Perasaan
Perasaan
Sofyan bukan tidak tahu apa yang sering dilakukan anak sulungnya setiap malam, tapi Ia juga selalu mengawasi dengan mata kepalanya sendiri apa saja yang mereka berdua lakukan. Justru Sofyan sering tertawa sendiri kala melihat apa yang mereka lakukan.
Seperti malam ini misalnya, Sofyan sengaja memvideo apa yang dilakukan oleh Abdul dan Yola lalu mengirimkan video itu pada Danil dan Jelita.
Berbeda reaksi dengan Sofyan yang justru bahagia melihat kedekatan dan kebersamaan Abdul dengan Yola, Danil dan Jelita justru gelisah dan khawatir jika apa yang dilakukan mereka akan membawa mereka ke dalam sebuah hubungan yang sulit untuk diwujudkan.
"Bagaimana ini, Yah?" Tanya Jelita sambil duduk disamping Danil yang sedang melihat isi video itu.
Danil menarik nafas panjang lalu melepas kaca matanya dan meletakkannya di atas meja. "Terkadang apa yang kita ingin kan memang tak selaras dengan kenyataan yang terjadi, namun satu hal yang perlu kita ingat, sayang. Rencana Allah selalu yang terbaik untuk hambanya, jangan terlalu menghawatirkan tentang hal ini, kita doakan saja semua yang terbaik untuk kedua anak kita."
"Ya, Kamu benar, Yah. Tapi tetap saja aku merasa khawatir. Mereka masih terlalu kecil."
"Aku lebih kecil dari mereka ketika jatuh cinta padamu." Ujar Danil sambil tertawa kecil menatap wajah istrinya yang berubah kesal.
"Kamu ini, aku benaran khawatir lho ini."
"Yang bilang khawatir kamu Cuma bohongan itu siapa?"
Jelita terdiam, lalu kembali menonton video yang dikirimkan oleh Sofyan pada mereka.
Sementara Sofyan dan sang istri justru bahagia melihat kedekatan anak sulung mereka.
"Bah, bagaimana kalau mereka menjadi saling jatuh cinta, apa abah merestui mereka berdua?" Tanya Maisaroh istri dari Sofyan yang merupakan ibu kandung dari Abdul.
"Tentu aku setuju, aku yakin Yola bisa menjadi penyeimbang bagi Abdul lihat saja mereka berdua, saling bisa mengisi satu sama lain, bahkan mereka bisa saling membantu menghafal. Itu tidak mudah lho, Umi."
"Aku takut mereka jadi kebablasan."
"Mereka tidak hanya berdua, lihat dibalkon ada Jhonatan, Fahri dan Fatih lalu anak-anak yang lain juga ada disana. Lagi pula tidak ada yang menyadari jika Yola itu perempuan, dia selalu memakai jaket jamper, kerudungnya saja tak terlihat."
"Bagaimana kalau kita jodohkan saja mereka berdua, Bah."
Sofyan tersenyum lalu memeluk tubuh sang istri tersayangnya. "Itu yang sedang aku pikirkan, tapi mereka baru kelas satu SMU masih panjang perjalanan mereka."
"Tapi tak masalah jika kita menjodohkan mereka, biarlah hanya keluarga dekat saja yang mengetahuinya."
"baiklah kalau kamu mengijinkan aku akan menelfon Danil untuk membicarakan tentang hal ini."
"Terimakasih, Bah. Mas Ayub pasti bahagia kau mendidik Sofyan layaknya anakmu sendiri."
"Ayub adalah adik kandungku, tentunya anaknya juga anakku, maafkan aku jika aku belum bisa sebaik Ayub."
"Kau dan mas Ayub bukanlah satu orang walau kalian bersaudara, tentunya kalian berbeda. Awalnya dulu aku tak mampu membuka hatiku untukmu, apa lagi harus menerima mu sebagai suamiku, menggantikan adikmu sendiri, tapi seiring waktu kau selalu melakukan yang terbaik untukku dan Ayub, apa lagi saat dia lahir, kau begitu mengkhawatirkan aku dan Abdul."
