Sayangku.
Sayangku.
"Semoga besok acara pamerannya sukses ya, La." Kata sang ayah saat mereka selesai memasukkan semua lukisan Lala ke dalam mobil dan segera di bawa ke Gallery oleh orang suruhan Danil.
"Amiin, Pak."
"Besok berarti kamu harus ijin dari sekolah, La . untuk ke pameran?" Kali ini Danil yang bertanya pada Lala yang berdiri di antara Danil dan ayahnya.
"Tidak, ayah. Karena memang sudah akhir semester jadi sudah tidak ada pelajaran di sekoalah, tinggal ambil rapot kenaikan kelas saja." Jawab Lala dengan tersenyum pada danil.
"Ayo kita masuk, Pak Danil." Ajak Pak Wijaya, Ayah Lala pada calon besannya itu.
Danil mengangguk lalu masuk ke dalam rumah yang di tempati oleh Lala dan keluarganya.
"Semester ini berarti, Nak Jhonatan tidak pulang, Pak Danil?"
"Tidak, Pak Wijaya. Katanya dia baru akan pulang setelah menyelesaikan pendidikannya disana."
"Wah, memang tekad Nak Jhonatan itu sangat besar, dan saya salut dengan keseriusannya dalam hal apapun yang dia lakukan, bahkan saya dengar dari Lala jika Jhonatan, Fahri dan Fatih menang lomba Karya Ilmiah."Ulas Pak Wijaya saat duduk di ruang tamu bersama Danil. Sementara Lala ke belakang berkumpul bersama dengan Ibu dan Jelita.
"Iya memang Jhonatan itu sejak dulu sangat konsisten dan bertangung jawab dengan apa yang dia jalankan, hanya Yola yang masih menjadi perhatian saya, karena kesehatannya sering terganggu." Kata Danil yang membuat Pak Wijaya mengangguk-anggukkan kepala mendengar cerita dari Danil.
"Semoga semuanya lancar dalam menuntut ilmu, dan bisa meraih cita-cita mereka."
"Amiin. Saya juga salut dengan Lala, yang juga selalu semangat dalam meraih mimpi-mimpinya, dan selalu menjaga hatinya untuk Jhonatan, awalnya saya tidak percaya dengan kekuatan cinta mereka, saya kira hanya sekedar cinta monyet saja, Pak Wijaya. Ternyata setelah satu tahun berlalu pun mereka tetap menjaga komunikasi dengan baik."
"Ya, itu juga berkat anda juga Pak Danil, sebagai orang tua yang selalu dapat mengarahkan anak-anak dengan baik. Sehingga mereka tahu jalan mana yang harus mereka pilih. Silahkan diminum tehnya Pak Danil." Ujar Pak Wijaya.
"Iya, Terimakasih."
Keduanya menyesap teh bersama-sama sambil terus berbincang santai, mengenai anak-anak mereka kedepannya dan berbagai hal lain.
Sementara di pesantren Jhonatan dn kedua saudaranya semakin terkenal karena prestasinya, setelah memenangkan karya ilmiah tingkat nasional kini Ia dan Fahri mengikuti lomba Parkour sedangkan Fatih mengikuti lomba dibidang Matematika. Tak ubahnya dengan saudara-saudaranya hari ini Yola pun ikut ajang lomba Fisika, walau kondisi fisiknya yang tak stabil namun berkat dukungan dari Abdul dan sahabat-sahabatnya, Yola bisa mencapai babak Final.
"Kamu sudah siap Yola?" Tanya Abdul yang memang meminta ijin pada Abahnya untuk mendampingi Yola mengikuti lomba fisika.
"Sudah." Jawab Yola dengan percaya diri lalu mulai naik ke atas pangung memaparkan semua hasil penelitiannya.
Yola memang sangat mengusai pelajaran Fisika, bahkan tidak pernah sekalipun dia turun nilai dalam mata pelajaran tersebut.
Sementara waktu yang diberikan juri penilai hanya satu jam, dan itu digunakan oleh Yola dengan sebaik mungkin, Abdul tersenyum senang saat Yola mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Lalu segera turun dari pangung dan duduk kembali bersama guru pendamping dan juga Abdul.
"Luar biasa." Puji Abdul.
