Sembuhlah Permaisuriku.
Sembuhlah Permaisuriku.
Fatih duduk di emperan kantin setelah kembali dari kantor pondok pesantren karena mendapatkan telepon dari orang tuanya.
Sambil bertopang dagu, tatapannya menatap jalanan setapak yang sedang dilalui oleh santri yang hilir mudik hendak mencari makanan atau minuman di kantin.
Dari kejauhan Fahri dapat melihat kegalauan yang sedang melanda saudaranya ini, dengan langkah malas Fahri yang tidak tega melihat saudaranya termenung seorang diri, lalu menghampiri Fatih yang duduk lesu di emperan.
"Kamu kenapa duduk disini? Pakai acara manyun-manyun lagi." Fatih menoleh pada Fahri yang baru saja datang lalu duduk disampingnya.
"Adikku perempuan." Jawab Fatih singkat, tanpa menatap Fahri.
"Alhamdulilah, jadi adik kamu udah lahir?"
"Ga usah keras-keras ngomongnya."
"Kenapa? Kamu malu kalau kamu punya adik lagi?"
Fahri mengelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap Fatih yang seolah tak mau menerima kehadiran adiknya.
"Aku kan udah gede segini, masak punya adik lagi sih?" Kata Fatih kesal.
"Lha memangnya kenapa kalau kamu punya adik lagi? Ada yang salah? Kalau kamu sudah besar gini emang ga boleh punya adik lagi? Mama kamu masih muda, wajarlah kalau kamu punya adikl lagi. Lagian nih ya, kamu kan di rumah jadi seneng punya temen, ga kayak aku, mesti keruamh kamu atau ke rumah Jhonatan baru punya temen."
"Ya kamu juga minta adiklah sana, sama ayah dan Ibu kamu."
"Kalau bisa, Ibuku kan udah ga bisa punya adik lagi."
"Kenapa?"
"Karena ada masalah dirahimnya, jadi dari pada membahayakan ibuku, ayahku memilih untuk tidak mempunyai anak lagi. Jadilah aku anak tunggal."
"ya udah kalau begitu, kamu kalau udah nikah nanti, punya anak yang banyak, biar ramai rumah kamu."
"Amiin."
Fatih menoleh pada Fahri.
"Kamu serius, pingin punya anak banyak." Tanya Fatih sambil melongo menatap Fahri.
"Lah, kata-kata kamu barusan kan sama aja doa, ya udah aku aminin aja siapa tahu diijabah sama Allah."
Fatih mendengus, "Jhonatan kemana? Perasaan dari pagi ga kelihatan dia." Kata Fatih berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.
"Nemenin Yola, katanya Yola sakit."
"Yola sakit? serius?"
"He'em."
"Ya udah ayok kita jenguk."
"Kalau boleh, yang boleh kesana Cuma Jhonatan."
"Kita kan juga saudaranya."
"Iya, tapi hari ini kita ada pemeriksaan kitab, kamu udah lengkap belum catatannya?"
"Udah dong."
"Ya udah ayo… kita ke kelas, sekalian bawain punya Jhonatan, dia kan ga bisa masuk, hanya saja tadi Pak Husein nyuruh aku bawain kitab-kitab milik Jhonatan untuk di periksa."
"Ya udah ayok… Eh! Tunggu! Berarti sebentar lagi kita liburan dong."
"Iya, kenapa?"
"Aku ga mau pulang ah.."
"Ya udah kalau ga mau pulang, lagian siapa juga yang mau pulang, kita kan udah sepakat kalau kita ga akan pulang sebelum kita lulus Aliyah."
"Iya, ya… baguslah… malas juga aku pulang."
"gara-gara adikmu lagi?"
Fatih kembali mendengus lalu berjalan begitu saja mendahului Fahri. Fahri mengendikan bahunya lalu menyusul saudaranya itu.
Sementara diruangan kesehatan, Yola tergolek lemah dengan jarum infuse menancap di pergelangan tangannya. Jhonatan duduk di kursi samping ranjang Yola dengan tatapan mata lembut menatap wajah adiknya yang Nampak tersiksa.
"Assalamualaikum." Sapa Abdul dengan berbisik karena takut mengagetkan Yola yang sedang tertidur pulas.
"Waalaikumsalam." Jawab Jhonatan.
"Abdul, ngapain kamu kesini? Nanti kalau kena marah gimana?"
"Ga akan, aku kesini bawain ini kok."
"apaan ini?"
"Ini dari Ayah dan Ibumu untuk kalian berdua."
"Mereka kesini?"
"Tidak, aku yang ke rumahmu."
"Ha! Ngapain? Bagaimana kabar ayah bundaku?"
"Alhamdulilah sepertinya baik-baik saja, hanya merindukan kalian berdua."
"Oh, terus kamu ngapain ke rumahku?"
