KESEPAKATAN
KESEPAKATAN
"Kenapa kamu dan Jean malah menyalahkan aku? aku sudah menceritakan semuanya dan aku sudah sangat yakin kalau kedua orangtua Jonathan sangat tidak adil pada orang tuaku." ucap Nadia merasa kecewa dengan sikap Gladys yang sama saja dengan Jean.
"Aku tidak menyalahkan kamu Nadia, kamu sangat tahu kalau aku selalu mendukung apa yang kamu lakukan! Karena aku tahu kamu sangat baik hati. Tapi saat ini apa yang kamu lakukan tidak berdasar, kamu belum tahu kebenarannya kamu harus mencari tahu itu dulu Nadia." ucap Gladys menangkup wajah Nadia dengan tatapan sangat dalam menunjukkan kalau dia benar-benar sayang pada Nadia.
Nadia menghela napas panjang kemudian memeluk Gladys dengan sangat erat.
"Baiklah Glad, aku akan memikirkan apa yang kamu katakan. Sekarang aku minta makanan sedikit untuk Jonathan, dia sangat kelaparan dan harus minum obat." ucap Nadia sambil melihat makanan di atas meja.
"Bawa saja semua makanan yang ada di atas meja itu, aku sudah membawa bekal. Nanti sore aku akan membelikan makanan untukmu dan kita akan belanja." ucap Gladys dengan tersenyum merasa lega Nadia mau memikirkan apa yang di katakannya.
Nadia menganggukkan kepalanya kemudian membawa beberapa makanan untuk sarapan Jonathan.
Di dalam kamar Jonathan sudah menunggu dengan gelisah karena Nadia belum kembali. Saat melihat pintu terbuka Jonathan merasa lega apalagi Nadia datang dengan membawa makanan.
"Kenapa lama sekali Nadia? aku sudah sangat lapar." ucap Jonathan menutupi rasa cemas yang ada di dalam hatinya. Jonathan berpikir Nadia akan berubah pikiran lagi.
"Aku harus menunggu Gladys selesai masak Tuan Jonathan dan sekarang aku akan menyuapimu." ucap Nadia tidak mengatakan apa pun pada Jonathan tentang pembicaraannya dengan Gladys.
"Biar aku makan sendiri Nadia, bukankah kamu akan membersihkan rumah?" ucap Jonathan tidak mau menambah lelah Nadia.
"Apa kamu yakin?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.
Jonathan menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.
"Suami pintar, aku akan bersih-bersih rumah dulu setelah itu kita akan mandi bersama." ucap Nadia dengan tatapan menggoda beranjak dari tempatnya.
Jonathan menelan salivanya mendengar ucapan Nadia yang terakhir.
"Tunggu! apa yang kamu katakan barusan?" tanya Jonathan dengan tatapan berkedip.
"Apa? apa suami pintar?" sahut Nadia berpura-pura tak mengerti.
"Bukan! yang kamu katakan terakhir Nadia?!" ucap Jonathan dengan gemas.
"Ya apa Jo? apa yang aku bilang mau bersih-bersih rumah?" ucap Nadia menggoda Jonathan.
"Sudahlah! lupakan saja! kamu memang senang mengerjai aku." ucap Jonathan dengan wajah kesal.
Nadia tersenyum sangat menyukai wajah Jonathan di saat marah. Dengan menahan senyum Nadia kembali mendekati Jonathan dan mengusap wajah Jonathan.
"Makanlah yang banyak, setelah aku menyelesaikan pekerjaanku kita akan mandi bersama." ucap Nadia dengan tatapan penuh.
Jonathan menegakkan punggungnya merasa bahagia dengan apa yang di dengarnya.
"Kamu selalu suka melihatku marah." ucap Jonathan dengan suara pelan.
"Hem... karena itu aku jatuh cinta padamu." ucap Nadia mengecup bibir Jonathan lagi.
"Jangan selalu membuatku bingung Nadia. Aku tidak mengerti apa yang kamu inginkan? kalau ada sesuatu yang kamu pikirkan katakan padaku agar bisa membantumu." ucap Jonathan dengan tatapan sungguh-sungguh seolah-olah tahu ada yang di pikirkan Nadia.
