KEINGINAN TERAKHIR
KEINGINAN TERAKHIR
"Kata Dokter, hidupku tidak akan lama Nadia." ucap James dengan mengusap wajahnya.
Wajah Nadia seketika pucat, bagaimana bisa hidup James tidak akan lama? sedangkan keadaannya sudah mulai membaik.
"Apa maksud Ayah?" tanya Nadia dengan suara hampir tercekat.
"Hidupku di perkirakan Dokter hanya bertahan tiga bulan saja. Dan aku ingin di sisa hidupku, aku melihat Jean menikah denganmu." ucap James dengan wajah serius.
Jean dan Nadia sama-sama menegakkan punggungnya kemudian saling pandang.
"Tapi Ayah, aku masih belum siap menikah dengan Nadia. Dan lagi Nadia sudah kontrak kerja tidak boleh menikah sebelum kontrak kerjanya selesai." ucap Jean berusaha mencari alasan yang tepat.
"Benarkah itu Nadia? kamu tidak boleh menikah sebelum masa kontrak kamu selesai?" tanya James dengan tatapan penuh.
"Itu benar Ayah." ucap Nadia sambil menekan pelipisnya merasa berdosa karena telah membohongi James.
"Baiklah, kalau begitu biar Ayah yang akan bicara dengan Nyonya Darren. Ayah akan minta izin pada Nyonya Darren agar bisa mengizinkan Nadia untuk menikah." ucap James seraya mengambil ponselnya.
Jean dan Nadia saling pandang dengan tatapan rumit.
"Bagaimana menurutmu Nadia, tidak apa-apa kan Ayah menghubungi Nyonya Darren?" ucap James menatap penuh wajah Nadia.
"Ayah tidak perlu meminta izin pada Nyonya Anne, biar aku saja yang bicara dengan Nyonya Anne." ucap Nadia tidak bisa menyakiti hati James.
"Apa kamu bisa menghubungi Nyonya Darren sekarang Nadia?" ucap James menatap Nadia dengan tatapan penuh harap.
Nadia menatap Jean agar bisa membantunya namun Jean sendiri sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa.
"Ayah, sebaiknya beri waktu Nadia untuk berpikir. Karena aku tidak ingin memaksa Nadia untuk menikah dalam waktu dekat." ucap Jean merasa dilema dengan keputusan Ayahnya.
"Kamu tidak memaksa Nadia kan Jean? kamu bertunangan dengan Nadia karena kalian berdua saling mencintai kan? jadi kenapa harus ada pemaksaan?" tanya Valerie dengan wajah serius.
Nadia menelan salivanya, tidak bisa membantah ucapan Valerie yang terlihat benar bagi Valerie dan James. Tapi tidak seperti bagi Nadia, karena pertunangan itu hanya sandiwara dan tidak ada cinta antara dirinya dan Jean.
"Nadia, apa kamu keberatan dengan keinginan Ayahmu ini sayang?" tanya James dengan tatapan penuh cinta.
Nadia menahan nafas, bagaimana dia bisa bicara dengan Jonathan tentang keinginan seorang Ayah.
"Aku sama sekali tidak keberatan Ayah." ucap Nadia akhirnya mengalah dengan jalan takdirnya. Balas dendamnya sudah tidak berarti lagi di banding dengan menyakiti hati orang tua James.
Jean menegakkan punggungnya dan tersenyum saat mendengar Nadia yang bersedia menikah dengannya.
"Kamu dengar sendiri Jean? Nadia tidak merasa keberatan untuk segera menikah denganmu." ucap Valerie sambil menggenggam tangan Nadia.
"Kalau begitu tunggu apalagi, kita harus mempersiapkan pernikahan kalian berdua. Aku mau kalian menikah Minggu depan." ucap James dengan perasaan bahagia.
"Nadia, hari ini sebaiknya kamu tidak pulang. Tidurlah di sini biar Ayah yang minta izin pada Nyonya Darren." ucap James seraya mencari kontak nomor Anne.
"Ayah jangan! biar aku yang menghubungi Nyonya Anne." Ucap Nadia sambil menahan tangan James.
"Baiklah Nadia, bicarakan semuanya dengan Nyonya Darren agar bisa memberimu izin menginap hari ini dan izin cuti menikah." Ucap James kemudian bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan Jean dan Nadia.
