SEMAKIN RUMIT
SEMAKIN RUMIT
Dengan mengambil nafas panjang, Nadia mengetuk pintu kemudian membukanya dengan pelan.
"Nadia? Tuan Jonathan?" panggil Gladys sedikit terkejut saat mengetahui Nadia dan Jonathan datang sangat pagi sekali.
"Bagaimana keadaan Jean, Glad?" tanya Nadia setelah berada di samping Gladys.
"Sampai saat ini keadaannya masih baik-baik saja, tadi bangun sebentar kemudian tertidur lagi." ucap Gladys sambil menatap Jean yang masih tidur pulas.
"Syukurlah kalau Jean baik-baik saja, kamu bisa pulang Glad, dan istirahatlah. Biar aku yang jaga Jean di sini bersama Jonathan." ucap Nadia seraya duduk di samping Jean.
"Apa kamu yakin tidak apa-apa menunggu Jean disini hanya bersama dengan Jonathan?" tanya Gladys sambil melihat ke arah Jonathan yang hanya diam di tempat kursi rodanya.
"Ya Glad, aku tidak apa-apa. Oh ya, aku tidak tahu motor kamu sudah ada di rumah sakit atau belum biar dipastikan Jonathan dulu." ucap Nadia pada Gladys sambil melihat ke arah Jonathan yang sedang bertanya pada Marcos.
"Mobil Gladys sudah ada di samping pintu rumah sakit, ada Marcos disana." ucap Jonathan sambil memasukkan ponselnya ke dalam kantong sakunya.
"Baiklah Nadia... aku kembali dulu, kalau ada sesuatu hubungi aku saja." ucap Gladys kemudian keluar meninggalkan Nadia dan Jonathan.
Setelah Gladys pergi, Nadia menghampiri Jonathan kemudian mendorong kursi roda Jonathan dekat dengan Jean.
"Aku tidak percaya ini, Minggu besok kalian akan menikah tapi sesuatu terjadi pada Jean. Pasti orang tua Jean sangat sedih." ucap Jonathan sambil mengusap wajahnya tidak bisa berkata apa-apa.
"Mungkin nanti pagi, Ayah dan Ibu akan datang untuk melihat keadaan Jean lagi. Aku akan bertanya tentang pernikahan Minggu besok." ucap Nadia dengan suara pelan.
Jonathan hanya menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Nadia.
"Apa kamu tidak ingin mengajak bicara Jean Nadia? siapa tahu dengan mendengar suaramu Jean akan bangun." ucap Jonathan sambil melihat Jean yang masih tidur karena pengaruh obat.
"Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Nadia merasa serba salah, di satu sisi ada Jean calon suaminya di sisi yang lain ada Jonathan kekasihnya.
"Aku tidak apa-apa, aku lebih senang kalau Jean bisa sembuh seperti semula." ucap Dean melihat keadaan Jean yang mengalami patah tulang di lengannya.
Nadia memeluk Jonathan dari belakang kemudian mengecup puncak kepala Jonathan dengan penuh perasaan.
"Terima kasih Jo." ucap Nadia dengan suara lirih di telinga Jonathan.
Jonathan memejamkan matanya merasakan rasa sakit yang begitu sangat dalam, harus melihat wanita yang dicintainya menjaga pria lain.
Jonathan memutar kursi rodanya sedikit menjauh dari Nadia.
Nadia hanya bisa menelan salivanya melihat Jonathan menjauh. Dengan perasaan sedih Nadia mendekati Jean.
"Jean, dari kemarin kamu belum bangun dari tidurmu. Apa kamu tidak bosan tidur terus Jean?" tanya Nadia dengan suara pelan.
"Bangunlah Jean, sebelum Ayah dan Ibu datang. Kasihan kalau mereka datang dan melihat kamu masih belum bangun." ucap Nadia dengan perasaan bersalah.
"Aku sudah bangun tadi pagi Nadia, lalu tidur lagi. Kenapa kamu jadi cemas begitu?" ucap Jean dengan suara pelan seiring matanya yang terbuka dan menatap Nadia.
"Apa kamu mendengarkan aku sudah dari tadi Jean?" tanya Nadia dengan tatapan gemas.
