A Song of the Angels' Souls

145. Melodi Rasa Sakit



145. Melodi Rasa Sakit

3"Akhirnya, kamu membunuh lagi, ya?" tanya sang bidadari bertopeng, terus berjalan dengan didampingi seorang pria paruh baya dengan rambut tipis. Candra, pria yang kini jauh lebih kurus itu tampak menyunggingkan senyum sumringah.     

Ione menghapusi air matanya, memandang tajam bidadari yang seharusnya sudah tiada itu. "Pihak atas bermain-main dengan nyawa lagi rupanya."     

Varya sedikit melontarkan tawa getir. "Bagaimana denganmu? Kamu juga ingin mengembalikan nyawa kekasihmu itu, kan? Apa itu bukan bermain-main dengan nyawa namanya?"     

Mulut Ione menutup rapat. Ia fokus memerhatikan gerak-gerik Varya.     

"Aku boleh memberi saran, tidak?" Varya berhenti melangkah. "Lebih baik kamu lupakan saja keinginanmu itu."     

"Karena setelah menjadi ratu, saya seharunys memikirkan khalayak orang banyak?" Ione memejamkan matanya. "Maaf, tapi saya bukan pahlawan seperti Anda, Nona Varya. Saya hanya orang rendahan yang baru merasakan kebahagiaan. Begitu kebahagiaan saya itu direnggut, saya hanya ingin menggapainya lagi."     

"Bukan." Varya kembali tertawa getir. "Bahkan aku sendiri sudah melupakan semua mimpi-mimpiku. Aku ada di sini hanya untuk bertarung denganmu. Walaupun hatiku sudah tak ingin bertarung, tetapi aku tak bisa menolaknya.     

Dahi Ione langsung mengernyit. "Maksud Anda apa, Nona?"     

Bukannya langsung menjawab, Varya malah memandang berkeliling. "Aku tidak bisa berbicara lebih banyak, Ione. Yang jelas, pada akhirnya semua ini ...."     

Varya tidak melanjutkan katanya-katanya dan memilih untuk memasang kuda-kuda siap bertarung. Ione mengangguk pelan kepada Marcel yang mengamati dari jarak yang agak jauh, kemudian ikut memasang pose siap bertarung.     

"Jujur saja, Ione. Aku ini sudah sangat muak." Setelah mengatakan hal itu, Varya berlari menerjang sang musuh.     

Ione merunduk, menghindari pukulan lurus dari Varya. Ione sudah akan menghujam pinggang sang musuh dengan serulingnya, tetapi Varya keburu memberikan serangan lututnya. Ione terpaksa menghindar lagi, kali ini melompat mundur.     

Selanjutnya, terjadilah jual beli serangan yang amat dahsyat. Varya memberikan kombinasi pukulan, tendangan, sikutan, dan serangan lututnya. Ione tak mau kalau, meski kebanyakan menghindar atau menangkis serangan Varya dengan serulingnya, ia sama sekali tak terdesak. Bahkan beberapa kali bidadari itu berhasil memasukkan serangan ke tubuh sang musuh, padahal Varya sendiri belum berhasil menyarangkan serangannya,     

Melihat sebuah cahaya ungu keluar dari ujung seruling Ione, Varya pun memilih untuk melompat mundur sejauh-jauhnya.     

Di sisi lain, Marcel sampai menahan napas melihat pertarungan tersebut. Ia memang berkali-kali melihat pertempuran antar para bidadari, tetapi tidak ada yang seintens ini. Setiap serangan yang diberikan terlihat sangat cepat dan mematikan, meski kedua bidadari itu hanya bertarung di darat.     

"Dulu, cara bertarungmu tidak sehebat ini. Kondisi mental memang bisa memengaruhi kemampuanmu. Emosi positif seperti kebahagiaan kadang melenakan, tetapi bisa juga menjadi bahan bakar karena seseorang ingin mempertahankan kebahagiaan itu. Yang negatif seperti kesedihan dan dendam juga sama saja, kadang membuatmu tak berdaya, tetapi bisa juga menjadi pendorong. Maka dari itu, aku selalu menjaga kondisi mental pasukanku ...." Varya tercekat hebat, lagi-lagi tertawa getir. "Ah, buat apa aku mengenang hal itu, aku di sini kan untuk bertarung denganmu."     

Tak menjawab, Ione menyabetkan cambuk cahayanya. Varya bergeser menghindar. Ione pun melanjutkan serangannya. Varya terus menghindar sambil berusaha mendekati Ione kembali. Namun, sabetan-sabetan Ione terus datang dengan beruntun. Ketika sudah berhasil maju beberapa meter, Varya dipaksa mundur karena sabetan musuhnya tersebut.     

"Kamu ingin pertarungan yang panjang rupanya." Tangan Varya memunculkan cahaya putih yang bermaterialisasi menjadi seruling. Seruling yang sama persis dengan milik Ione, tetapi dengan warna putih     

Seutas cambuk cahaya panjang juga keluar dari ujung seruling Varya itu. Tentu saja warna cambuk tersebut juga putih.     

Kali ini, mereka bertarung dari jarak jauh. Marcel bersembunyi di balik mobil agar tidak terkena cambukan. Robin yang baru tersadar pun juga segera meringkuk di samping mobilnya untuk berlindung. Kepalanya menoleh ke sana ke mari untuk mencari Etria.     

