penghinaan (part 1)
penghinaan (part 1)
Sinta mengantar Daffin hingga pintu keluar.
Daffin mengecup kening Sinta dan memeluknya sebelum pergi.
"Sayang, aku berangkat kerja dulu. Jaga diri kamu dari kakek tua nakal itu," ucap Daffin sambil melirik kearah kakeknya yang sedang duduk santai diruang tamu sambil membaca koran dengan serius.
Sinta menahan tawanya dan mengangguk.
"Iya sayang, aku mengerti kok. Kamu hati-hati di jalan ya sayang!" Ucap Sinta sambil melambaikan tangannya dan Daffin pun masuk ke dalam mobilnya.
Membuka kaca mobilnya Daffin melambaikan tangannya dan sebenarnya dia tidak rela harus berpisah dengan Sinta. Namun karena dia harus pergi ke kantor jadi dia harus bersabar hingga sore nanti.
Mobil Daffin pun pergi meninggalkan rumahnya dan yang tertinggal hanya Sinta dan kakek Wijaya.
Sinta pun masuk dan mendekati kakek Wijaya.
"Kakek!"
Sinta pun duduk disebelah kakek Wijaya.
Kakek Wijaya menoleh dan tersenyum saat melihat Sinta.
"Ada apa Sinta sayang?" Ucap kakek Wijaya sambil tertawa. Dia hanya berani mengatakan itu jika tidak ada Daffin didekatnya. Jika ada, Daffin pasti akan mengambil Sinta dan tidak mengizinkannya untuk dekat dengannya.
"Kakek, aku mau pergi belanja ke pasar. Kakek mau ikut atau di rumah saja?" Ucap Sinta, dia menatap kakek Wijaya sambil tersenyum kepadanya.
Kakek Wijaya langsung bangun dari tempat duduknya. Dia pun langsung bersemangat karena bisa berjalan-jalan bersama Sinta.
Dia merasa sangat bosan berdiam diri didalam rumah atau berkumpul dengan teman-teman seusianya dan itu sangatlah membosankan untuknya.
"Ayo Sinta, kakek mau ikut dengan kamu. Tapi kita akan kemana?" Tanya kakek Wijaya yang masih belum mengerti arah dimana Sinta akan membawanya.
"Aku mau ke pasar tradisional tapi takutnya kakek tidak menyukainya karena disana pasti bau. Lebih baik kakek tidak usah ikut," ucap Sinta.
"Tidak! Kakek mau ikut dengan kamu Sinta. Kemanapun kamu pergi, aku akan mengikuti kamu," ucap kakek Wijaya yang sangat ngotot ingin ikut dengan Sinta.
Sinta menghela nafas panjang dan akhirnya mengangguk.
"Baiklah kakek, kakek boleh ikut tapi wajah kakek pasti akan dikenal beberapa orang. Bisakah kakek menyamar agar tidak terlihat oleh orang lain yang bisa mengenali kakek," ucap Sinta, dia tahu jika identitas kakek Wijaya tidaklah sederhana.
Kakek Wijaya pun mengangguk dan dia pun mengenakan kaca mata dan juga topi untuk mengubah penampilannya.
Setelah selesai. Kakek Wijaya menunjukkannya kearah Sinta.
"Bagaimana Sinta? Bagus kan? Apakah kakek masih bisa dikenali?" Ucap kakek Wijaya dan tubuhnya berputar-putar seperti anak kecil yang menunjukkan pakaian barunya.
Sinta menahan tawanya dan dia mengangguk lalu mengacungkan kedua jempolnya.
"Bagus kakek. Aku suka melihatnya."
Kakek Wijaya pun tersenyum cerah dan langsung meraih tangan Sinta.
"Ayo kita pergi sekarang, cucu manis dan yang paling cantik kesayangan kakek ini," ucap kakek Wijaya. Dia tertawa keras dan berjalan sambil menggenggam tangan Sinta hingga mereka masuk ke dalam mobil.
Sinta pun duduk bersama kakek Wijaya dan mereka mengobrol gembira, menceritakan semua yang kakek Wijaya ketahui tentang Daffin yang waktu kecil sangatlah lucu dan menggemaskan. Kakek Wijaya sangat antusias saat menceritakan semua tentang Daffin dan Sinta juga menjadi pendengar setia yang mau mendengar semua ocehan kakek Wijaya dan tidak mengeluh sama sekali.
Tidak lama kemudian.
Mereka pun sampai didepan pintu masuk pasar tradisional. Sinta menoleh kearah kakek Wijaya dan bertanya lagi.
