aku, kamu, and sex

Karena kau milikku



Karena kau milikku

3Malam harinya, Abdul telah selesai dengan aktivitas rutinnya, mengajari ngaji adik kelasnya dan menghafal hafalan yang diberikan oleh Abahnya.     

Saat keadaan mulai sepi, Abdul menyusup masuk ke dalam ruangan klinik kesehatan pondok pesantren dimana Yola sedang di rawat disana karena kondisinya yang menurun.     

Tiba didepan ruangan Yola, Abdul tak langsung masuk namun dia mengintip melalui celah korden yang sedikit terbuka. Terlihat dengan jelas Yola sedang duduk bersandar kepala ranjang sambil membaca kitab hafalan.     

"Assalamualaikum." Sapa Abdul lalu tersenyum manis.     

"Waalaikumsalam. Ngapain kamu kesini, nanti kita ketahuan ditakzirlah kita." Ujar Yola sambil berbisik.     

"Tidak akan."     

"Sok tahu kamu."     

Abdul terkekeh lalu mengangkat tangan kanannya yang membawa sebuah bungkusan berukuran sedang.     

"Apaan tuh?"     

"Sesuatu yang akan membuat kamu senang."     

"Dari baunya aku tahu, pasti kamu bawa martabak."     

"Dasar hidung kucing, kalau makanana aja langsung tahu kamu."     

"Ih sembarangan ngatain hidung aku ini hidung kucing." Ucap Yola sambil memegang hidungnya.     

Abdul kembali terkekeh, terlihat wajah tampan yang penuh karisma itu dengan jelas, biasanya Yola hanya dapat menatap wajah itu dengan cahaya bulan yang remang-remang.     

"Kamu ga takut kena hukuman?"     

"Enggak, paling hukumannya dinikahin sama kamu." Jawab Abdul enteng.     

"Enak di kamu ga enak di aku." Jawab Yola lalu memakan martabak telur yang dibawa oleh Abdul untuknya.     

"Kenapa? Aku ganteng baik, pinter, kurang apa coba?"     

"Kamu harusnya berjodoh dengan anak kyai bukan sama aku."     

"Apa yang salah jika aku menikah denganmu?"     

"ya, biasanya putra kyai itu akan menikah dengan putrid kyai."     

"Kata siapa? Memang ada peraturan seperti itu?"     

"Ya ada kali. Nyatanya memang begitu kan?"     

"Kamu ga kehilangan kalau aku dinikahkan sama anak kyai?"     

"Enggak."     

"kenapa?"     

"Ga ada hak untuk aku merasa kehilangan."     

"sekarang aku berikan hak itu sama kamu, kamu berhak mengatur hidupku, kamu berhak marah padaku jika aku dekat dengan wanita lain, kamu berhak marah padaku jika aku terlambat ,menemuimu, kamu berhak marah padaku jika aku___" Abdul menghentikan ucapannya karena menyadari jika sedari tadi Yola menatapnya tanpa berkedip.     

"Kenapa kau memberikan hak terlalu banyak padaku, aku pusing dengernya." Kata Yola sambil mengaruk kepalanya yang tertutup jilbab.     

Abdul terkekeh, "Aku kira kau akan terharu atau apalah karena aky berikan hak itu sama kamu, ternyata aku salah. Dasar kamu Yol."     

"Nanti kalau aku menggunakan semua hak itu kamu bingung lagi."     

"Ga akan, aku justru senang, nih makan lagi." Abdul menyodorkan satu potong martabak lagi ke mulut Yola. Namun baru saja Yola akan mengambil martabak dari tangan Abdul, sang pemberi martabak itu langsung mencekal tangan Yola.     

"Berikan aku hak untuk menyuapimu, kau sudah ku berikan banyak hak, dan aku baru minta satu."     

"Ternyata ada maunya." Kata Yola lalu membuka mulutnya lebar, dan Abdul segera menyuapkan martabak yang Ia pegang ke mulut Yola.     

"Nah, gitu dong, semoga kamu lekas sembuh dan bisa kembali beraktifitas lgi, termasuk menemaniku menghafal diatas genteng." Ucap Abdul lalu tersenyum kecil.     

"Amiin. Ngomong-ngomong beberapa hari yang lalu kamu pergi kemana?"     

"Aku ikut Abah keluar kota."     

"Ow.."     

"Kamu kangen ya, sampai sakit gini."     

"Ih PD nya kamu."     

Abdul tertawa lebar, "Aku ada sesuatu buat kamu, tapi kamu ga boleh nolak, karena aku beli barang itu dengan jerih payahku sendiri, bukan dibelikan Abah atau Umi."     

"Apa itu?"     

Abdul mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru lalu membukanya, dan menyodorkannya pada Yola.     

"Cincin." Yola menatap Abdul dengan dahi berkerut.     

"Ya, aku sudah bilang padamu, kamu itu jodohku, dank au hanya akan menjadi milikku, aku tidak main-main tentang itu." Ucap Abdul dengan serius yang membuat Yola bertambah bingung mau menjawab apa.     

"Ini artinya apa?" Tanya Yola yang ikut berbicara dengan nada serius.     

"Kau milikku."     

