A Song of the Angels' Souls

122. Penjahat



122. Penjahat

1Baru keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah, Rava dihadang Etria yang anehnya sudah memakai baju tempur. Bidadari itu sedikit mencondongkan tubuhnya, menonjolkan belahan dadanya yang mulus. Pantatnya juga sedikit ditunggingkan, memperjelas lekuk tubuh indahnya.     

Sambil tersenyum ceria dan berpose seperti memberi hormat dalam upacara, dia pun menyapa riang, "Halo, Rava! Janganlah bersedih! Hari ini sangat cerah! Kakak Etria akan menemani dan menghiburmu!"     

Melihat keabsurdan yang luar biasa itu, Rava cuma bisa melongo. Handuk yang melindungi bagian bawah tubuhnya tiba-tiba melorot tanpa alasan jelas.     

Etria tercenung melihat barang Rava.     

"Uwaaa!!!" Selang beberapa detik, Etria pun melonjak hebat, langsung bergeser ke pojokan, meringkuk dan menutupi mukanya yang memerah seperti tomat matang.     

Lois yang sedari tadi menemani Etria pun tak membuang kesempatan itu. Dengan kecepatan yang sungguh luar biasa, ia mengeluarkan ponselnya.     

"Hmmm .... Besar juga ya punyamu," gumam Lois, memotreti bagian kelelakian Rava yang terekspos jelas.     

Rava buru-buru menutupi bagian itu dengan handuknya. Wajahnya sudah begitu panas. Bahkan matanya sudah berair, seperti akan menangis.     

"Hei, aku masih mau melihatnya! Punyamu itu luar biasa! Bentuknya juga sangat unik. Aku tidak pernah melihat yang seperti itu!" Lois pun menarik handuk itu sambil terkikik-kikik nakal.     

"Hentikan!!!" ronta Rava yang merasa seperti dinodai, berusaha mempertahankan selembar kain yang melindungi kehormatannya. "Kalian sebenarnya ngapain, sih!?"     

"Heaaa!!!" Sekali hentakan, Lois berhasil merebut handuk Rava, membuat pemuda itu telanjang bulat. Rava pun menutupi kemaluannya dengan wajah yang makin memerah.     

Etria mengintip dari sela-sela jarinya, tetapi langsung menutupi wajahnya lagi.     

"Kembalikan!!!" Rava berusaha merebut handuk tersebut, tetapi dia jelas kalah fisik. Lois bisa menghindarinya dengan mudah.     

"Baunya lumayan enak." Lois sedikit mengendus handuk itu. "Ah, tadi kamu bertanya apa? Tentang kenapa kami melakukan itu? Sebelumnya maaf, aku pernah mengintip komputer dan hapemu tanpa izin. Kamu cukup sering menggambar karakter yang mirip Etria, kan? Sampai bajunya juga mirip! Dan kamu menggambarnya dengan posisi-posisi yang sensual pula! Dia itu benar-benar karakter favoritmu!"     

"Terus, apa hubungannya dengan semua ini!?" bentak Rava, masih berusaha merebut handuknya dari tangan Ione. Pemuda itu sudah sempat menyerah, hendak berlari saja ke kamarnya untuk memakai baju, tetapi Lois menghalanginya. "Anime sama dunia nyata itu beda!"     

Kalimat terakhir itu tak sengaja diucapkan Rava. Namun, itu benar adanya. Gambar-gambar wanita yang berasal dari kartun Jepang itu tak membuat Rava grogi, jadi dia bisa menikmati keindahannya.     

"Kami cuma ingin menghiburmu. Hari ini kamu kelihatan murung sekali." Sambil melambai-lambaikan handuk, Lois terus mengelak dari Rava. "Dan sepertinya usahaku dan Etria berhasil! Tadi itu hanya pose pembuka saja, sebelum ke pose-pose yang lebih menantang, tetapi anumu malah sudah berdiri tegak! Bahkan handukmu sampai terlepas .... Gaaahhh!!!"     

Begitu tendangan keras Lyra menyambar kepalanya, Lois terpental ke udara, mendarat masuk ke mesin cuci dengan posisi kaki di atas.     

Kemudian, tanpa ampun, Lyra melompat sambil mengangkat kakinya tinggi-tinggi, kemudian menghantamkan tumitnya ke selangkangan Lois. Kaki Lois sampai langsung mengatup dibuatnya.     

"Blubelbeebu!" Teriakan Lois pun teredam tabung mesin cuci.     

Melihat kejadian luar biasa nan komikal itu, Rava dan Etria pun membuka mulutnya begitu lebar. Bahkan Etria sampai memegangi bagian di antara kakinya, seolah bisa merasakan apa yang diderita Lois.     