"Terimakasih."
"Yola, kamu sungguh luar biasa, bapak saja yang menjadi guru fisikia telah bertahun-tahun, belum tentu bisa melakukan seperti yang kamu lakukan barusan." Ujar Pak Husain guru pembimbing Fisikanya.
"Bapak terlalu memuji, padahal itu juga karena bimbingan dari bapak." Kata Yola sambil tersenyum, tapi tiba-tiba saja kepalanya menjadi pusing, spontan dia memegang kepalanya yang terasa berat.
"Yol, kamu kenapa? Apa kamu pusing lagi?" Tanya Abdul khawatir, sedangkan Pak Husain yang sudah diberi tahu oleh Sofyan bahwa mereka telah menikah, ikut khawatir dengan kondisi Yola.
"Kepalaku pusing." Jawab Yola.
"Pak Husain, kita tinggal nunggu pengumuman saja kan?"
"Iya, Gus."
"Kalau begitu saya akan membawa Yola ke rumah sakit, Pak Husain bisa menunggu hasilnya disini nanti pulang bersama Munir." Titah Abdul, dan mendapat anggukan dari Husain.
"Kita pulang Yola." Ajak Abdul, lalu mau mengandeng Yola tapi di tolak secara halusnya.
Abdul tak peduli dia langsung memapah Yola keluar dari gedung yang dijadikan tempat penyelenggaraan lomba. Hingga sampai diparkiran mobil Abdul yang tak tahan melihat tubuh Yola yang lemas, langsung mngendongnya masuk ke dalam mobil yang pintunya telah dibuka oleh Pak Karim.
"Yol…" Panggil Abdul ketika mereka telah duduk di dalam mobil, tak ada reaksi dari Yola, dia hanya diam dan memejamkan matanya.
"Pak Karim kita langsung ke rumah sakit saja." Perintah Abdul, Pak karim mengangguk dan langsung melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat.
"Yola, bertahanlah." Ucap Abdul yang terus memeluknya dalam pangkuan.
Pak karim bisa menebak jika Yola adalah istri Abdul dan juga putri bisnisman ternama Danil Mahendra.
"Mbak Yola kenapa, Gus?" Tanya Pak Karim yang ikut khawatir dengan kondisi Yola.
"Dia memang sering sakit-sakitan belakangan ini, Pak. Sering mengeluh pusing." Jawab Abdul.
"Tapi, Mbak Yola belum diapa-apain kan? Maksud saya mbak Yola ga sedang hamilkan?" Tanya Pak Karim agak ragu.
"Sembarangan kamu Pak Karim."
"Maaf, Gus."
"Cepat Pak."
Abdul tarus membacakan doa untuk Yola yang masih terbaring lemah dalam pangkuannya.
"Ab_ dul." Panggil Yola lirih.
"Ya, aku disini, kamu mau apa? Hm? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."
"Nantih_ kammuh_ di hukum." Ujar Yola masih dengan mata terpejam.
"Dan kamu tahu, aku bahkan mengharapkan hukuman itu. Sudah kamu jangan khawatir. Ada aku disini," Yola tersenyum sambil mengangguk pelan.
"Aku rindu ayah dan bunda." Ucap Yola lagi.
"Mereka akan datang, kamu tenang saja, mereka akan kesini menjengukmu. Menemanimu." Untuk pertama kalinya Yola merasakan sentuhan bibir Abdul di dahinya.
"Kali ini hukumanmu pasti berat Abdul." Ucap Yola sambil berusaha membuka matanya.
"Aku akan menerimanya dengan senang hati." Jawab Abdul.
"Pak cepat!" Lagi Abdul sudah tak sabar untuk segera tiba di rumah sakit, hatinya sakit melihat Yola yang sangat lemah.
Pak Karim menambah kecepatan laju mobilnya hingga sepuluh menit kemudian meraka telah tiba di rumah sakit yang mereka tuju.
Pak Karim langsung ke luar dari mobil dan memberutahu suster jaga untuk membawa Yola ke UGd, dengan sigap suster langsung mengikuti langkah Pak Karim yang berlari ke mobil sambil mendorong brangkar.
Yola langsung di baringkan di brangkar dan di bawa ke UGD untuk melakukan pemeriksaan.