DEMAM CINTA
DEMAM CINTA
Dengan cepat Nadia meletakkan makanannya di atas meja dan mendekati Jonathan sambil memiringkan tubuhnya Jonathan.
"Apa yang terjadi padamu Jo? kenapa kamu jadi demam tinggi seperti ini? apa karena pengaruh rasa capek dan bermain air tadi siang?" ucap Nadia semakin terkejut melihat seluruh kulit Jonathan penuh dengan bercak merah.
"Sepertinya Jo mengalami alergi dan capek." ucap Nadia seraya mengambil baskom dan handuk yang dibuat membersihkan badan Jonathan.
"Jo...apa kamu bisa mendengarku?" tanya Nadia sambil mengusap wajah Jonathan yang panas sekali.
Mendapat usapan lembut di wajahnya Jonathan membuka matanya perlahan.
"Nadia." panggil Jonathan dengan suara lirih dengan bibir yang kering.
"Syukurlah, kamu bisa mendengarku Jo. Usahakan kamu mendengarkan suaraku ya Jo." ucap Nadia sambil mengompres kening Jonathan.
"Dingin Nad, aku kedinginan." ucap Jonathan sambil memeluk pinggang Nadia dengan erat.
Nadia menelan salivanya membiarkan apa yang dilakukan Jonathan padanya.
Masih dengan penuh perhatian Nadia mengompres kening Jonathan.
"Nadia... jangan tinggalkan aku." ucap Jonathan dengan tatapan sayu di luar kesadarannya.
"Aku tidak akan meninggalkanmu Jo." ucap Nadia seraya mengusap kening Jonathan.
"Jangan menikah Nadia, aku sedih." ucap Jonathan dengan tatapan penuh kesedihan.
Nadia terdiam merasa sedih dengan ucapan Jonathan.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi Jo." ucap Nadia merasakan sesuatu dalam hatinya melihat Jonathan yang benar-benar mencintainya.
"Jangan menikah... jangan tinggalkan aku." ucap Jonathan semakin memeluk erat pinggang Nadia.
Nadia ingin menangis tapi saat mengingat keadaan Ayahnya yang mengalami penderitaan juga ibunya yang meninggal karena rasa kesepiannya, Nadia menepis perasaan yang telah luluh menjadi kebencian lagi.
"Jo... Istirahatlah." ucap Nadia seraya membetulkan posisi tidur Jonathan agar bisa tidur dengan nyaman.
Setelah melihat Jonathan berbaring dengan nyaman Nadia berniat pergi menemui Ammer sebelum malam tiba, tapi tangan Jonathan menahannya.
"Jangan pergi Nad... tetaplah di sini." ucap Jonathan dengan kedua matanya terpejam.
Hati Nadia jadi tidak tega melihat keadaan Jonathan yang masih demam tinggi.
Sambil menghela nafas panjang Nadia menggenggam tangan Jonathan.
"Aku tidak akan pergi Jo." ucap Nadia menatap wajah Jonathan yang terlihat pucat.
Setelah mendengar ucapan Nadia, Jonathan mulai sedikit tenang dalam tidurnya.
Sambil duduk di samping Jonathan, Nadia berusaha menahan kantuk yang mulai menyerangnya.
"Aku mengantuk sekali." ucap Nadia sambil mengusap wajahnya beberapa kali.
Tanpa bisa bisa di tahannya lagi Nadia tertidur di samping Jonathan dengan menggenggam tangan Jonathan.
Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, malam sudah berganti pagi. Nadia masih dalam tidur dalam posisi duduk di samping Jonathan dengan menggenggam tangannya.
"Nadia... Nadia..." panggil Jonathan merasakan rasa lapar yang sangat, dari siang dia belum makan.
"Nadia bangunlah." ucap Jonathan melihat tangannya dalam genggaman tangan Nadia.
Perlahan Nadia membuka matanya dan melihat Jonathan sedang menatapnya.
"Apa kamu sudah lebih baik Jo?" tanya Nadia melepas genggaman tangannya
"Cukup baik, tapi perutku lapar Nadia. Apa masih ada makanan untukku?" Tanya Jonathan dengan wajah pucat.
Nadia tersenyum melihat Jonathan yang kelaparan.
"Tunggu sebentar Jo, aku akan panasi dulu makanannya." Ucap Nadia seraya bangun dari tempatnya.
Dengan menahan kantuk Nadia pergi ke dapur untuk Jonathan. Setelah selesai memanasi makanan Nadia kembali ke kamar dengan membawa makanan dan juga minuman teh untuk Jonathan.
