Aku tidak akan menyerah
Aku tidak akan menyerah
Teriak Jeffery sambil melempar ponselnya ke lantai.
"Kenapa? Kenapa dia mengambil Sinta dariku? Kenapa …?!"
Jeffery mengusap kasar wajahnya. Dia merasa jika ini sudah sangat keterlaluan. Dia merasa sudah banyak berkorban untuk Sinta, tapi Sinta malah pergi meninggalkannya dan sekarang dia bersama Daffin.
"Daffin Narendra. Kamu memang pria brengsek! Aku meminta kamu untuk menolongnya saat itu, tapi kamu memanfaatkan situasi ini. Kamu mengambil Sinta dariku dan menunjukkan itu semuanya didepan matanyaku! Arrghhh … aku harus menyingkirkan kamu Daffin, harus!" Teriak Jeffery, matanya memerah karena api marah dan juga api cemburu sudah membakar hatinya.
"Kamu pikir, kamu bisa membuat aku menyerah karena kalian bercinta tepat didepan mataku, hahahahha … aku tidak peduli dengan semua itu. Asalkan Sinta bisa bersama aku, apapun keadaannya aku akan menerimanya dan kamu Daffin. Kamu tidak bisa mengambil dia dariku!" Ucap Jeffery. Dia memukul tembok dengan kerasnya hingga tangannya mengeluarkan darah.
"Darah! Rasa sakit ini tidak sebanding dengan rasa sakit dihatiku, Sinta! Aku harus segera mendapatkan kamu, apapun yang terjadi, harus!" Ucap Jeffery, dia menutup matanya sejenak dan tiba-tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk.
Tok' tok' tok'
Jeffery langsung membuka matanya, dia berjalan menuju pintu dan tidak memperdulikan luka yang ada ditangannya.
Krekk' …
Pintu pun terbuka.
Jeffery menatap orang yang ada dibalik pintu.
"Jeff, kamu sedang apa?" Tanya Amanda. Dia tersenyum manis dan penuh menggoda.
Jeffery melemparkan tatapan dinginnya dan menjawabnya dengan nada suara datar.
"Aku, sedang tidak ingin diganggu!" Ucap Jeffery. Dia berusaha menutup kembali pintu kamarnya.
Amanda melihat tangan Jeffery yang berlumuran darah.
Dia langsung merasa panik dan berteriak, "Jeff. Tangan kamu? Tangan kamu, kenapa?"
Jeffery melihat tangannya dengan tatapan santai, dia seperti tidak merasa sakit ditangannya.
"Ini? Tidak apa-apa. Sudahlah, ini sudah larut malam. Kamu pulang saja, aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun," ucap Jeffery dan dia pun menutup pintu kamarnya dengan sangat kasarnya.
Amanda merasa sangat terkejut dengan sikap kasar Jeffery padanya.
"Sialan kamu Jeff! Berani-beraninya kamu menolak aku seperti ini, kamu akan tahu akibatnya. Lihat saja kamu Jeff. Aku akan mendapatkan kamu lagi! Lihat saja!" Umpat Amanda, dia mengepalkan tangannya dan tiba-tiba bayangan Sinta hadir didalam pikirannya.
"Sial! Pasti gara-gara dia lagi, sepertinya aku harus mulai bertindak. Agar dia bisa menjauhi Jeffery karena Jeffery hanya milikku. Milik Amanda Smith!" Ucap Amanda, dia benar-benar sangat marah kali ini. Dia merasa sangat terhina oleh sikap Jeffery dan itu semua gara-gara Sinta.
Amanda menatap sejenak pintu kamar Jeffery yang tertutup dengan rapat.
Dia menarik nafas panjang dan pergi meninggalkan kamar Jeffery.
Amanda akan membuat perhitungan dengan Sinta.
***
Di tempat lain.
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa kamu tidak lembut seperti biasanya?" Tanya Sinta, dia merasa seluruh tubuhnya sakit semua dan Daffin berbaring disampingnya sambil memeluk erat dirinya
"Aku sangat cemburu. Aku tidak bisa menahan diri aku saat aku merasa sangat cemburu. Apalagi jika semuanya berhubungan dengan mantan kekasih kamu itu," ucap Daffin. Dia mengusap lembut rambut Sinta dan mengecup dahinya berkali-kali.
"Kenapa harus cemburu? Aku kan sudah menjadi milik kamu, cinta dan seluruh hati aku hanya untuk kamu sayang. Apakah itu belum cukup untuk meyakinkan kamu, sayang?" ucap Sinta. Dia menutup matanya dan menikmati aroma tubuh Daffin yang memberikan sebuah ketenangan rasa nyaman untuk Sinta.