"Terima kasih Nadia, Ayah dan Ibu senang dengan keputusanmu ini. Kamu memang wanita yang baik hati." ucap Valerie mengecup kening Nadia kemudian bangun dari duduknya menyusul James yang pergi ke kamar.
"Nadia, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mengiyakan semua ucapan Ayah? bagaimana kalau Jonathan tidak setuju dengan keputusanmu?" tanya Jean mendekati Nadia dengan wajah serius.
"Aku tidak tahu, apa yang barusan aku putuskan. Bagaimana aku bisa menyakiti hati Ayah dan Ibu kamu Jean?" ucap Nadia sambil mengusap wajahnya.
"Lalu bagaimana dengan balas dendam kamu? ada hikmah juga dengan keputusanmu ini. Paling tidak kamu tidak bisa meneruskan balas dendammu pada keluarga Tuan Darren." ucap Jean dengan jujur.
"Jean! seharusnya kamu mengerti perasaanku. Aku sangat sakit hati pada keluarga Darren. Dan aku berpikir setelah kita menikah kita akan bercerai tanpa Ayah dan Ibu tahu. Bagaimana?" tanya Nadia dengan serius.
"Nadia! aku tidak mengerti dirimu? dengan sandiwara kita yang sekarang saja kita sudah mendapat masalah. Apalagi setelah kita menikah dan bercerai? apa kamu tidak berpikir bagaimana kalau Ayah ingin punya cucu?" tanya Jean dengan tatapan serius.
Nadia terdiam, kepalanya terasa mau pecah. Apa yang di pikirkan Jean ada benarnya juga.
"Lalu sekarang bagaimana? aku sudah telanjur bilang pada Ayah kalau aku mau menikah denganmu minggu depan." ucap Nadia dengan wajah memelas.
"Sebaiknya kita menghubungi Nyonya Anne sekarang. Bagaimana pendapat Nyonya Anne tentang hal ini, karena aku juga tidak tahu harus bicara apa dengan Ayah. Karena kamu sendiri sudah memutuskan hal itu." ucap Jean terkadang gemas dengan keras kepalanya Nadia.
"Baiklah aku akan menghubungi Nyonya Anne." ucap Nadia dengan perasaan takut.
"Hallo... Nyonya Anne." ucap Nadia setelah panggilannya di terima Anne.
"Nadia? ada apa sayang? kenapa kamu menelpon Momy? bukankah kamu sedang makan siang dengan keluarga Jean?" tanya Anne dengan wajah serius.
"Sepertinya aku telah membuat kesalahan Momy." ucap Nadia dengan suara lirih.
"Kesalahan? kesalahan apa sayang?" tanya Anne dengan nafas tertahan.
"Seperti yang ditakutkan Jonathan, Tuan James menginginkan aku dan Jean segera menikah. Dan aku telah menerima keputusan Tuan James. Tolong maafkan aku Momy, aku memutuskan hal itu tanpa berpikir yang lain. Aku hanya memikirkan hidup Tuan James yang tinggal beberapa bulan saja. Aku tidak bisa menyakiti hati Tuan James, Momy." ucap Nadia dengan jujur.
"Kalau memang itu bisa membantu Tuan James agar bisa bahagia, Momy tidak menyalahkan kamu Nadia. Malah Momy bangga sama kamu. Kamu tidak mementingkan keinginan pribadi kamu, tapi kamu memikirkan keadaan orang lain." ucap Anne dengan tersenyum. Apa yang dipikirkan tentang Nadia ternyata benar, Nadia wanita yang baik dan sangat pantas untuk menjadi istri Jonathan.
"Apa Momy tidak marah dengan keputusanku ini? apa keputusanku ini sudah benar?" tanya Nadia dengan perasaan heran karena Anne sama sekali tidak keberatan tentang keputusannya yang akan menikah dengan Jean.
"Tidak Nadia, keputusanmu sudah benar sayang. Walau sebenarnya Momy sedih, karena Jonathan pasti akan merasa sedih dengan keputusanmu ini. Dengarkan Momy, sayang. Momy ingin kamu bisa menyelesaikan masalah ini dengan Jonathan, sebelum kamu menikah dengan Jean." ucap Anne memberi kesempatan pada Nadia untuk menjelaskan semuanya pada Jonathan.
"Tapi bagaimana kalau Tuan Jonathan tidak bisa menerima semua ini? apa yang harus aku lakukan?" tanya Nadia tiba-tiba ada perasaan sedih dalam hatinya.