aku, kamu, and sex

Menikahi mu (silahkan dibuka)



Menikahi mu (silahkan dibuka)

3Ramond yang berada di negara C, yang sedang disibukkan dengan aktifitas kuliah dana kantor sekaligus tiba-tiba merasakan nyeri di dada yang tak ada sebab sebelumnya. Ramond bukan laki-laki perokok, atau laki-laki yang suka minuman beralkohol.     

"Kamu kenapa, Kak?" Tanya Silvia yang sedang duduk di sebelahnya.     

"Ga ada apa-apa kok, kamu lanjutkan belajarnya nanti kita langsung ke rumah sakit kalau sudah selesai." Jawab Ramond.     

"Bukannya kita akan ke butik dulu baru ke rumah sakit kak?"     

"Kita langsung ke rumah sakit, nanti orang butik akan datang ke rumah setelah kita pulang menjenguk ayah kamu."     

"Ow, baiklah kalau begitu."     

Ramond berdiri ditepi jendela besar di ruang kantornya, Melirik sekilas pada Silvia yang sedang sibuk dengan buku-buku pelajaran sekolah. Ramond menarik nafas panjang lalu kembali mengalihkan matanya pada pemandangan kota. Ingatannya tertuju pada gadis kecil yang masih Ia sayangi walau kini Ia telah bertunangan dengan Silvia, bahkan ayah Silvia menginginkan agar mereka segera menikah, bukan tanpa alasan, tapi karena keadaan ayah Silvia yang semakin memburuk setiap harinya. Hal ini membuat khawatir ayah Silvia, maka Ia menginginkan percepatan pernikahan mereka.     

Silvia yang sangat menyayangi ayahnya tak dapat menolak kala ayah nya memintanya untuk segera menikah dengan Ramond, begitu juga dengan Ramond. Dia sudah berjanji untuk menjaga Silvia dan menikahinya.     

Selama hampir satu tahun Ramond dan Silvia berada di negara C, keduanya memang semakin bertambah dekat, tapi hati keduanya masih tertuju pada cinta pertama mereka berdua yang tak akan pernah terwujud sebagai cinta terakhir mereka.     

Tidak hanya Ramond, Silvia masih sering mengingat kenangannya bersama Jhonatan, walau Ia tahu Jhonatan tak mencintainya.     

"Tuan, mobilnya sudah siap." Suara asisten Ramond memudarkan lamunan mereka berdua.     

Ramond mengangguk lalu mendekati Silvia yang sedang merapikan buku-buku pelajaran.     

"Perlu bantuan?"     

"Tidak kak. INi sudah selesai kok."     

"Biar aku yang bawa." Ujar Ramond lalu mengambil tas ditangan Silvia lalu membawanya, satu tangannya yang lain mengandeng Silvia. Hal ini yang selalu membuat Silvia nyaman kala berada bersama Ramond. Apa yang dikatakan Jhonatan semuanya benar, Ramond adalah orang yang penyayang dan sangat menghargai perempuan.     

"Kak." Silvia menarik tangan Ramond agar laki-laki itu berhenti berjalan sejenak.     

"Hm."     

"Aku akan belajar menyayangi, kakak." Ujar Silvia sambil menatap wajah tampan Ramond.     

Ramond tersenyum lalu mengangguk, "Aku pun juga sama, akan belajar menyayangimu, dan mencintaimu."     

"Terimakasih, kak."     

"Sama-sama. Ayo kita jalan, nanti ayah kamu kelamaan nunggu kita."     

Silvia mengangguk, lalu mengeratkan tautan tangan mereka, sepanjang koridor kantor dari lantai atas hingga keluar lift lantai bawah, mata karyawan kantor tertuju pada mereka berdua. Yang perempuan adalah putrid satu-satunya bos mereka, yang satu lagi adalah calon menantu bos mereka yang kini telah mengambil kuasa atas perusahaan sang bos.     

"Aku ingin kau percaya padaku, Silvia. Aku akan membuat hidup kita bahagia." Ujar Ramond lalu membukakan pintu mobil untuk Silvia, Ramond sendiri segera masuk ke mobil duduk di belakang kemudi dan langsung tancap gas menuju ke rumah sakit tempat dimana ayah Silvia di rawat.     

"Bismillah Cintaku.." Ucap Silvia sambil menatap lembut Ramond.     

Ramond menoleh lalu tersenyum, "Bismilahirohamnirohim." Ramond menambah kecepatan mobilnya.     

"Teruslah berada bersamaku." Ucap Ramond lembut pada Silvia.     

"Kau yang jangan meninggalkan aku, aku tak akan mampu bila kau tak ada di sampingku. Aku tak punya siapapun kecuali dirimu dan nenek jika sesuatu terjadi pada ayah."     