"Aku belum merasa cukup untuk semuanya. Sayang, aku terlalu serakah karena aku tidak mau pria manapun mendekati kamu, jangankan mendekati kamu. Memikirkan kamu saja, aku tidak rela. Cukup aku saja yang boleh memikirkan kamu. Karena kamu hanyalah milik aku, sayang!" Ucap Daffin. Dia merasa sangat ketakutan. Takut suatu hari nanti Sinta mengetahui semuanya dan menyalahkan dirinya karena gara-gara kakeknya, dia harus berpisah dengan Jeffery.
Bayangan buruk kembali menghantui Daffin. Dia takut Sinta pergi meninggalkannya dan kembali bersama dengan Jeffery.
Daffin terdiam sejenak, saat ini isi pikirannya sangatlah rumit. Dia bingung harus bagaimana. Karena setiap harus dihantui oleh perasaan takut kehilangan Sinta.
Sinta membuka matanya secara perlahan, dia merasakan detak jantung Daffin terdengar tidak teratur. Sinta merasakan jika Daffin sedang memiliki banyak pikiran dan juga rasa cemas yang membuat pikirannya sedikit terganggu.
Sinta mengangkat wajahnya dan menatap wajah Daffin yang terlihat sedang melamun.
"Sayang, kamu kenapa?" Tanya Sinta, dia mengulurkan tangannya dan mengusap lembut pipi Daffin.
Daffin langsung terkejut. Dia terlihat sangat panik.
"Ahhh … sayang, aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa jika aku harus segera menyelesaikan semua kontrak kerja kamu itu. Agar Jeffery tidak mengganggu kamu lagi. Aku tidak mau kamu bertemu dia lagi apapun alasannya. Mengerti!" Ucap Daffin, dia tersenyum dan menyentuh punggung tangan Sinta yang sedang mengusap lembut pipinya.
"Iya, aku juga tidak mau bertemu dia lagi. Dia hanyalah masalalu. Karena saat ini dan masa depanku hanyalah kamu sayang, karena aku hanya mencintai kamu sayang," ucap Sinta. Dia kembali memeluk Daffin dengan erat.
Daffin menghela nafas berat, dia semakin takut. Takut jika Sinta akan kecewa padanya. Kecewa karena jika dia mengetahui kenyataan itu. Akankah Sinta masih seperti ini padanya?.
"Lebih baik Sinta tidak mengetahuinya dan semoga saja kejadian itu, tidak akan pernah terungkap sama sekali! Kenapa kakek ikut terlibat dengan masalah ini, kenapa?" Gumam Daffin tepat didalam hatinya.
Dia mulai menutup matanya dan berbisik ditelinga Sinta.
"Sayang, sudah larut malam. Ayo kita tidur?"
"Iya sayang, aku juga sangat lelah. Kamu terlalu mengerikan tadi, hhhmmm ... Jangan seperti itu lagi ya sayang," rengek Sinta. Dia bertingkah manja dan itu membuat Daffin membuka matanya kembali.
"Iya sayang, aku minta maaf ya! Lain kali tidak akan terjadi lagi, jadi mau tidur atau mau lanjut ke putaran ketiga?" Tanya Daffin, dia tertawa nakal untuk menggoda Sinta lagi.
Sinta langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Aku sudah lelah sayang, ayo kita tidur! Besok lagi saja ya, hehehehe …," ucap Sinta. Dia tertawa dan dia langsung menyembunyikan wajahnya didalam pelukan Daffin.
"Hahahhaha … baiklah! Ayo kita tidur, padahal aku masih menginginkannya," ucap Daffin. Dia tertawa sangat keras karena sangat senang jika Sinta terlihat kesal padanya.
"Ayo tidur! Jangan banyak bicara lagi sayang," ucap Sinta. Dia tertawa kecil dan berusaha menutup mulutnya agar suara tawanya tidak terdengar oleh Daffin.
"Oke ... Oke! Aku tidak bicara lagi, jadi? Kita benar-benar mau langsung tidur saja, tidak melakukan hal yang lain dulu?" Tanya Daffin, dia masih saja tertawa.
"Hhummm … tidak! Ayo kita tidur sayang, aku benar-benar sangat lelah. Kamu sebagai pria terlalu kuat jadi kamu tidak merasa lelah sama sekali, huh! Kamu sangat curang!" Umpat Sinta. Dia merasa kesakitan dan seluruh tubuhnya terasa sangat lemas.
Sedangkan Daffin, dia terlihat biasa-biasa saja. Tidak terlihat jika dia kelelahan sama sekali.
"Hahahaha … aku tidak curang sayang. Sudahlah! Kenapa kita terus membahas masalah ini, ayolah kita harus cepat tidur!" Ucap Daffin. Dia mengusap lembut rambut Sinta dan mengecup lembut puncak kepala Sinta. Sinta mencari posisi ternyamannya dalam pelukan Daffin. Setelah itu, dia langsung menutup matanya.
Daffin mematikan lampu kamarnya dan menyalakan lampu tidur saja.
Mereka pun mulai menutup matanya sambil berpelukan erat satu sama lainnya.