Ketika bersama Bunda
Ketika bersama Bunda
Lala merogoh saku roknya, lalu mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar.
"Assalamualaikum, Bunda." Kata Lala setelah Ia mengeser tombol berwarna hijau pada ponselnya.
"Waalaikumsalam, sayang." Jawab Jelita di seberang telepon.
"Ada apa bunda?" Tanya Lala pada Jelita.
"Kamu sore nanti ada kegiatan ga sayang?"
"Ga ada, bunda."
"Ya udah kalau gitu, nanti bunda jemput kita ke rumah Fatih sama-sama ya, kita nengokin adik bayinya Fatih."
"Ya Bunda. Jam berapa nanti sore?"
"Jam empat ya, nanti bunda jemput."
"Baik Bunda."
"Ya udah kamu sudah pulang?"
"Ini lagi di jalan."
"Kamu jalan kaki lagi?"
"Iya bunda." Lala tersenyum.
"Kamu itu ya, La. Udah sering bunda bilang, kamu naik motor aja atau naik sepeda jangan jalan kaki, kan udah bunda belikan motor."
"Ya maaf bunda, Lala lagi pingin jalan kaki aja."
'kenapa?"
"ga apa-apa bunda?"
Bukan tidak apa-apa tapi Lala sedang rindu pada sosok yang sedang ia nanti, Jhonatan. Sang kekasih hati.
"Kamu kangen sama Jhonatan?" Tebak Jelita yang tepat sasaran.
Lala tidak langsung menjawab. Dia hanya diam hingga Jelita kembali melanjutkan ucapannya.
"Jhonatan juga pasti merindukanmu."
"Iya, bun. Lala percaya itu."
"Yang sabar ya."
"Iya bunda."
"Ya udah kamu hati-hati ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, bunda."
Lala kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke rumahnya yang sudah tinggal beberapa meter lagi.
Sementara di pesantren, Jhonatan sedang membaca kembali pelajaran yang akan diujikan pada malam hari nanti. Dia sudah tenang karena Yola sekarang sudah kembali sehat dan bisa menjalani aktifitasnya seperti semula. Walau kini Abdul lebih protektif pada Yola tapi itu tidak menjadi masalah bagi Jhonatan selagi hal itu baik untuk adiknya.
"Jhon, aku lihat akhir-akhir ini Yola menjadi sering sakit-sakitan, deh." Tiba-tiba Fahri duduk di samping Jhonatan yang sedang sibuk membaca pelajaran.
Jhonatan menoleh pada Fahri, "Mungkin karena dia terlalu kelelahan dan beban pelajarannya banyak."
"Bisa jadi, sih. Tapi setahuku Yola mempunyai fisik yang kuat dan dia juga sudah terbiasa dengan latihan fisik yang keras, serta beban pelajaran yang banyak." Kilah Fahri sambil mengerutkan dahi.
Jhonatan menarik nafas panjang. "Semoga kedepannya Yola selalu sehat, dan dia bisa menyelesaikan pendidikannya disini dengan baik."
"Amiin."
"Fatih masih ngambek sama Om Ronald dan tante Rena?"
"Taulah, aneh anak itu, masak gara-gara Ia punya adik lagi terus marah sama orang tuanya, coba."
Jhonatan terkekeh. "Memang aneh dia tuh, padahal punya adik lagi salahnya dimana coba?"
"Ya tidak ada, seharusnya, tapi dia terlalu baper." Fahri terkekeh lalu ikut membuka buku pelajaran yang tadi Ia pegang.
"Kita ga ada rencana pulang kan?"
"ga ada, nanti kalau pulang, kita takut kamu ga mau balik lagi ke sini, malah minta dinikahkan sama Lala, sama seperti kak Ramond dan Silvia."
Jhoantan tersenyum, lalu menoleh sekilas pada fahri yang sedang mulai membaca buku pelajaran yang akan diujikan.
"Kamu ngingetin aku sama Lala."
"Jadi kamu sudah lupain Lala?"
"Mana mungkin aku lupain Lala, dia selalu ada di sini." Ujar Jhonatan sambil menunjuk ke dadanya.
"Bucin."
