KESEDIHAN YANG DALAM
KESEDIHAN YANG DALAM
"Ibu...aku masih belum bicara dengan Jonathan." ucap Nadia sampai mengikuti langkah kaki Valerie yang berjalan ke mobil Jean.
"Waktunya sudah sangat mendesak Nadia, kamu bisa bicara dengan Jonathan saat di gedung pernikahan nanti." ucap Valerie dengan tenang menenangkan perasaan Nadia.
Nadia hanya menelan salivanya tidak bisa membantah ucapan orang tua Jean.
Jonathan sendiri di dalam mobil sedikit bingung saat Nadia tidak kembali ke mobilnya bahkan ada Gladys yang sudah berada di dalam mobil.
"Nadia ke mana? kenapa belum kembali juga?" Tanya Jonathan pada Gladys.
"Nadia sama Jean pergi ke tempat salon khusus untuk pengantin. Dan kita akan ke tempat salon lain." ucap Gladys juga tidak mengerti kenapa untuk merias wajah saja harus tempat Salon berbeda dan terpisah.
Jonathan mengkerutkan keningnya, kemudian menghubungi ponsel Nadia. Tapi sayangnya panggilannya tidak di angkat Nadia.
Dengan kesal Jonathan mematikan ponselnya dan diam tak bicara.
"Ada apa Tuan Jonathan? apa Nadia tidak menerima panggilan anda?" tanya Gladys merasa cemas melihat kemarahan Jonathan.
Melihat Jonathan yang uring-uringan Marcos hanya diam saja.
Tiba di salon yang di pilih Valerie, Gladys dan Jonathan di minta Marcos masuk ke dalam.
"Kenapa aku harus masuk ke dalam? bukankah aku sudah rapi dan memakai jas?" tanya Marcos dengan tatapan dingin.
"Tuan Jonathan harus masuk ke dalam, Tuan harus memakai kemeja dan jas yang disesuaikan dengan warna pakaian Nyonya Anne dan Tuan Darren." ucap Marcos memberi penjelasan pada Jonathan.
"Bagaimana jadi seperti itu? kenapa pakaianku harus sama dengan warna pakaian Momy dan Daddy?" tanya Jonathan semakin bingung dengan apa yang terjadi.
"Aku juga tidak tahu Tuan Jonathan, semua aku jalankan seperti perintah Nyonya Anne." ucap Marcos kemudian membantu Jonathan duduk di kursi rodanya dan membawanya masuk ke dalam salon.
Gladys yang tidak tahu apa-apa hanya menuruti saja apa yang di katakan Marcos.
Di dalam salon, Jonathan semakin gusar dan kesal karena perias salon membersihkan wajahnya juga merawat rambutnya.
"Nyonya? kenapa aku harus pakai kemeja dan jas ini? aku sudah memakai kemeja dan jasku yang bagus dan mahal." ucap Jonathan pada Perias salon.
"Maaf Tuan, aku hanya menjalankan perintah dari Nyonya Anne untuk memberikan kemeja dan jas ini pada Tuan." ucap Perias salon memberikan kemeja putih dan jas hitam.
Jonathan semakin kesal, dengan terpaksa menuruti apa kata perias salon karena semua atas perintah ibunya.
Setelah selesai, Jonathan melihat dirinya seperti seorang pengantin pria. Hatinya semakin sakit karena pada kenyataannya dia hanya sebagai pendamping saja.
"Mari Tuan Jonathan, Nona Nadia dan Tuan Jean sudah di tempat." ucap Marcos sambil mendorong kursi roda Jonathan membawanya ke mobil dan membantunya masuk ke dalam mobil.
Melihat penampilan Jonathan, Gladys hanya diam dengan tatapan tak berkedip.
Sungguh Jonathan semakin terlihat tampan dengan kemeja dan jas hitamnya.
Dengan kecepatan sedang, Marcos menjalankan mobilnya ke tempat gedung pernikahan di mana Jean dan Nadia sudah menunggu.
Anne dan Darren sudah menunggu dengan gelisah. Valerie dan James duduk tenang sambil menatap Jean yang diam tapi terlihat tenang.
Nadia berdiri dengan gelisah karena tidak ada kabar dari Jonathan. Apalagi ponselnya di bawa Valerie.
