RAHASIA JEEVAN
RAHASIA JEEVAN
Dengan hati bertanya-tanya Jeevan mendekati Gladys ingin tahu dengan siapa Gladys berbicara.
"Oke Farel, kalau kamu sampai di bandara kamu hubungi aku saja oke. Aku akan ke sana menjemputmu." ucap Gladys sambil mengkerutkan keningnya saat melihat Jeevan menatapnya dengan tatapan kesal.
"Farel, kita akan bicara lagi nanti. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku." ucap Gladys dengan cepat mengakhiri panggilannya Farel.
"Farel?? siapa Farel? apa dia kekasih anda? jadi anda sudah punya kekasih dan tidak bilang padaku?!" ucap Jeevan tidak sanggup lagi menghadapi Gladys yang menyimpan banyak rahasia yang dia tidak tahu.
"Ssshhh!! apa yang Tuan Jeevan bicarakan? kalau memang Farel adalah kekasihku kenapa? bukankah Tuan Jeevan juga punya kekasih? pria jadi-jadian lagi!" ucap Gladys dengan menahan senyum sudah puas melampiaskan rasa kesalnya karena Ivan pada Jeeavan.
"Aku tidak tahu kenapa anda sangat membenci Ivan. Apa salah Ivan pada anda?" tanya Jeevan meraih bahu Gladys agar Gladys menatap wajahnya.
"Kenapa Tuan membela Ivan? Tuan Jeevan masih ingat kan kalau kekasih anda sangat tidak menyukaiku." ucap Gladys membalas tatapan Jeevan tanpa rasa takut.
"Ivan memang sangat sensitif, seharusnya anda bisa memahami Ivan." ucap Jeevan menahan rasa sabar.
"Apa yang anda katakan Tuan Jeevan? aku harus memahami Ivan? ada hubungan apa aku dengan Ivan? seharusnya Ivan yang harus belajar untuk menjadi pria yang normal!" ucap Gladys semakin menyakiti hati Jeevan dengan menghina Ivan di hadapannya.
"Memang anda tidak ada hubungannya dengan Ivan, tapi aku ada hubungan dengan Ivan. Dan anda adalah calon istriku jadi mau tidak mau anda harus menghargai Ivan sebagai kekasihku." ucap Jeevan dengan suara pelan tapi penuh tekanan.
"Anda!! anda!! benar-benar sangat menyebalkan!!" ucap Gladys dengan wajah kesal berjalan cepat meninggalkan Jeevan dan masuk ke dalam kamar Jeevan dan menutup pintu dengan sangat keras.
"BLAAMMM!!"
Jeevan terlonjak kaget sambil mengusap dadanya melihat sikap Gladys yang benar-benar menentangnya.
"Aku harus bisa bersabar menghadapi Nona Gladys demi hubunganku dengan Ivan. Aku tidak Ingin mendapat masalah dari Ayah. Seandainya Ayah tahu pasti Ayah akan membunuhku. Hanya Nona Gladys yang bisa membantuku saat ini." ucap Jeevan berjalan mendekati kamarnya dan mengetuk pintu beberapa kali.
"Nona Gladys buka pintunya! Nona Gladys buka pintunya!" panggil Jeevan beberapa kali sambil mengetuk pintu namun Gladys sama sekali tidak membuka pintu kamarnya.
Sambil menahan nafas Jeevan berjalan ke ruang tengah dan menghubungi beberapa jasa orang untuk mempersiapkan pertunangannya besok.
Setelah menyelesaikan tugas dari Ayahnya Jeevan menyandarkan punggungnya pada dinding sofa untuk melepas lelah pikirannya.
Setelah cukup lama menghabiskan waktunya dengan duduk sendirian di ruang tengah Jeevan baru merasakan kalau keadaannya tidak baik-baik saja.
"Sepertinya aku demam." ucap Jeevan dalam hati sambil bangun dari duduknya untuk mengambil obat dari Dokter Jerry yang ada di kamarnya.
Dengan tersaruk-saruk Jeevan berjalan ke kamarnya dan kembali mengetuk pintu kamarnya.
"Nona Gladys, tolong buka pintunya. Nona Gladys, aku membutuhkan obat." ucap Jeevan masih dengan mengetuk pintu dan duduk bersandar di dinding pintu. Cukup lama Jeevan duduk bersandar di dinding pintu hingga demamnya semakin tinggi sampai Jeevan merasa kedinginan.
Tak terasa hari sudah sangat malam, dan Jeevan masih duduk bersandar di dinding pintu dengan badan menggigil kedinginan karena demamnya terlalu tinggi.