"Aku tidak menginginkan apa-apa selain hanya hidup berdua denganmu saja tanpa ada pihak lain mencampuri urusan kita. Aku ingin kita berdua hidup mandiri dengan kedua kaki kita sendiri." ucap Nadia berharap Jonathan bisa lepas dan terpisah dari kedua orang tuanya.
"Aku tidak tahu apa maksudmu Nadia?" tanya Jonathan dengan tatapan tak mengerti.
Nadia terdiam merasa ragu untuk mengatakannya tapi hal itu harus dia lakukan.
"Aku ingin kita tidak perlu tergantung pada orang tua kira. Aku ingin kamu bekerja, tanpa menjadi seorang CEO di perusahaan orang tua kamu. Apa kamu bisa melakukannya?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.
Jonathan mengangkat wajahnya menatap Nadia tak mengerti, tapi Jonathan berusaha untuk mengerti keinginan Nadia.
"Baiklah Nadia, aku akan melakukan apa yang kamu inginkan asal kamu bahagia." ucap Jonathan dengan wajah serius.
"Kalau begitu, mulai sekarang kita harus mandiri. Anggap saja kita hanya hidup berdua saja dan kita harus saling mendukung." ucap Nadia seraya menggenggam tangan Jonathan.
"Lalu aku harus bekerja di mana? dengan keadaanku seperti ini?" tanya Jonathan dengan tatapan rumit.
Untuk sesaat Nadia terdiam kemudian menemukan jalan keluar.
"Bagaimana kalau kamu ikut bekerja denganku di toko bunga milik Jean?" ucap Nadia dengan wajah sungguh-sungguh.
"Di toko bunga Jean? aku bekerja sebagai apa?" tanya Jonathan dengan kening berkerut.
"Kamu suka bunga kan Jo? kamu bisa menyiram bunga dan atau apa pun yang kamu bisa. Kita akan menghabiskan waktu kita dengan bekerja di sana." ucap Nadia membujuk Jonathan.
"Tapi bagaimana dengan perusahaan yang sudah aku kelola selama ini Nadia? Perusahaan bisa gulung tikar tanpa aku bekerja di sana." ucap Jonathan dengan tatapan rumit karena sudah kewajibannya untuk meneruskan usaha Ayahnya.
Nadia terdiam mendengar ucapan Jonathan.
"Baiklah, kamu bisa mengelola perusahaan itu dari sini. Tapi ingat, kamu tidak akan memakai uang berapapun itu dari perusahaan atau dari kedua orang tua kamu. Kita akan memperoleh uang hanya dari tempat kita bekerja di tempat Jean. Bagaimana Tuan Jonathan apa anda setuju dengan kesepakatan kita ini?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.
"Kesepakatan hanya ini saja kan, Nadia?" tanya Jonathan menuruti apa yang di inginkan Nadia agar bahagia.
"Bukan hanya itu saja kesepakatan kita Jo, tapi aku tidak tahu kamu bisa menerima kesepatakan ini atau tidak. Selain kita tidak memakai uang dari perusahaan atau orang tua kita, kamu juga tidak boleh bertemu dengan mereka selain hanya menghubungi mereka lewat telepon." ucap Nadia dengan wajah serius.
Jonathan mengangkat wajahnya menatap Nadia dengan tatapan rumit.
"Kenapa aku tidak boleh bertemu dengan mereka? bagaimana kalau mereka rindu pada kita dan ingin datang ke sini?" tanya Jonathan sama sekali tak mengerti apa yang dipikirkan Nadia.
"Hanya untuk sementara saja Jo, sampai aku bisa hamil dan kita memberi kejutan pada mereka. Mereka pasti akan bahagia kalau saat itu tiba." ucap Nadia dengan di sebuah senyuman bertekad akan meninggalkan mereka jika mereka sudah mengetahui ada penerus yang akan lahir. Nadia ingin memberikan kesedihan yang mereka tidak akan bisa melupakannya.
Jonathan terdiam mendengar ucapan Nadia yang aneh baginya.
"Aku tidak tahu dengan keinginan kamu yang aneh ini Nadia, tapi baiklah aku akan menuruti apa yang kamu inginkan. Semoga saja kamu segera hamil." Ucap Jonathan berharap dan berdoa dalam hati agar Nadia bisa hamil walau kemungkinan itu sangatlah kecil dengan kelumpuhan yang di deritanya.