Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Retak



Retak

1"Masih bad mood ya?" Astro bertanya dari sambungan video call setelah aku sampai di rumah. Sepertinya aku tahu apa maksudnya. Pertemuanku dengan Donny memang membuat suasana hatiku buruk.     

"Kak Sendy bilang apa ke kamu?" aku bertanya sambil membawa sebotol air dingin dan satu gelas ke meja makan.     

"Cuma bilang kamu langsung pergi abis ketemu Donny. Dia nanya ada apa, tapi aku ga cerita."     

Aku terdiam sambil menuang air dingin ke gelas dan meneguknya. Aku tak memiliki kalimat apapun untuk menanggapinya kali ini.     

"Kamu harus belajar biasa aja kalau ketemu dia, Honey. Kalau cuma ketemu dia aja bikin kamu kesel begitu, nanti semua kerjaan kamu bisa berantakan."     

Aku menghela napas sebelum menatapnya di layar, "Itu ga segampang kedengerannya."     

"Aku ngerti, tapi kamu harus bisa."     

Aku tahu Astro benar. Perasaan ini memang mengganggu sekali.     

"Aku pikirin dulu. Kamu masih di kampus?" aku bertanya karena pemandangan di belakangnya jelas bukan apartemennya.     

Astro menggumam mengiyakan, "Aku abis daftar jadi member UKM robotik. Tadinya mau masuk UKM lain juga, tapi waktuku ga ada."     

"Jangan terlalu banyak ambil kegiatan, Astro. Kamu kan punya banyak kerjaan lain."     

"Tenang aja. Aku tau batas kemampuanku kok."     

Aku tahu Astro selalu bisa memperhitungkan segala aktivitasnya dengan baik. Dia akan memilih prioritasnya dan meninggalkan yang dirasa kurang perlu walau sangat menyukainya.     

"Kamu tau? Di kampus ada pasar malam minggu. Kalau aja kamu ada di sini, aku bisa ajak kamu ngedate di sana."     

"Kamu masih nyesel aku ga ikut?"     

"Ga sih, di sini isinya hampir laki-laki semua. Ada juga perempuannya, tapi ga sebanding. Kamu baik-baik di sana. Zen cuekin aja."     

Aku terdiam sebelum bicara, "Mungkin harusnya aku ikut kamu aja ya. Mau sebanyak apapun laki-laki di sana, kalau ada kamu kayaknya aman."     

Astro tertawa, "Kamu nyesel ga ikut aku?"     

Aku menggeleng perlahan, "Aku sebel karena ga punya pintu ajaib buat ketemu kamu lebih sering."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Seriously?"     

Aku menghela napas. Saat ini dadaku terasa berat. Andai saja aku bisa menjelaskan padanya betapa aku sangat rindu.     

"Kak Sendy ngajakin ke pameran lukisan papanya akhir bulan depan. Dia minta aku ajak kamu juga. Kamu mau?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran yang mulai terasa menyebalkan.     

"Dia nyebut itu sih tadi. Aku masih mikir soalnya ada konser Teana seminggu sebelumnya. Teana bisa ngamuk kalau aku ga dateng."     

"Kamu pikirin dulu aja. Pamerannya masih lama kok. Kak Sendy juga ga buru-buru minta jawaban."     

Astro menggumam mengiyakan, "Opa sama oma ga di rumah? Kok sepi banget."     

"Oma lagi nemenin Opa check up, dianter Pak Said pakai mobil dari kamu. Mobil Opa kan aku bawa. Kamu ga keberatan kan?"     

"Aku lebih suka kamu yang pakai mobil itu. Itu kan aku beli buat jagain kamu."     

"Nanti beberapa bulan lagi aku pakai. Sementara ini aku pakai mobil Opa dulu buat ke kampus."     

Ada raut tak puas di wajahnya. Dia bahkan mengalihkan tatapan entah ke mana.     

"Astro." aku memanggilnya untuk mendapat perhatiannya kembali.     

Astro menoleh padaku. Andai saja dia ada di sisiku sekarang, mungkin aku yang akan menggenggam tangannya lebih dulu.     