"Biarin , kamu belum aja merasakan gimana rasanya jatuh cinta, kalau sudah merasakannya bau tahu rasa, mungkin kau lebih bucin dari pada aku."
Fahri mencibir. "emang gimana rasanya jatuh cinta?"
"Cari tahu sendiri bagaimana rasanya, ga asik kalau harus diceritakan. Enak ya harus dirasakan langsung."
"HaH! Belum ada tuh cewek yang membuat aku berdebar seperti yang kamu ceritakan saat ketemu sama Lala."
"Semoga kamu dipertemukan pada saat yang tepat dan waktu yang tepat pula."
"Amiin."
****
Lala duduk disamping Jelita, saat ini mereka sudah berada di rumah Ronald untuk menjenguk Rena yang telah melahirkan seorang bayi perempuan.
Wajah sumringah Jelita Nampak saat Ia menerima baby Ayla dari Rena.
"Ya Allah, Sholihahnya Tante." Ucap Jelita lalu mencium lembut pipi baby Ayla. Lala hanya tersenyum melihat bagaimana Ibu dari kekasihnya itu sangat menyayangi baby Ayla.
"Bun, jangan di cium-cium terus kasian dedek bayinya." Tegur Lala, membuat Jelita terkekeh lalu mengendong baby Ayla dalam dekapannya.
"Bunda gemas, La."
"Kau tak ingin menambah momongan lagi kak?" Tanya Rena sambil tersenyum.
"Aku sudah tua, cukup dua saja, Ren."
"Ya, lebih baik kamu sabar saja menunggu cucu dari Jhonatan dan Lala, atau Yola dan Abdul." Kata Ronald sambil duduk di samping rena.
"Ya, itu rencana ku, kak. Menunggu cucu." Ujar Jelita membuat lala menjadi salah tingkah.
"Lala, bagaimana sekolah kamu?" Tanya Rena pada Lala yang sedang ikut menggoda babby Ayla.
"Baik Tante, menyenangkan." Jawab Lala sambil menatap Rena sekilas lalu kembali menggoda baby Ayla.
"kamu suka banget main musik ternyata, sama kayak bunda kamu."
"Iya. Tapi dia juga pandai melukis lho. Lukisan yang dikantor mas Danil yang baru di pasang kemarin itu hasil lukisannya Lala, Lho. Ren?"
"Benarkah? Yang gambar kuda itu?" Tanya Ronald antusias.
"Iya yang itu, kak." Jawab Jelita.
"Kamu harus bikin satu lagi buat Om, La."
Lala tersenyum.
"Serius lho o mini."
"Baik, Om. Nanti Lala bikin lagi satu buat Om."
"Lha begitu dong, makasih ya, La." Ngmong-ngomong bulan depan ada pameran seni lukis di gallery kenapa lukisan kamu ga diikut sertakan sekalian, La?"
"JUmlah lukisan Lala masih sedikit, Om. jumlahnya masih kurang banyak untuk diikut sertakan di pameran."
"Ya sudah, kamu buat saja, nanti biar Om yang urus tentang pendaftaran ikut pameran. Bagaimana?" Tanya Ronald lalu menyesap kopinya.
"Terima saja, La. Siapa tahu ini jalan kamu buat mulai meniti karir." Ujar Jelita pada Lala.
"Iya, Bun. Baiklah Om… nanti Lala buat lukisan lagi, tapi itu berarti lukisan untuk Om tertunda dulu."
Ronald tertawa, "Tak masalah, dengan kamu semangat mengikuti pameran di Gallery itu sudah cukup, lagipula nanti om bisa milih lukisan kamu."
"Baiklah Om. terimakasih atas kesempatan yang om kasih buat Lala."
"Sama-sama, Lala."
"Oya, katanya kamu sering kirim surat untuk Jhonatan?" Tanya Ronald lagi pada Lala.
"Iya, Om. dia bakalan sewot kalau Lala sampai telat kirim surat untuk dia."
"Sampai segitunyakah, Jhonatan?"
"Samakan sama ayahnya?" Ujar Jelita. mereka semua tertawa mengingat bagaimana posesifnya seorang Danil pada Jelita.
Like father like Son…