Nadia tersenyum saat melihat Jonathan sudah tak sabar ingin segera makan.
"Apa kamu benar-benar lapar Jo, hingga wajahmu terlihat seperti itu." ucap Nadia dengan tersenyum.
"Kamu tahu sendiri kalau aku dari siang belum makan." Ucap Jonathan dengan wajah merajuk.
Nadia tersenyum merasa gemas dengan sikap Jonathan.
"Cepat suapi aku Nadia." Ucap Jonathan dengan tatapan yang sudah tak sabar ingin segera makan.
"Sabar Jo, nasinya masih panas. Biar dingin dulu sedikit." Ucap Nadia sambil meniup perlahan kemudian menyuapi Jonathan.
"Enak sekali Nadia, kamu sangat pintar memasak." Ucap Jonathan sambil mengusap perutnya.
"Apa kamu pengen lagi Jo?" Tanya Nadia dengan tersenyum.
"Tidak Nadia cukup dengan kamu suapi ini saja. Aku tidak mau gendut." ucap Jonathan dengan keadaan sudah lebih baik.
"Bagaimana dengan kulit tubuhmu? apa sudah hilang bercak merahnya?" Tanya Nadia dengan penuh perhatian.
"Entahlah, kamu bisa lihat sendiri Nad." Ucap Jonathan seraya menaikkan kemejanya agar Nadia bisa melihatnya.
Dengan perasaan cemas Nadia melihat kulit perut dan dada Jonathan yang lebih parah di banding lengan dan tangannya.
"Tinggal sedikit merahnya Jo, apa terasa perih?" Tanya Nadia sambil menyentuh kulit perut Jonathan.
"Semakin merah semakin perih Nad." Ucap Jonathan menatap Nadia yang begitu perhatian padanya.
"Kalau kita pulang dari sini aku akan mengantarmu ke Dokter Frederick agar lebih teliti lagi memeriksa semua penyakitmu." ucap Nadia melupakan kalau dirinya akan segera menikah.
Jonathan tersenyum mendengar ucapan Nadia.
"Kenapa kamu tersenyum? Bukankah akan lebih baik kalau aku mengantarmu ke Dokter Frederick?" ucap Nadia dengan kening berkerut.
"Bagaimana aku tidak tersenyum, Bukankah setelah kita pulang dari sini kamu akan segera menikah? Bagaimana kamu bisa mengantarku?" ucap Jonathan dengan perasaan sakit.
Seketika itu juga Nadia menundukkan wajahnya tidak tahu lagi harus bicara apa setelah Jonathan mengingatkan bahwa dirinya akan segera menikah.
"Kamu benar Jo, aku tidak bisa mengantarmu karena aku akan segera menikah. Dan itu sangatlah berat." ucap Nadia seraya mengusap wajahnya.
Jonathan terdiam tidak tahu juga harus bicara apa atau harus melakukan apa untuk bisa membatalkan pernikahan Nadia dengan Jean.
"Sebaiknya setelah kita pulang dari sini, kita tidak perlu bertemu lagi Nadia. Kita harus bisa saling melupakan." ucap Jonathan dengan suara pelan, entah dia bisa melupakan Nadia atau tidak.
Nadia menghela nafas panjang kemudian bangun dari duduknya.
"Sudahlah Jo, kita lupakan sejenak kesedihan kita ini. Kita tetap fokus pada hari ini saja, kita harus bersenang-senang. Apa kamu setuju?" tanya Nadia dengan tatapan sangat dalam.
"Kenapa aku harus setuju denganmu? Kalau kamu tidak memberiku sesuatu?" ucap Jonathan berniat menggoda Nadia, walau dalam hatinya sangat setuju sekali dengan apa yang dikatakan Nadia.
"Memang aku harus memberimu apa agar kita bisa bersenang-senang?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.
Jonathan tersenyum dengan tatapan nakal.
"Bagaimana kalau kamu memberiku sebuah ciuman saja, setelah itu aku menurut apa katamu untuk bersenang-senang hari ini." ucap Jonathan dengan sebuah senyuman.
"Otak anda tetap tidak bisa berubah Tuan Jonathan, masih saja berotak mesum." ucap Nadia dengan tatapan gemas.
"Hanya mau atau tidak?" ucap Jonathan kemudian memejamkan matanya menunggu jawaban dari Nadia.
"Dasar Tuan berotak mesum!" ucap Nadia seraya mencium lembut bibir bawah Jonathan.