"Bagaimana aku tidak mendengarmu kamu bicara dengan berbisik-bisik seolah-olah kamu takut dengan Jonathan." ucap Jean dengan tersenyum sambil melihat ke arah Jonathan yang duduk di kursi rodanya di dekat jendela dengan tatapan matanya mengarah keluar jendela.
Seketika wajah Nadia memerah mendengar ucapan Jonathan yang selalu menggodanya.
"Kamu selalu saja menggodaku Jean. Aku sedang serius sekarang, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan pada kalian berdua. Kamu dan Jonathan sama-sama berarti bagiku." ucap Nadia dengan tatapan serius.
"Kenapa tidak kamu serahkan saja pada takdir, siapa yang akan menjagamu selamanya?" ucap Jean dengan tatapan penuh.
"Kenapa kamu bicara tentang takdir? apa aku tidak bisa mempertahankan perasaan cintaku?" tanya Nadia dengan tatapan rumit.
"Mungkin cinta adalah hal yang utama untuk kita pertahankan. Tapi apa kamu tahu sebuah takdir bisa mengalahkan cinta itu sendiri? dan seperti apa yang terjadi pada kita, di saat kita akan menikah aku mengalami kecelakaan. Apakah itu juga bukan suatu takdir?" ucap Jean berusaha menjelaskan pada Nadia tentang suatu takdir. Bagaimana manusia tidak bisa menghindari takdir Tuhan.
Nadia terdiam mendengar apa yang dikatakan Jean.
"Apa aku harus menyerah pada takdir Jean? Apa aku tidak ada kesempatan untuk mempertahankan cintaku?" tanya Nadia dengan tatapan sedih harus melepaskan cinta Jonathan.
"Sekarang katakan padaku, Apa kamu benar-benar mencintai Jonathan tanpa ada unsur balas dendam? jawab jujur pertanyaanku?" ucap Jean dengan suara pelan sambil melihat ke arah Jonathan yang sesekali melihat ke arahnya.
Nadia hanya bisa diam tidak bisa menjawab pertanyaan Jean.
"Kamu tidak menyadari perasaan cintamu seperti apa pada Jonathan. Apa itu benar-benar cinta yang tulus atau cinta yang berdasarkan keinginan untuk balas dendam. Aku melihat hal itu pada dirimu Nadia, jangan sakiti hati Jonathan kalau kamu tidak mencintainya dengan tulus." ucap Jean dengan tatapan dalam.
"Aku tidak bisa mengatakan apa-apa padamu Jean. Semua perasaan ini menjadi sangat rumit bagiku. Aku tidak ingin membicarakan hal ini lagi." ucap Nadia kemudian bangun dari duduknya dengan perasaan tak menentu.
"Jangan pernah menghindari suatu masalah Nadia. Apa yang telah kita buat kita harus bisa menyelesaikannya. Walau itu menyakitkan atau membahagiakan." ucap Jean mengingatkan Nadia tentang apa yang telah mereka putuskan untuk bersandiwara tentang hubungan mereka.
"Aku tidak menghindari masalah Jean, aku hanya berusaha mempertahankan apa yang harus dipertahankan. Kita lanjutkan pembicaraan kita nanti. Aku akan ke kantin sebentar mencari sarapan. Apa kamu mau bubur ayam Jean?" tanya Nadia berusaha menenangkan hatinya.
"Terserah apa yang kamu mau beli Nadia, aku pasti akan memakannya." ucap Jean tidak ingin menekan Nadia dengan menambah masalah lagi.
"Oke Jean, aku keluar dulu." ucap Nadia kemudian mendekati Jonathan yang masih menatap ke arah luar dengan wajah terlihat suram dan gelisah.
"Jonathan, kita ke kantin sebentar untuk sarapan. Setelah itu kita ke sini lagi menunggu Ayah dan Ibu datang." ucap Nadia seraya mendorong kursi roda Jonathan keluar kamar.
"Apa yang kalian bicarakan? Kenapa wajah kalian begitu serius? apa kalian membahas sesuatu yang sangat penting?" tanya Jonathan setelah berada di luar kamar.
"Apa yang aku bahas dengan Jean memang sangat penting. Tapi sampai saat ini aku dan Jean masih belum tahu, Minggu besok kita akan menikah atau tidak. Kita hanya bisa menunggu Ayah dan Ibu saja.