aku, kamu, and sex

Terimakasih Cinta



Terimakasih Cinta

1Silvia duduk termenung di balkon kamarnya, setelah selesai acara pengajian untuk mengirimkan doa bagi sang ayah. Di dadanya ada foto sang ayah dan Ibunya yang Ia peluk erat sambil bersandar di ayunan.     

Ramond masuk perlahan ke dalam kamar Silvia yang tidak terkunci, dengan membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk dan segelas air putih.     

Sejujurnya ini kali pertama Ramond masuk ke dalam kamar Silvia, agak cangung memang tapi bagaimanapun kini Silvia adalah tangung jawabnya, dunia dan akhiratnya.     

Mata tajam Ramond menelusuri setiap isi ruangan tersebut, mencari sosok yang membuatnya khawatir karena belum sesuapun nasi masuk ke dalam perutnya sejak siang tadi.     

Kaki jenjang Ramond melangkah menuju balkon setelah melihat Silvia sedang bersandar di dalam ayunan yang berbentuk bulatan.     

"Silvia." Panggil Ramond pelan karena takut mengagetkan Silvia yang ternyata sedang melamun.     

Silvia menoleh pada Ramond yang kini mulai bergabung dengannya duduk di dalam ayunan setelah meletakkan makanan dan minuman yang Ia bawa ke atas meja.     

Silvia bersandar di bahu Ramond, walau tanpa berucap Ramond dapat memahami apa yang di rasakan oleh Silvia, karena dia juga pernah mengalami hal yang sama, ditinggalkan oleh orang tuanya. Arlita dan ayah tirinya Arka.     

"Kau mau tahu sesuatu dariku?"     

"Apa?"     

"Aku pernah berada di posisimu saat ini."     

"Kedua orang tuamu masih lengkap, ditambah kau punya keluarga angkat yang sangat menyayangimu."     

"Mama Molly bukan mama kandungku."     

Silvia mendongak menatap wajah laki-laki yang tadi siang telah sah menjadi suaminya.     

"Lalu?"     

"Mommy kandungku meninggal saat bertugas di negara ini bersama ayah tiriku. Mereka meninggal bersama-sama, padahal mereka belum lama menikah. Waktu itu usiaku sekitar lima tahunan."     

Silvia masih menatap Ramond dengan lekat, lalu Ramond membalas tatapan Silvia dengan lembut.     

"Aku tidak tahu tentang itu, maafkan aku."     

"Perlahan kau akan tahu semua tentangku, begitu juga dengan aku akan tahu tentang mu, jika kau mengijinkan."     

"Tentu saja, hanya kakak dan nenek saat ini yang aku punya."     

"Kamu salah, tidak hanya aku dan nenek yang kamu punya, tapi juga ada mama Molly dan Papa Matt, juga keluarga angkatku juga, mereka semua menyayangimu."     

Silvia menangis sambil memeluk Ramond, dalam hatinya dia bersyukur mempunyai seseorang seperti Ramond, yang ada untuknya saat dia membutuhkan.     

"Sekarang kamu harus makan dulu, aku ga mau kalau kamu sakit."     

"Aku belum ingin makan kak."     

"Tapi kamu harus makan, sedari siang kamu belum makan."     

Silvia mengeleng, "Aku suapi." Tanpa menunggu jawaban dari Silvia, Ramond bangkit mengambil sepiring nasi yang ia letakkan di meja samping ayunan. Lalu kembali duduk di samping Silvia.     

"Buka mulutmu." Ucap Ramond tegas.     

"Kak."     

"Aku sudah berjanji untuk menjagamu, maka biarkan aku menepati janjiku." Ramond menatap lembut pada Silvia, akhirnya Silvia luluh lalu membuka mulutnya.     

"Nah, gitu dong."     

Ramond tersenyum senang lalu dengan penuh semangat kembali menyuapi istrinya kecilnya.     

"Udah sholat Isya belum?"     

"Sudah kak, tadi habis selesai pengajian aku langsung sholat karena sudah masuk waktu isya."     

"Ya sudah, aku ke bawah dulu antar piring dan gelas ke dapur, kamu ga apa-apa sendirian?"     

"Kakak balik lagi kesini kan?"     

Ramond menatap Silvia lekat, lalu mengacak rambut Silvia gemas.     

"Ya, nanti aku akan kemari lagi."     

Silvia tersenyum senang, lalu Ramond beranjak dan keluar dari kamar Silvia, dilantai bawah ada nenek dan juga Molly, Matt dan Scoot yang menunggu Ramond.     

"Bagaimana? Silvia mau makan?" Tanya Nenek Amanda pada Ramond.     

"Mau, nek. Nenek jangan khawatir aku akan menjaga Silvia dengan baik."     