"Tenanglah dan Nadia jangan gelisah seperti itu. Semua akan baik-baik saja." ucap Valerie dengan tatapan lembut.
Nadia hanya menganggukkan kepalanya dengan perasaan sedih.
Setelah beberapa saat menunggu, Nadia melihat Marcos datang dengan mendorong kursi roda Jonathan dan di sampingnya ada Gladys.
Nadia melihat jelas wajah Jonathan yang suram dan kesal.
"Apa yang terjadi padamu Jo? Kenapa kamu terlihat kesal? Bahkan kamu tidak mau menatapku?" Tanya Nadia dalam hati sambil menatap Jonathan yang duduk di kursi rodanya di belakang Jean.
Anne dan Darren tersenyum, saat melihat penampilan Jonathan yang sudah menuruti keinginannya.
Nadia meremas kedua tangannya, tidak sanggup melihat wajah Jonathan yang benar-benar terluka dan terlihat marah padanya.
"Ibu, aku mau ke toilet sebentar." Ucap Nadia ingin menumpahkan rasa sedihnya di kamar kecil.
Dengan tergesa-gesa Nadia berjalan ke belakang di mana toilet berada.
Di dalam toilet Nadia menangis dalam diam tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan? Pernikahannya akan segera terjadi, dan hubungannya dengan Jonathan juga akan berakhir.
"Tok...Tok...Tok"
Terdengar suara pintu terketuk, segera Nadia mengusap air matanya agar tidak terlihat kalau dia habis menangis.
Dengan perasaan sedih Nadia membuka pintu dan terpaku di tempatnya saat melihat Jonathan ada di hadapannya.
"Jonathan? Kenapa kamu di sini?" Tanya Nadia sambil melihat ke arah ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang.
"Aku marah padamu Nadia! Kenapa kamu pergi tanpa bilang padaku? Aku menghubungimu juga tidak kamu terima!" Ucap Jonathan dengan suara keras hingga terpaksa Nadia menutup mulut Jonathan.
"Ssshhh!! Jangan bicara keras, bagaimana kalau ada yang tahu kamu ada di sini?" Ucap Nadia karena Jonathan masuk ke toilet wanita.
Jonathan mau bicara tapi mulutnya masih di bungkam Nadia. Dengan kesal Jonathan menarik tangan Nadia yang menutup mulutnya.
"Kenapa kamu melakukan hal itu? Kenapa kamu menyakiti aku di saat kamu akan menikah?" Tanya Jonathan dengan tatapan terluka.
"Tenanglah Jo, aku akan menjelaskan padamu. Kamu tenang dulu oke .." ucap Nadia seraya mengusap wajah Jonathan dengan tatapan penuh.
Hati Jonathan sedikit tenang saat Nadia mengusap wajahnya.
"Jelaskan padaku sekarang Nad? Kenapa kamu melakukan hal itu padaku?" Tanya Jonathan dengan suara parau mencengkeram pinggang Nadia.
Hati Nadia menangis sedih melihat kesedihan di wajah Jonathan.
"Tidak ada alasan kenapa aku harus menyakitimu Jo? Ibu membawaku langsung ke dalam mobil dan berangkat ke salon. Ponselku di bawa Ibu dan tidak ada padaku. Aku tidak ada kesempatan untuk menemuimu sama sekali." ucap Nadia dengan jujur.
Jonathan terdiam menatap kedua mata Nadia ada kejujuran di sana. Perlahan Jonathan melepas cengkraman tangannya.
"Pergilah Nadia, aku sudah tidak apa-apa." ucap Jonathan dengan suara pelan.
"Sungguh kamu sudah tidak marah padaku Jo?" tanya Nadia dengan tatapan sangat dalam.
Jonathan menggelengkan kepalanya.
"Tidak Nadia, aku sudah tidak marah padamu. Pergilah, mereka pasti menunggumu." ucap Jonathan dengan perasaan sedih.
"Kita akan ke sana bersama-sama." ucap Nadia tidak Ingin meninggalkan Jonathan sendirian.
"Tidak Nadia, pergilah dulu. Aku akan segera menyusulmu." ucap Jonathan dengan suara pelan.
"Baiklah Jo, jangan lama-lama. Aku menunggumu." ucap Nadia mengecup kening Jonathan kemudian meninggalkan tempat.