"Itu wajar, kalian adalah nyawaku, Abdul adalah satu-satunya peninggalan adikku yang paling berharga, mana mungkin aku tak menyayanginya dan tak menjaganya. Aku akan melakukan apa saja asalkan dia bahagia. Begitu juga dengan kau, aku akan memberikan apapun untuk mu asal kau bahagia."
"Kau memang berbeda dari Mas Ayub tapi kalian berdua saling melengkapi satu sama lain."
"Ya, sekarang kita sudah mempunyai dua orang anak, Abdullah dan Anisatul Maulida. Itu sudah membuatku sangat bersyukur dan bahagia."
"Ya, biarkan rahasia ini hanya kita yang tahu, jika Abdul bukan anak kandungmu tapi anak kandung adikmu yang telah meninggal karena kecelakaan."
"Kita pernah membahas tentang hal ini dengan keluarga besar, dan kita sudah dalam keputusan final jika tak aka nada yang membuka rahasia itu lagi, lagi pula tak ada bedanya aku dan Ayub, Abdul dan aku tetap satu darah bukan?"
"Ya."
"Kapan Abah akan mengatakan hal ini pada danil dan Jelita?"
"Secepatnya dan tentunya aku juga akan mengajak Abdul untuk ikut serta."
"Apa yang kamu rencanakan?"
Sofyan menatap wajah istrinya lalu mencium bibir tipis dihadapannya dan membimbingnya ke dalam kamar mereka.
Di sisi lain Yola sedang duduk di atas atap gedung bersama Abdul, dan tentunya ada Jhonatan, Fahri dan Fatih yang menemani mereka.
"Yol, kamu mau tahu sesuatu?"
"Apa?" Tanya Yola pada Abdul tapi tak mengalihkan pandangannya dari buku yang Ia pegang.
"Kamu itu jodohku."
Sontak kata-kata itu membuat tiga bersaudara itu tertawa terbahak , "Kalau udah ngantuk lebih baik kamu tidur sana, dari pada nglantur." Ujar Yola sambil cekikian.
"Kau tak percaya?"
"Entahlah, mana aku mimikirkan hal itu, aku kesini ingin belajar mengaji dan meraih cita-cita bukan mikirin jodoh." Jawab Yola cuek.
SEdangkan Abdul terlihat kesal sambil menoleh pada ke tiga saudara Yola.
"Kalian tunggu saja, aku akan buktikan itu."
"Kami percaya." Ujar Jhonatan yang membuat Yola melotot tak percaya dengan apa yang di katakana oleh kakaknya itu.
"Jadi kalian setuju aku berjodoh dengannya?" Tanya Yola menatap satu persatu wajah sepupu dan kakaknya.
Lalu mereka mengangguk setuju.
"Alhamdulilah.." Ucap Abdull sambil mengusap wajahnya.
"Terserah kalian, aku mau tidur." Kata Yola dengan wajah terlihat kesal lalu melompat turun dan berlari diantara tembok-tembok pagar pembatas, lalu turun pas di balkon kamarnya.
"Kamu pasti habis menemui Abdul ya?" Tanya Anisa.
"Iya, kok tahu?"
"Kamu sudah sering melakukan hal itu kalau kamu lupa, Yola. Aku sudah hafal."
"Dan kau tak pernah melaporkan ku pada penguru."
"Itu yang harus kamu syukuri punya sahabat seperti diriku, kau mengerti?"
"Tentu saja, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik untukku."
"Sama-sama, ya udah ayuk kita tidur, besok pagi kita harusbangun pagi untuk sholat susbuh dan berangkat ke sekolah."
"Ya, kamu sangat dewasa walau beda umur kita satu tahun."
"Hanya satu tahun, itu bukan sebuah perbedaan."
"Ok, terserah kau saja."
"Maksudku dalam kedewasaan."
"Baik, aku sudah mengantuk, ayo tidur." Yola menutup tubuhnya dengan selimut lalu terlelap tidur di samping Anisa, yang sebenarnya adalah adik dari Abdullah, yang memang tidak mau tinggal di dalam rumahnya tapi Ia lebih suka tinggal di dalam asrama putrid bersama santri-santri yang lain.