"Kakek, kakek yakin mau masuk ke dalam?" Tanya Sinta, dia tahu tempat semacam apa didalam dan kakek Wijaya adalah pria kaya dan terhormat yang mungkin belum pernah menginjak pasar tradisional yang terlihat bau dan kotor.
Namun, kakek Wijaya pun langsung mengenakkan penyamarannya dan turun bersama Sinta.
"Kakek! Kakek yakin akan ikut denganku?" Tanya Sinta. Dia merasa sangat terkejut karena kakek Wijaya telah mengikutinya.
"Tentu saja! Berhenti bertanya, ayo kita pergi sekarang!" Ajak kakek Wijaya dan menarik tangan Sinta untuk masuk ke dalam pasar.
Mereka pun berbelanja dengan penuh gembira dan kakek Wijaya bisa merasakan jika jadi orang biasa sangatlah menyenangkan.
Setelah berkeliling dan mendapatkan banyak bahan makanan mereka pun kembali masuk ke dalam mobil.
Sinta membeli dua cup es dawet dan meminumnya berdua didalam mobil bersama kakek Wijaya.
Kakek Wijaya pun mencobanya dan rasanya sangat enak.
"Woahhhh … Sinta, ini sangat enak! Kamu kenapa tidak pernah mengatakan jika ada es seenak ini," ucap kakek Wijaya dan dia pun menyantapnya dengan cepat dan akhirnya habis terlebih dahulu.
Sinta menatap cup milik kakek Wijaya yang sudah kosong dan miliknya masih menyisakan setengah cup lagi.
"Kakek cepat sekali?" Tanya Sinta sambil melihat kearah kakek Wijaya.
Kakek Wijaya pun tertawa keras dan mengusap perutnya.
"Hahahaha … ini sangat enak Sinta, besok kita beli lagi ya! Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya ke kakek, jika ada minuman semacam ini," ucap kakek Wijaya dengan suasana hati luar biasa baik.
Sinta tersenyum dan menjawab, "nanti kita beli lagi besok ya kakek. Sekarang kita harus pulang. Karena aku mau memasak untuk makan siang kita," ucap Sinta sambil tersenyum dan kembali meminum habis es dawet yang tersisa di tangannya.
Mobil mereka pun melaju kencang menuju rumah Daffin. Namun Sinta meminta untuk berhenti di sebuah mini market. Ada barang yang dia lupa untuk membelinya.
Sinta pun turun dan kakek Wijaya masih saja ingin mengikutinya.
Sinta pun turun dan memegang tangan kakek Wijaya. Dia takut kakek Wijaya hilang karena menurut Sinta, jika orang tua hilang akan sulit menemukannya lagi.
"Kakek, tetap disamping aku dan jangan pergi kemana-mana ya!" Ucap Sinta, dia seperti berbicara dengan anak kecil.
Kakek Wijaya menahan tawanya. Dia belum setua dan juga belum pikun tapi Sinta memperlakukannya seperti pria tua yang sudah pikun.
Tapi kakek Wijaya merasa bahagia karena Sinta benar-benar menyayanginya dan begitu memikirkannya.
"Iya Sinta, kakek akan memegang tangan kamu dan kamu jangan meninggalkan kakek tua ini," ucap kakek Wijaya. Dia bergaya seperti pria tua yang sudah sakit-sakitan.
Sinta mengangguk dan menggenggam erat tangan kakek Wijaya dan membawanya untuk masuk. Sinta begitu berhati-hati saat menuntun kakek Wijaya.
Kakek Wijaya hanya bisa tersenyum dan tertawa didalam hatinya.
"Hahahhha … Sinta benar-benar menyayangi aku, jika Daffin melihat ini, dia pasti akan marah dan merajuk lagi seperti semalam," ucap kakek Wijaya didalam hatinya. Dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya agar Sinta tidak mencurigainya karena sedang tertawa.
Sinta dan kakek Wijaya pun masuk ke dalam minimarket itu dan saat mereka berada di pintu masuk Sinta pun menabrak seseorang.
Sinta hampir jatuh dan kakek Wijaya langsung menangkapnya.
"Sinta, kamu baik-baik saja kan nak?" Tanya kakek Wijaya dengan paniknya.
Sinta mengangguk dan berdiri lagi.
Wanita itu langsung terkejut saat mendengar nama Sinta. Dia pun mengangkat wajahnya dan terkejut saat melihat jika wanita didepannya adalah Sinta.