Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Liang



Liang

1Kami sedang duduk menatapi makam keluargaku. Di sini masih gelap, dengan kabut tipis di sekeliling kami. Sejak sampai di area makam, Astro menggenggam tanganku dan tak melepasnya hingga sekarang.     

"Masih inget aku pernah bilang kalau aku mau satu liang kubur sama kamu?" Astro bertanya sambil menatapi makam ayahku yang berada di hadapannya.     

Aku menoleh padanya, "Aku inget."     

"Jangan pernah lupain itu. Aku serius." ujarnya sambil mengelus jariku.     

Aku tak tahu harus bagaimana membalas kalimatnya. Dadaku terasa hangat dan entah bagaimana aku merasa rela satu liang kubur bersamanya.     

Astro menoleh ke arahku, "Aku ga tau setelah kita nikah aku bisa sering pulang atau ga, tapi aku usahain pulang kalau aku punya waktu."     

Aku meletakkan pelipis di bahunya. Aku tak mampu menemukan kalimat apapun untuk membalasnya, walau sudah pasti aku akan sangat merindukan kedatangannya.     

Astro mengelus kepalaku dengan lembut, "Ke depan mungkin akan berat, Faza."     

"Aku ga masalah asal ada kamu."     

"Kalau aku ga ada?"     

Tiba-tiba saja napasku terasa sesak hingga mendongak untuk menatapnya, "Jangan ngomong begitu. Bukannya kamu yang bilang mau usahain sama aku sampai kita tua?"     

Astro tersenyum, "Aku usahain, tapi kamu harus tetep bisa walau aku ga ada."     

Aku tak suka pembicaraan ini. Aku sudah cukup kehilangan keluargaku. Aku tak ingin kehilangan dia juga, walau aku tahu aku tak akan bisa memilih.     

"Apa aku harus minta kamu bikin janji?" aku bertanya hanya untuk memuaskan rasa penasaran.     

"Aku bisa janji, tapi aku ga tau kapan aku pergi jauh dari kamu atau kapan aku mati."     

Aku menghela napas, "Mau ajarin aku gimana caranya aku bisa tanpa kamu?"     

"Aku ga bisa. Yang ada aku akan paksa kamu ga bisa hidup tanpa aku. Aku egois banget kan." ujarnya dengan tatapan menderita yang terlihat jelas sekali.     

Aku hanya bisa menatapnya dalam diam. Lama sekali.     

"Kamu harus belajar sendiri, Faza." ujarnya yang memecah keheningan di antara kami.     

Walau aku tak tahu apa yang ada di dalam pikirannya hingga mengajakku membahas hal ini, tapi aku tahu maksudnya. Selama ini memang selalu ada dirinya.     

"I'll try (Aku coba)."     

Astro mengelus puncak kepalaku, "Mau nemenin aku ke resto? Kita udah lama ga ke sana kan?"     

Aku mengangguk, "Traktir aku seafood ya."     

"Di kepala kamu cuma ada makanan ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Kita kan belum sarapan. Kamu ga laper?"     

"Fine. Ayo berangkat." ujarnya sambil menarikku bangun.     

Aku menatapi makam keluargaku sebelum melangkah menjauh, "Kamu udah ijin Opa?"     

"Opa udah ijinin aku bawa kamu ke manapun mulai sekarang. Kamu udah jadi tanggung jawabku, kamu tau?"     

"Aku ga setuju. Kita kan belum nikah."     

"Kita bisa nikah sekarang kalau kamu mau."     

Aku menatapnya tak percaya, "Ga mungkin."     

"Mungkin aja, tapi abis itu aku pasti jadi buronan opa seumur hidup." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku memukul lengannya pelan, "Ga lucu."     

"Aku bercanda kok. Tadi opa emang udah ngijinin." ujarnya sambil membantuku memakai helm sebelum memakai helmnya sendiri. "Jangan ..."     

"Peluk kamu, pegang pinggang kamu, kalau mau pegang bahu aja. Iya kan? Aku tau kok." ujarku sambil tersenyum manis. Aku hafal kalimat ini karena dia mengatakannya untuk yang kedua kalinya tadi pagi.     

Astro memberiku senyuman menggodanya yang biasa, tapi tak mengatakan apapun. Dia memberi isyarat padaku untuk mengikutinya menaiki motor dan kami segera pergi dari area makam.     

"Kamu bisa maksa peluk aku kalau kamu mau." ujarnya sambil sedikit menolehkan kepala padaku.     

"Aku ga mau mancing kamu sekarang. Tiga bulan lagi kita nikah, Astro."     

"Ternyata kamu nyadar diri ya kalau sering mancing aku?"     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Ini terasa memalukan, tapi dia benar.     

"Kemarin, kamu ga tau kalau Opa bakal nanya aku mau nikah sama kamu atau ga?" aku bertanya karena merasa penasaran sekali.     