"Trush me."     

Mobil yang Ramond kendarai telah memasuki lobby rumah sakit, setelah menyerahkan kunci mobil pada petugas parkir keduanya langsung masuk ke dalam rumah sakit, menuju lift yang tak jauh dari pintu masuk lalu berhenti di lantai di mana ayah Silvia di rawat.     

"Assalamualaikum, ayah." Sapa Silvia saat masuk ke dalam ruangan rawat sang ayah yang keadaannya semakin lemah.     

"Waalaikumsalam, sayang." Jawab ayah Silvia.     

"Om dan tante juga disini rupanya, apa kabar Om, tante." Sapa Silvia pada Matt dan Molly yang ternyata sudah berada di ruangan itu.     

"Apa kabar Sayang?" Tanya Molly pada Silvia.     

"Alhamdulilah tante, Cintia tidak ikut kesini tante?" Silvia balik bertanya pada Molly.     

"Cintia ada les piano di rumah, jadi dia tidak bisa ikut."     

Sementara Matt mengajak Ramond keluar dari kamar rawat ayah Silvia.     

"Ada apa, Pah?"     

Matt terdiam sesaat pandangannya tertuju pada padatnya aktifitas kota yang terlihat dari balik dinding kaca rumah sakit.     

"Tadi, papa berbicara pada dokter yang merawat ayahnya Silvia." Terlihat helaan panjang dari Matt, Ramond sudah menduga pasti ada hal buruk yang terjadi pada ayah Silvia.     

"Lalu, apa yang dikatakan dokter, Pah?"     

Matt mengeleng, "Tidak ada harapan lagi untuk dia bertahan, kondisinya semakin menurun, Nenek Amanda sedang dalam perjalanan."     

"Lalu?"     

"Papa minta maaf Ramond, papa merampas kebahagiaanmu, papa tahu kamu mencintai Yola selama ini bukan?"     

Ramond mendongak menatap papanya yang kini menoleh menatapnya.     

"Papa tidak sengaja menemukan foto kalian berdua, dank au menuliskan sesuatu di balik foto itu__ Maafkan papa Ramond."     

"Tidak apa-apa, Pah. Aku sudah bisa menerima Silvia, begitupun juga dia walau umurnya masih sangat muda, tapi dia telah bisa menerima diriku, dan juga perjodohan ini."     

"Dia sahabat papa, yang rela mati untuk papa. Maaf kan papa Ramond."     

"Pa, sampai berapa kali papa mau minta maaf terus pada Ramond, sudahlah pah yang penting sekarang Ramond dan Silvia sudah siap untuk menikah."     

Matt memeluk tubuh anak laki-laki satu-satunya dengan air mata yang berlinang.     

"Terimakasih, Ramond."     

Ramond mengangguk di bahu papanya.     

"Sepertinya tidak ada waktu untuk mengundur pernikahan justru harus segera dilaksanakan, papa takut ayah Silvia tak mampu lagi bertahan dengan penyakitnya."     

"Baiklah, Pa. aku akan menyuruh asistenku untuk segera mengurus pernikahan kami."     

"Ya, saat nenek Amanda tiba disini, kita langsung akadnya, resepsinya bisa menyusul sesuai rencana kalian."     

"Ya, baiklah pah, Ramond telpon Aughar dulu."     

Matt meninggalkan Ramond yang hendak menelpon asistennya. Selepas kepergian Matt ke kamar rawat Ayah Silvia, Ramond lalu mengambil ponselnya dan menelpon asistennya, Aughar.     

"Hallo, Aughar… Pernikahan ku akan dipercepat, tolong siapkan segalanya, nanti malam akad nikah harus dilangsungkan."     

"Baiklah, Tuan. Saya akan mempersiapkan segalanya dan segera kerumah sakit jika semua sudah selesai." Balas Aughar dari sebrang telfon.     

Ramond menutup panggilannya, lalu membuka galeri ponselnya, satu persatu Ramond menghapus foto-foto Yola yang selama ini Ia pakai sebagai pengobat rindu.     

"Yola, semoga kau mendapatkan laki-laki yang lebih mencintaimu dari pada aku, dan tak pengecut sepertiku, yang tak berani mengungkapkan perasaannya sendiri. Maafkan aku Yola, maafkan aku."     

Ramond memasukkan ponselnya kedalam saku celana, lalu berbalik hendak masuk ke dalam kamar rawat ayah Silvia namun Ia terpaku saat melihat Silvia yang sudah berdiri tepat dibelakangnya.     

"Selama ini Yola gadis yang kamu cintai." Ucap Silvia pelan.     

Ramond hanya diam tak menjawab apa yang dikatakan oleh Silvia, lalu terdengar isakan dari Silvia yang sudah menutup wajahnya dengan kedua tangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.