine." ujarnya walau ada kekecewaan di tatapannya. "Aku mau main catur sama opa kalau pulang nanti. Suruh Zen jangan dateng."     

"Okay." sepertinya aku tahu kenapa dia meminta seperti itu. Dia masih saja merasa Zen mengganggu, tapi mungkin ini adalah hal yang bagus. Bukankah minggu lalu Zen berkata dia merasa terjebak bermain catur bersama Opa? Akan lebih baik jika dia tak datang minggu ini, bukan?     

"Kita harus tidur sekarang, Nona. Nanti kita harus kerja lagi."     

"Mau aku bangunin?"     

"Kita liat siapa yang bangun duluan."     

Aku mengangguk, "Good night, Astro."     

"Aku minta kamu mimpiin aku, bisa?"     

"Aku kan ga bisa ngatur mimpi."     

"Aku bisa tuh."     

Aku terkejut. Benarkah dia bisa mengalami lucid dream? Dia tak pernah menyebutkan hal ini sebelumnya. Hal ini membuat bulu halusku meremang andai saja benar dia memimpikan kami sedang melakukan entah apa.     

"Aku bukan kamu." sepertinya akan lebih baik jika aku menjawab seperti itu.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Good night, Nona. Aku mau ketemu kamu di mimpiku dulu. Aku tutup ya."     

Aku mengangguk dengan terpaksa. Video call kami terputus dan bulu halusku masih meremang hingga saat ini. Aku mengamit handphone dari meja dan tak sengaja membuka pesan dari Zen yang tadi kuabaikan.     

Zen : Aku cuma mau mastiin. Sorry kalau aku ganggu     

Zen : Aku seneng kalau kamu masih virgin     

Uugh, aku tak akan membalasnya.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.