"Aku nemenin Abah."
"Oh."
"Kamu ga Tanya aku nemenin Abahku ngapain?"
"Emangnya ngapain?"
"Melamar Yola."
"HA! Kamu serius?"
"Iya, lalu diterima sama ayah?"
Abdul mengangguk, "Tapi kamu jangan bilang sama Yola, Ya. Aku takut dia kaget."
"Ya, Ok."
"Yola sakit apa?"
"Sepertinya dia hanya Shok, saat dikasih tahu, kakak angkat kami menikah dengan sahabat kami."
"Kenapa Yola Shok, harusnya kan dia bahagia."
"Yola sangat menyayangi kakak, pantaslah dia shok dan sedih karena ga bisa datang ke acara pernikahan mereka."
Jhonatan tidak mau memberi tahu yang sebenarnya terjadi jika Yola dan Kakak angkatnya memiliki perasaan yang lebih satu sama lain. Lagipula itu sudah tak penting sekarang karena Yola telah dilamar oleh Abdul sedangkan Ramond sudah menikah dengan Silvia.
"Kamu ada pemeriksaan kitab kan sekarang?" Tanya Abdul pada Jhonatan.
"Ya, tapi aku tak mungkin meningalkan Yola."
"Biar aku yang menjaganya."
"Tapi?"
"Sudah tidak apa-apa, kamu jangan khawatir semua akan baik-baik saja."
"Bagaimana kalau kamu kena masalah?"
"Tidak akan."
"Baiklah, aku titip adikku dulu, nanti aku akan kembali lagi setelah pemeriksaan kitab selesai."
"Baiklah. "
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Jhonatan keluar ruangan tempat dimana Yola di rawat di unit kesehatan Pondok pesantren, setelah memastikan Jhonatan benar-benar telah pergi, Abdul lalu duduk disamping Yola. Lalu memegang keningnya pelan.
Setelah itu Abdul memanjatkan doa untuk perempuan yang telah dinikahinya beberapa hari yang lalu.
"Semoga Allah mengangkat penyakitmu, dan memberimu kesembuhan, wahai permaisuriku." Bisik Abdul tepat di depan wajah Yola, lalu kembali membacakan doa di ubun-ubun perempuan yang selalu mengajaknya beradu argument, tapi selalu mendukungnya dalam berbagai hal.
Setelah selesai melakukan ritual doanya, Abdul memberi kode pada Anisa yang tak lain adalah adik kandung Abdul untuk menjaga Yola. Karena tak seorang pun tahu jika Yola dan dirinya telah menikah kecuali keluarga intinya.
"Jaga kakak iparmu dengan baik. Ok adik kecil." Ucap Abdul pada Anisa yang mencibir karena dipanggil adik kecil.
"Iya, kakak."
"Kamu memang adikku yang paling manis, kakak pergi dulu ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Abdul langsung pergi ke luar ruangan setelah mengecup kening Yola dan Juga Anisa secara bergantian.
"Semoga kalian berdua akan bahagia selamanya kakakku tersayang." Gumam Anisa sambil tersenyum. Lalu duduk di kursi yang tadi di gunakan oleh Jhonatan.
Beberapa saat kemudian, Yola perlahan membuka matanya, samar-samar Ia melihat gadis berjilbab putih yang sedang tersenyum menatapnya.
"Anisa."
"Hai, sudah bangun, perlu aku panggilkan dokter?"
"Ga usah, aku udah ga apa-apa kok." Ucap Yola lalu berusaha duduk bersandar di kepala ranjang dibantu oleh Anisa.
"Perasaan tadi aku denger suara laki-laki deh, tapi siapa ya?"
"Mungkin suara kakak kamu, Jhonatan. Ternyata kamu adiknya ya.."
"Hm."
"Kok ga bilang sih, jahat!" Kata Anisa pura-pura kesal.
"Tadi Jhonatan kesini?"
"Iya, pengurus yang memberi tahu, tapi dia harus madrasah karena ada pemeriksaan kitab, jadi aku gentian yang jagain kamu."
"Oh, kita udah pemeriksaan kitab ya semalam?"
"Iya, terus kamu terima telpon dan tak lama kamu pingsan."
"Iya, aku terlalu kaget saat tahu kakak ku sudah menikah dengan sahabatku, lagi pula dari kemarin memang aku kurang enak badan."
"KOk bisa? Padahal kamu beberapa hari ini tak pernah keluar malam. Tumben."
"Itu karena si pemaksa yang bernama Abdul itu hilang entah kemana?"
"Terus kamu sakit, kangen kali kamu sama dia." Goda anisa.
"Haduh… kamu ini paling pinter godain orang."
Keduanya tertawa lebar, tanpa mereka ketahui jika orang yang Yola maksud ada diruangan sebelah sedang mendengarkan apa yang mereka bicarakan.