"Jangan liatin aku begitu. Aku ga bisa pulang minggu ini. Aku harus ngecek proyek dari Opa."     

"Aku bisa bantu proyek itu kalau kamu ngijinin."     

"Kan aku udah bilang, mungkin aku ijinin kalau kamu cium aku." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Uugh!"     

Aku meletakkan handphone, melipat kedua lengan di atas meja dan membenamkan wajah di antara lenganku. Aku tahu dia hanya menggodaku. Dia tahu aku tak mungkin menerima syarat darinya.     

"Honey." aku bisa mendengar suara Astro dari earphone.     

Aku hanya menggumam untuk menjawabnya. Entah apakah dia bisa mendengarnya.     

"Aku juga kangen."     

Aku tersenyum dan masih menyembunyikan wajah, "Biasanya kita ngapain kalau kangen?"     

"Pegangan tangan."     

Aku menggumam mengiyakan. Entah kenapa tanganku serasa ingin meraihnya, tapi tak mampu. Meninggalkan rasa sakit tanpa terlihat. Aku memaksa tubuh untuk duduk, mengamit handphone dan menatapi wajahnya di layar tanpa mengatakan apapun.     

"We can do this, Honey. Dua minggu lagi aku pulang."     

Aku mencoba tersenyum, "Dua minggu dua hari lebih tepatnya."     

"Come on. Cuma dua minggu dua hari. Nanti kalau aku pulang, kita bisa pergi ke manapun kamu mau."     

"Aku ga mau ke mana-mana. Kamu harus istirahat kalau pulang nanti."     

"Kamu mau nginep? Aku pengen tidur sama kamu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku menatapnya tak percaya. Jantungku berdetak kencang sekarang. Sepertinya dia benar-benar sedang berpikir yang tak senonoh. Mendengarnya mengatakan itu membuat perutku terasa berputar.     

"Kamu bercanda kan." ujarku pada akhirnya.     

"Nemenin kamu tidur di sofa kayak sebelum aku berangkat, Honey. Kamu jangan mikir kejauhan." ujarnya dengan tawa di ujung kalimatnya.     

"Kamu ..., uugh!" aku tak sanggup melanjutkan kalimat dan meletakkan handphoneku lagi. Aku tak sanggup menatapnya. Bahkan sepertinya wajahku memerah karena terasa panas.     

"Jangan dikit-dikit ngambek gitu." ujarnya dengan tawa di suaranya.     

"Ga tau ah. Kamu nyebelin." ujarku sambil menutup wajah.     

"I'm sorry. Kamu imut banget kalau lagi kesel begitu."     

Uugh, aku akan diam saja.     

"Honey, aku mau liat muka kamu. Apa gunanya video call kalau aku ga bisa liat?"     

"Aku ga mau liat kamu. Kamu nyebelin."     

"Kalau kamu ga liat nanti kamu kangen."     

"Biarin."     

"Ya udah aku matiin aja."     

Tiba-tiba hening. Aku menunggu selama beberapa lama, tapi benar-benar tak ada suara apapun lagi. Aku membuka tangan yang menutupi wajah, layar handphoneku gelap. Sepertinya Astro benar-benar mematikan video call.     

"Bisa-bisanya aku jatuh cinta sama kamu. Nyebelin banget!" ujarku sambil meruntuki handphone di tanganku.     

"I love you too." Astro tiba-tiba muncul kembali di layar, membuatku refleks melepas handphone dan menjatuhkannya ke meja.     

"Astro! Aku kan kaget." ujarku sambil memeriksa handphone andai ada yang retak atau cacat.     

Dia tertawa puas sekali, "I love you, Honey."     

"Ga. Aku ga cinta sama kamu. Kamu nyebelin."     

"Jangan bohong. Aku tau kamu juga cinta aku. Kalau kamu ga cinta, kamu ga mungkin kangen sampai minta cepet dinikahin." ujarnya dengan sisa tawa di suaranya.     

Dia benar dan dia menyebalkan. Andai saja kami dekat, aku akan menutup mulutnya agar tak mampu bicara apapun selama beberapa waktu ke depan.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.