Di dalam kamar Gladys terbangun dari tidurnya tanpa ada perasaan bersalah. Karena semalaman Gladys tidak bisa tidur, di tempat tidur jeevan yang besar dan empuk membuat Gladys tertidur dengan pulas.
"Ya Tuhan!! sudah jam sepuluh malam!! bagaimana ini? bagaimana aku bisa pulang?" tanya Gladys dalam hati bangun dari tidurnya berniat mencari Jeevan yang tidak membangunkannya.
Masih dengan menahan kantuk Gladys berjalan ke arah pintu dan membukanya. Jeevan sangat terkejut saat melihat Jeevan sudah terbaring di lantai.
"Ya Tuhan!! Tuan Jeevan!! Tuan Jeevan!" panggil Gladys seraya menepuk pipi Jeevan.
"Assshhh!! panas sekali! Tuan Jeevan ternyata Demam tinggi." ucap Gladys tidak tega melihat Jeevan yang tergeletak di lantai. Gladys segera menarik pelan tubuh berat Jeevan ke tempat tidur dan membaringkannya.
"Tuan Jeevan... Tuan Jeevan!" panggil Gladys berusaha menyadarkan Jeevan dengan mengolesi minyak kayu putih di beberapa bagian tubuh Jeevan agar segera sadar.
"Air... haus..." tiba-tiba Jeevan meracau meminta minum.
Dengan segera Gladys mengambil segelas air putih dan membantu Jeevan agar bisa meneguk air putih yang ada di dalam gelas dengan sebuah sedotan.
"Minumlah yang banyak Tuan Jeevan, sepertinya anda mengalami dehidrasi dan demam tinggi." ucap Gladys sambil mengangkat sedikit kepala Jeevan agar bisa minum air putih.
Setelah Jeevan minum beberapa teguk air Gladys memberikan obat penurun demam pada Jeevan agar bisa tidur dengan tenang.
Melihat dagu Jeevan yang basah karena air minum Gladys mengusapnya dengan tangannya. Namun tiba-tiba Jeevan meraih tangan Gladys dan menggenggamnya dengan erat.
"Jangan pergi... jangan pergi... kenapa kamu meninggalkan aku? apa salahku padamu?" ucap Jeevan dengan wajah tertekan mengigau tentang sesuatu yang Gladys tidak mengerti.
"Bagaimana bisa Tuan Jeevan mengigau seperti itu? siapa yang tidak boleh pergi? dan siapa yang telah meninggalkan Tuan Jeevan?" tanya Gladys dalam hati sambil menatap wajah Jeevan yang merah padam karena demamnya masih belum turun.
"Tuan Jeevan sadarlah, apa yang terjadi padamu. Kenapa anda tidur sambil mengigau?" tanya Gladys dalam hati sambil menatap wajah Jeevan yang terlihat gelisah.
Setelah mendengar Jeevan mengigau Gladys melihat di kedua sudut mata Jeevan mengalir setitik air mata.
"Asshhh?! ada apa sebenarnya ini? Kenapa tiba-tiba Tuan Jeevan mengigau dan menangis? apa yang terjadi dalam hidup Tuan Jeevan?" tanya Gladys dengan hati bertanya-tanya.
Melihat demam Jeevan tidak turun juga Gladys bangun dari tempatnya dan menyiapkan sebuah handuk kecil dan air hangat untuk menyeka tubuh Jeevan agar demamnya segera turun.
Dengan wajah penuh tanda tanya Gladys menyeka tubuh Jeevan dan meletakkan handuk basah di keningnya.
Gladys duduk diam di samping Jeevan sambil mengamati wajah Jeevan yang sebenarnya sangat tampan.
"Sebenarnya anda sangat tampan, Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi pada anda hingga anda tidak menjalani hidup anda dengan secara normal. Kenapa anda harus menjerumuskan diri dengan berhubungan yang tidak sehat dengan mempunyai kekasih sesama jenis." ucap Gladys dalam hati seraya mengusap pelan wajah tampan Jeevan yang masih diam dengan wajah gelisah.
Hampir satu jam lebih Gladys menjaga Jeevan hingga tidak sadar tertidur di sampingnya dengan menggenggam tangannya.
Merasa ada sebuah tangan yang menggenggam tangannya Jeevan membuka matanya dan melihat Gladys sedang tidur di sampingnya dengan kepalanya sangat dekat dengan perutnya.
"Nona Gladys." panggil Jeevan dengan suara parau.