Nenek Amanda tersenyum lembut, lalu Ramond pergi ke dapur untuk menaruh piring dan gelas bekas Silvia gunakan untuk makan. Setelah itu Ia kembali menemui keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tengah.     

"Papa dan mama menginap disini kan?" Tanya Ramond pada Matt dan Molly.     

"Sebaiknya kalian menginap disini, menemani nenek dan Silvia." Ujar Nyonya Amanda.     

"Kan ada Ramond, nek." Ujar Molly.     

"Walau demikian, rasanya sepi disini. Aku kasian pada Silvia." Jawab Nyonya Amanda.     

"Nenek jangan khawatir, kami bertiga akan menginap disini." Tandas Scoot yang membuat Matt dan Molly ikut mengangguk setuju.     

"Alhamdulilah, baguslah kalau begitu, kalian bisa memilih kamar sendiri, di lantai atas ada dua kamar kosong, dan dibawah ada dua kamar kosong salah satunya kamar ayah Silvia."     

"Aku dan Molly akan tidur di lantai bawah, biar Scoot yang dilantai atas." Ujar Matt.     

"Ramond, walau sekarang kamu adalah suami silvia, tapi papa harap kamu bisa menahan diri untuk tidak menyentuhnya, kasian dia masih terlalu kecil kalau dia hamil." Lanjut Matt.     

"Kalian bahkan bisa menggunakan alat kontrasepsi. Jangan dengarkan ayahmu." Canda Scoot yang mendapatkan pelototan dari Molly dan Matt.     

"Ok…Ok… aku hanya bercanda, aku setuju dengan papa mu." Ujar Scoot pada akhirnya.     

"Buat anak yang banyak, agar kalian tidak kesepian seperti nenek." Ujar Nyonya Amanda.     

"Nenek tak kan kesepian, jika nenek mau tinggal bersama kami disini." Ujar Ramond pada Nyonya Amanda.     

Nyonya Amanda mengeleng, "Nenek lebih suka tinggal dinegera nenek, agar bisa sering menjenguk makan kakeknya Silvia." Ujar Nenek Amanda terlihat dengan jelas guratan kesedihan muncul di wajah rentanya.     

"Baiklah, terserah nenek, aku dan Silvia akan sering mengunjungi nenek disana."     

"Kamu akan melanjutkan s2 kamu disana bukan?" Tanya nenek Amanda.     

"Rencananya seperti itu, tapi lihat nanati saja nek, sepertinya pekerjaanku bertambah banyak disini, jadi aku harus mempertimbangkan kembali rencana itu."     

Nenek Amanda mengagguk-anggukkan kepala, dia tahu betul siapa Ramond dan bagaimana wataknya, maka dia tak keberatan sama sekali saat mendiang anak laki-lakinya menelfonnya hendak menjodohkan Silvia dengan Ramond.     

"Aku pamit dulu, tadi Silvia minta untuk di temani." Ucap Ramond pada keluarganya.     

"Papa melarangmu menyentuhnya bukan berarti papa melarangmu tidur satu kamar bersama dia, Ramond." Ujar Matt.     

"Aku tahu, Pa."     

"Ya sudah, sana temani Silvia saat ini yang dia b utuhkan hanya kamu." Tutur Matt.     

Ramond mengangguk lalu kembali berjalan menelusuri anak tangga menuju ke kamar Silvia. Sampai di kamar Silvia ternyata Silvia belum juga beranjak dari ayunan, dia masih betah duduk disana sambil menatap foto kedua orang tuanya.     

"Silvia." Panggil Ramond. Lalu Silvia menoleh pelan.     

"Kamu belum mengantuk? Ini sudah cukup larut."     

"Belum kak. Apa kakak sudah mengantuk?"     

Ramond mengeleng.     

"Tapi malam semakin larut udara malam tak bagus untuk kesehatanmu, ayo kita masuk." Ajak Ramond.     

Silvia tak membantah, namun saat akan naik ke atas ranjang, Silvia menghentikan gerakannya lalau berdiri menghadap pada Ramond.     

"Kakak tidur disini juga kan?"     

"Boleh?"     

Silvia mengangguk, lalu Ia naik ke atas ranjang yang berukuran besar itu. Disusul oleh Ramond yang rebah di samping Silvia.     

Ramond memberanikan diri memeluk Silvia, "Selamat Silvia, tidur lah, aku akan menjagamu disini."     

Silvia menoleh pada Ramond yang juga sedang menatapnya. "Terimakasih kak."     

Silvia memiringkan tubuhnya menghadap Ramond mencari posisi yang nyaman untuk dia tidur berbantal lengan Ramond.     

"Selamat malam, kaka."     

"Hm.. tidurlah."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.