***     

Lois bersimpuh di dekat kulkas dapur. Karena dapur itu menjadi satu dengan ruang tengah dan hanya bersekat tembok setengah, yang lain jadi bisa melihatnya. Lebam bekas tendangan tampak menghias muka bagian kirinya, dipadu merah karena puluhan tamparan di pipi kanan. Sebuah gelas plastik raksasa berisi cairan hijau pekat ditaruh di kepala bidadari itu. Cairan itu merupakan jus dari berbagai bahan makanan. Disiapkan oleh Lyra kalau Lois kelewatan seperti ini. Konon, rasanya sangat tidak enak dan bisa membuat pingsan. Baunya kalau menempel di kulit juga akan bertahan selama beberapa hari.     

Lois memegangi bagian yang tadi dihantam keras oleh tumit Lyra. Tubuhnya yang hanya dibalut bra dan celana dalam hitam tampak menggigil, terkena hawa dingin dari kulkas yang dibuka lebar-lebar. Awalnya, ibu Rava protes karena hukuman itu menurutnya terlalu berlebihan. Namun, setelah mendengar penjelasan Lyra, ibu Rava menuliskan 'Penjahat K*l*min' di dada bidadari itu, menggunakan spidol permanen pula.     

Dan juga, Lois sengaja ditempatkan jauh dari Rava agar cederanya tidak segera sembuh, supaya rasa sakit yang dirasakannya bertahan lebih lama.     

"B-beneran, deh. Emangnya itu nggak kelewatan?" tanya Rava, sudah mengulangi pertanyaan itu berkali-kali. Ia meringis saat melihat wajah Lois yang tampak begitu merana. Kalau tidak dicegah Lyra, dia paling tidak akan menutupi tubuh bidadari itu dengan selimut atau semacamnya.     

Dengan ekspresinya yang lebih tajam dari biasanya, Lyra menyedot es susunya. Setelah sedari tadi enggan menjawab, akhirnya dia buka mulut. "Hukuman yang digunakan guru kami lebih mengerikan. Itu belum ada apa-apanya. Lagipula, yang lain sepertinya tidak ada yang protes."     

Etria sibuk menyelesaikan boneka Kacianya, tak melihat mentornya sama sekali. Bahkan Kacia juga mengalihkan pandangannya dari Lois, tampak serius memainkan ponsel. Kacia yang berhati lembut sampai tak mau menolong Lois. Sepertinya, menurut Kacia, dosa Lois sudah terlalu besar.     

"Dia juga tidak akan mati, kok," lanjut Lyra, memasukkan satu keping keripik singkong ke mulut. "Ini juga demi kamu, Rav. Biar dia jera. Kamu mau dilecehkan seperti tadi lagi?"     

Rava sama sekali tak bisa menjawab. Bukan karena setuju dengan Lyra, tetapi bidadarinya itu tampak sangat judes. Kalau membantah, dia tak tahu kemarahan seperti apa yang akan didapatkannya.     

"Sebenarnya, aku ingin membicarakan sesuatu .... Hatsyi!" Lois memeluk tubuhnya sendiri, tetapi langsung beralih memegangi bagian di antara lipatan pahanya kembali. Dia seperti bingung tangannya mau ke mana. "Ini tentang Mireon. Apakah dia akan benar-benar menjadi musuh kita?"     

"Aku nggak tahu kalau Mireon, tapi kalau mas Janu sih kurasa nggak akan mau diajak bertarung lagi," jawab Rava pelan. "Yah, aku nggak terlalu dekat sama dia, sih. Jadi, aku nggak tahu secara pasti."     

"Dan dia terlalu takut untuk melakukannya lagi," imbuh Lyra.     

Kacia menurunkan ponselnya, menghela napas. "Semoga saja Mireon tersadarkan dan tidak akan bertarung lagi."     

Sebuah senyum getir pun terbentuk di bibir Lois. "Begitukah? Apakah kalian masih tidak ingin bertarung? Ione yang koar-koar ingin mengumpulkan para bidadari saja kemungkinan besar sudah berseberangan dengan kita. Kalau dia bertemu dengan kita lagi, barangkali dia akan bersemangat sekali untuk membunuh kita."     

"Aku sih ingin tetap melanjutkan cita-cita Ione yang dulu. Aku ingin membujuk Ione untuk kembali kepada kita," balas Kacia dengan bibir bergetar.     

Etria pun mengusap lembut punggung rekannya itu. "Aku memang belum lama bergabung dengan kalian, tapi aku sangat setuju dengan Kacia. Pemilihan ratu ini sudah seharusnya dihentikan."     

"Aah, aku tidak akan mengomentari kenaifan kalian." Lois mengangkat bahunya, kemudian melirik saudari angkatnya. "Kalau kamu bagaimana, Ly ...."     

Lyra bangkit sebelum Lois menyelesaikan ucapannya, kemudian pergi dari situ sambil berkata, "Aku keluar sebentar. Jangan sampai kamu bergerak sesenti pun, atau aku akan membunuhmu. Di sekitar kakimu sudah kutaburi tepung. Kalau bergerak sedikit saja, kamu akan ketahuan. Pokoknya kamu harus ada di posisi itu lima jam lagi."     

Karena gelas raksasa di kepalanya, Lois tak bisa menunduk untuk sekedar mengecek.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.