"Aku ga tau. Opa cuma bilang kalau aku lulus, Opa bakal setuju majuin kesepakatan."     

Ternyata dugaanku benar. Dia melamarku tiba-tiba karena merasa mendapatkan izin dari Opa saat itu juga. Aku menatapnya dari spion, "Kamu yakin siap jadi suamiku? Tanggung jawab kamu jadi lebih banyak, Astro."     

"Aku akan ambil tanggung jawab itu, Nona. Aku akan lebih milih jadi suami kamu, dari pada dianggep pacar sama kamu juga bukan."     

Aku tahu apa maksudnya. Sejak di tebing dua tahun lalu, kami memang tak pernah memiliki kesepakatan bahwa kami adalah pacar atau kekasih, juga pembahasan tentang apakah kami saling memiliki. Segalanya hanya terjadi begitu saja.     

Aku bahkan sudah lelah meralat anggapan siapapun yang menganggap kami sepasang kekasih. Mungkin di dalam hati aku memang sudah menganggapnya seperti itu. Yang manapun sepertinya tak ada bedanya.     

Kami melanjutkan perjalanan dalam diam. Entah kenapa dia memacu kecepatan motornya seolah kami sedang dikejar sesuatu.     

"Aku ga terlalu ngebut kan?" Astro bertanya setelah sampai di parkiran restoran.     

"Kamu telat kalau nanyanya sekarang." ujarku sambil turun dan menyodorkan helm padanya.     

"I'm sorry." ujarnya sambil membantuku merapikan ujung rambutku yang berantakan, lalu mengamit tanganku dan mengajakku masuk.     

Aku menatapinya yang berjalan di sisiku, "Kamu tau?"     

Astro menoleh, "Apa?"     

"Kamu keliatan lebih dewasa."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kamu suka kan?"     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum dari bibirku, "Aku suka."     

"Ehm, coba liat yang mau nikah. Pagi-pagi udah mesra banget." ujar Ray dengan senyum iseng saat melihat kami memasuki area dapur. "Udah punya tanggal? Aku udah janji mau bikin wedding cake buat kalian."     

"Belum ada, Ray." ujar Astro.     

"Nanti kabarin ya." ujar Ray sambil menepuk bahu Astro. "Mau makan apa?"     

"Calon istriku mau seafood." ujar Astro sambil melirik ke arahku.     

"Okay. Nanti aku yang anter ke atas."     

"Thanks, Ray." ujar Astro sambil menarikku menjauh dari sana.     

Kami menaiki tangga bersisian, dengan tangannya yang terus menggenggamku. Kurasa ini adalah hari paling baik dalam sekian tahun kami bersama sejak masih anak-anak.     

Astro membawaku mendekat ke meja yang biasa kami duduki. Ada satu buket bunga lavender di tengah meja yang membuatku tersenyum karena tahu pasti dia yang meminta Ray menyiapkannya.      

Astro melepasku duduk sebelum menarik kursi untuk dirinya sendiri dan duduk di sebelahku, lalu mengambil sesuatu dari kantong jaketnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Dia membukanya dan memperlihatkan padaku sebuah cincin perak berukir cantik dengan sebuah berlian mungil berwarna ungu di tengahnya.     

"Aku minta maaf karena kemarin lamaranku kurang sopan. Kamu mau nikah sama aku kan, Nona?" Astro bertanya sambil menatapku lekat.     

Aku menutup mulut dengan tangan untuk menahan keterkejutanku sendiri, tapi segera menyadari situasi. Aku tahu dia membutuhkan jawaban, "Aku mau."     

Astro tersenyum lebar sekali, tapi segera menahan diri. Dia mengamit cincin dari dalam kotak dan memasangkannya di jari manis kiriku. Terlihat cantik dengan ukuran yang pas sekali. Dia mencium jari manisku tepat di cincin darinya terpasang, "Thank you."     

Aku menatap jariku yang masih digenggam olehnya dengan tatapan tak percaya, "Kamu ga harus begini, kamu tau?"     

"Aku tau. Aku cuma mau ngelamar kamu dengan cara yang lebih pantas."     

Dia memang sering membuatku kehilangan kata-kata untuk membalasnya, tapi kali ini dia benar-benar membuatku membisu dengan mengulang lamarannya padaku. Sepertinya wajahku memerah sekarang.     

"Thank you, Astro." ujarku dengan senyum penuh haru yang tak mampu kusembunyikan.     

"My pleasure, Honey. Tiga bulan ga lama kan?" ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku tersenyum, "Ga lama kalau kita punya banyak kegiatan."     

"Kegiatan kita banyak. Harusnya tiga bulan ga akan berasa lama." ujarnya dengan tatapannya penuh arti.     

Dia membuatku tertawa.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.