Tak kunjung menemukan bidadarinya itu, wajah Robin menegang. Tubuhnya mulai bergetar. Otaknya sudah menyimpulkan sesuatu yang buruk.     

Bekas sabetan cambuk terus bermunculan di aspal, pohon-pohon pinggir jalan, pagar-pagar rumah, serta mobil Marcel dan Robin. Kedua bidadari itu terus saja membuat cambuk masing-masing bergerak seperti makhluk hidup yang ingin menangkap mangsa. Begitu terarah, akurat, dan cepat.     

Ctasss!!!     

Satu sabetan mengenai pundak Varya. Dia tidak punya kesempatan untuk merintih kesakitan. Bidadari itu harus segera menghindari serangan lanjutan dari sang musuh. Itu membuatnya kehilangan momentum. Serangan Ione jadi datang lebih beruntun, membuatnya tak bisa membalas. Alhasil, beberapa kali tubuhnya terkena sabetan cambuk sang musuh.     

Makin terdesak, Varya memberi isyarat tangan kepada Candra. Kemudian, dari kedua tangannya muncul cahaya yang begitu menyilaukan.     

Ione langsung menyipitkan matanya, berusaha berlindung dari cahaya itu dengan lengannya. Tak bisa berbuat apa-apa, Ione cuma bisa pasrah ketika tangan Varya melingkari lehernya. Varya mencekiknya erat-erat dari belakang.     

Ione menyabetkan cambuk cahayanya sampai membelit ke pagar besi sebuah rumah. Cambuk itu memendek secara otomatis. Keduanya pun terhentak keras, melayang cepat dan menabrak pagar itu. Cekikan Varya seketika terlepas.     

Gerakan itu sebenarnya juga merugikan Ione sendiri, yang tubuhnya nyeri karena ikut menubruk pagar. Namun, dia bisa segera bangkit, langsung berlari menghindari Varya. Varya tentu saja ikut bangkit untuk mengejar musuhnya itu.     

Ione berlari ke sana ke mari, dengan pola acak, mulai meniup serulingnya. Varya pun mempercepat larinya, hendak menangkap tubuh Ione, tetapi hal itu tak kunjung berhasil. Varya pun akhirnya memberi isyarat kepada Candra kembali.     

Hanya tinggal beberapa nada lagi sebelum melodi Ione selesai, tetapi seruling bidadari itu keburu terlempar karena kemampuan pelepas senjata dari Varya. Ione pun melompat, berniat mendarat ke atap sebuah rumah, tetapi kali ini Varya berhasil menangkap tubuhnya.     

Mereka jatuh ke sebuah kolam ikan. Pergumulan sengit pun terjadi. Ione yang terbaring di kolam dangkal itu berhasil menendang dada Varya dengan kedua kakinya. Varya pun terhuyung mundur, kakinya berkecipakan di kolam yang berisi ikan hias tersebut.     

Ione bangkit dan tiba-tiba saja busananya memancarkan cahaya berwarna biru terang. Sedetik kemudian, bajunya juga sudah berubah warna menjadi biru terang. Berbarengan dengan itu, kedua tangannya memunculkan cahaya yang lagi-lagi berwarna biru terang.     

Cahaya itu bermaterialisasi menjadi palu godam raksasa. Palu godam yang biasa dipegang Etria.     

Ione pun menerjang dengan cara lari yang mirip dengan cara lari Etria.     

Varya menghindari satu ayunan palu horizontal dari Ione yang mengincar pinggangnya. Namun, Ione berputar sambil terus mengayunkan palunya.     

Varya yang tidak menduga kalau Ione akan menyerang dengan palu pun sangat tidak siap dengan serangan lanjutan itu. Ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika mata palu itu menyambar kepalanya dari samping, membuat topengnya terbang tinggi.     

Bidadari berbusana tempur putih itu hilang keseimbangan, tetapi masih bisa mempertahankan diri untuk tetap berdiri tegak. Namun, Ione sudah mengayunkan palunya lagi.     

Daarrr! Palu Ione menghajar bangunan air mancur di kolan itu sampai hancur setengahnya. Varya baru saja menghindari serangan tersebut. Telat sedetik saja, kepalanya bakal menerima kerasnya ayunan palu itu lagi.     

Dengan susah payah karena serangan palu Ione tadi membuatnya seperti orang mabuk, Varya terus menghindari kombinasi ayunan palu Ione yang datang bergantian dari berbagai sudut. Sampai akhirnya, Varya berhasil melompat dari kolam ikan hias itu, menjaga jarak dari musuhnya.     

Varya sedikit menyentuh bagian kanan kepalanya yang masih dihinggapi nyeri menyengat. Itu adalah bagian yang tadi dihantam palu Ione. Namun, sia sekarang sudah bisa berdiri tegak. Tetesan-tetesan air dari tubuhnya yang basah jatuh ke hamparan rumput pendek tempatnya berpijak.     

"Aku baru mendengar kekuatanmu yang seperti itu," desis Varya, memandang tajam Ione, yang masih berdiri di kolam.     

Ione menunduk dalam-dalam. Mulutnya tertutup rapat. Palu di tangannya ia biarkan terkulai ke bawah. Mata senjata itu tenggelam di air.     

Dengan wajah menegang, Varya memasang kuda-kuda kembali. "Seperti laporan rahasia yang kubaca, kamu itu sangat berbahaya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.