"Kamu bercanda."     

"Aku serius."     

"Kita masih kecil."     

"Bukan kecil, tapi muda."     

"Apa bedanya?"     

"Kecil itu balita, muda itu kita."     

Yola tersenyum, lalu hendak mengambil cincin itu, namun lagi-lagi dihentikan oleh Abdul.     

"Biar aku yang pakaikan." Ucap Abdul lalu mengambil cincin itu dari tempatnya dan memegang tangan Yola dengan lembut.     

"Bismilahirrohmanirrohim." Selesai mengucapkan kalimat basmalah Abdul langsung memakaikan cincin itu dijari manis Yola.     

"Kalau ada yang lihat, kayaknya hukuman kita bakalan berlipat-lipat deh.." Ucap Yola yang membuat Abdul kembali terkekeh. Sungguh perempuannya ini selalu mengacaukan suasana yang sudah sengaja Ia bangun agar romantic tapi hancur seketika dengan kata-kata konyol dari Yola.     

"Kenapa kamu malah tersenyum? Aku benerkan?"     

"Iya, kita bakalan dinikahin, aku malah akan bilang kita sudah ngapa-ngapain disini." Abdul lalu tertawa terbahak setelah mengatakan kalimat terakhir.     

"Kamu ini benar-benar ya. Udah selesaikan urusannya, sekarang kamu pergi sana."Usir Yola.     

"Kamu tenang saja, aku sudah mengganti pengurus putrid dengan pengurus putra yang menjaga klinik ini, hanya ada Anis di ruangan sebelahmu sedang tidur."     

"Jangan mentang-mentang kau anak pemilik p[esantren ini, jadi kau semaunya sendiri."     

"Bukan begitu, besok aku harus pergi keluar kota untuk beberapa hari aku tak mau kamu rindu padaku."     

"Kamu tenang saja, aku tak kan pernah rindu sama kamu."     

"Yang bener, padahal aku inginnya kamu rindu sama aku lho."     

"In Your dream."     

"Tapi kamu nerima cincin dari aku."     

"Itu karena tadi kamu bilang, agar aku tidak menolak pemberian apapun dari kamu."     

"Oh iya…" Abdul mengaruk tengkuknya yang tak gatal.     

'Saat ini mungkin kau tak akan merindukanku, tapi suatu saat kau bahkan tak akan bisa hidup tanpa ku. Aku mencintaimu, Yolanda Mahendra.' Batin Abdul.     

"Eh! Kok malah bengong sih."     

"Maaf…maaf…"     

"Kau memang mau pergi kemana?"     

"Aku ada undangan pengajian di beberapa tempat dan juga harus mewakili Abah dalam perjlanan bisnis."     

"Jadi kamu ikut bekerja dikantor Abah?"     

Abdul mengangguk, "Ya, dengan hasil aku bekerja dikantor Abahlah aku membeli cincin itu."     

"Aku salut padamu."     

"Harus. Karena laki-laki ini yang akan selalu berjuang untukmu, berjuang untuk membahagiakanmu dunia sampai akhirat."     

"Aku tahu kau sedang tidak bercanda."     

"Tidak, kali ini aku bercanda."     

"Tapi aku ingin kau sungguh-sungguh." Yola menatap penuh wajah Abdul tanpa berkedip sedikitpun.     

"DOR!! Jangan menatapku seperti itu, aku tak mau kamu rindu padaku."     

"Biarkan saja, asal membawamu kembali."     

"Yola jangan bercanda."     

Yola lalu tertawa terbahak melihat wajah Abdul yang sudah merah semerah tomat.     

"Emang enak di kerjain."     

"Kamu seneng ngerjain aku?"     

'Aku tidak mengerjai mu Abdul, tapi hatiku berkata kau memang takdirku, walau belum ada perasaan apapun terhadapmu.'     

"Nah kan sekarang malah kamu yang melamun."     

"Siapa juga yang melamun, aku sudah mengantuk. Sudah sana kamu pergi dari sini."     

"Tidurlah, aku akan pergi jika kamu sudah tidur."     

"Jika tidak mau."     

"Aku akan memaksamu, atau aku tak akan pernah keluar dari ruanagn ini kecuali bersamamu."     

"Ya Allah, manusia pemaksa."     

"Itu aku."     

"Baguslah kamu ngaku." Abdul tersenyum kecil. Yolanda segera mencari posisi enak untuk dia tidur.     

"Jangan lupa berdua."     

"Hm."     

Yola menutup matanya lalu berusaha untuk terlelap, Abdul masih setia duduk sambil menatap wajahcantik di depannya dengan tatapan sayang. Dikiranya Yola sudah terlelap Abdul lalu bangkit ingin meninggalkan Yola, namun sebelum itu Ia berkata;     

"Aku menyayangimu, Yolanda." Ucap Abdul lalu mengecup jemari Yolanda.     

Tepat saat Abdul membalikkan tubuhnya hendak melangkah ke pintu, Yolanda ber ucap; "Aku tahu itu, Abdul." Kata Yola dengan mata terpejam.     

Abdul tersenyum lalu keluar dari ruangan Yola, dan menyuruh Anisa untuk menjaga Yola untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.