Kedewasaan
Kedewasaan
"Tapi Cuma sama Abdul." Tegas Danil, membuat Yola lagi-lagi Cuma terbengong sambil menatap Abdul yang menatapnya dengan senyuman manis.
"Sebenarnya kenapa ayah?" Tanya Yola menyelidik.
"Bukankah kamu sudah menerima cincin dari Abdul, Itu tanda kamu menerimanya, bukan? Ayah tidak mau kamu menjadi orang yang tidak konsisten."
"Tapi, maksud Yola_"
"Maksud kamu apa?" Tanya Abdul lembut.
Yola menatap Abdul dengan pikiran bingung, Ia sungguh tak tahu harusmenjawab apa, atau mengatakan apa pada ayahnya, pada kenyataannya ia memang sudah menerima Abdul, walau dengan sedikit paksaan.
Yola menarik nafas panjang, lalu mengangguk karena tidak ada yang bisa Ia katakan lagi untuk saat ini.
"Yola, ada yang ingin ayah sampaikan, menyangkut kondisimu." Ucap Danil pelan karena ingin Yola benar-benar mencerna apa yang Ia katakan.
"Ada apa ayah, aku sakit apa? Aku tahu pasti penyakitku sangat serius, karena aku sering merasakan gejala yang sama beberapa bulan terakhir ini." Kata Yola membuat Danil menatap Sofyan dan Abdul bergantian.
"Kamu_" Bibir Danil serasa kelu untuk menyampaikan penyakit apa yang sedang di derita oleh anak gadisnya.
"Ayah, katakan aku akan berusaha menerimanya, ayah tak perlu khawatir, separah apapun katakan padaku ayah." Ujar Yola membuat Danil memejamkan mata merasakan ketegaran anak gadis nya yang baru beranjak dewasa.
"Kamu menderita Leokimia, sama seperti ayah dulu, Yola." Ucap Danil beriringan dengan air mata yang menetes perlahan.
Yola terdiam, raut wajahnya memancarkan kesedihan yang dalam, Abdul langsung merengkuhnya dalam dekapan hangat. Memeluk gadis yang Ia cintai dengan erat.
Sunyi. Tak ada suara yang terlontar dari siapapun, perlahan air mata Yola menetes di dada Abdul, walau itu menyakitkan tapi itu lebih baik untuk Abdul dari pada Ia harus melihat Yola yang terdiam bagai mayat hidup.
Perlahan isakan terdengar dari bibir Yola, Abdul mempererat pelukannya.
"Semua akan baik-baik saja, aku ada di sini."
"Berjanjilah padaku, jika terjadi hal buruk padaku, kau jangan menangis. Dan kau harus mencari perempuan lain yang lebih cantik dari aku."
"Tak akan ada hal buruk yang akan terjadi padamu, percayalah padaku, dan tak akan ada perempuan lain yang akan mendampingiku kecuali kamu. Ingat itu."
"Dasar bodoh."
"Biarkan aku menjadi bodoh asal aku tak kehilanganmu."
"Ayah, apa aku akan mati?" Tanya Yola masih bersandar di dada Abdul. Sofyan memalingkan wajahnya karena tak tahan melihat Yola yang bersedih di dalam pelukan anaknya.
"Apa ayah sudah mati?" Tanya Danil lalu Yola membelai wajah sang ayah dengan sayang membuat Danil harus memejamkan mata merasakan jemari lembut sang anak yang membuatnya makin teriris, Ia takut jika suatu saat nanti belaian itu akan hilang darinya.
"Ayah masih hidup, bahkan sampai setua ini." Yola terkekeh.
"Kamu tenang saja, kamu pasti sembuh, Jhonatan sedang diperiksa dokter dia punya peluang besar untuk mendonorkan sum-sum tulang belakangnya untukmu."
"Benarkah ayah?"
"Ya, dulu ayah juga hampir tak terselamatkan lalu tante Rena memberikan sum-sum tulang belakangnya untuk ayah, dan ayah sembuh hingga sekarang bisa menemani Bunda dan kalian berdua."
"Ayah, aku ingin tidur, apa ayah bisa keluar? Tolong ayah."
"Istirahatlah, ayah dan Abah akan menunggumu di depan, tapi biarkan Abdul disini menemanimu." Ucap Danil lembut.
"Iya ayah."
Sofyan membuka pintu dan keluar ruangan bersama Danil.
"Aku tak tega melihat mereka berdua, Danil." Ucap Sofyan.
"Bagaimana mereka bisa setegar itu, Danil? Mereka bahkan anak-anak kita yang baru beranjak dewasa." Lanjut Sofyan dengan menundukkan wajahnya.
Danil menatap pemandangan dari Balkon depan kamar rawat inap Yola, "Apa yang harus kita lakukan? Apa keputusanku membawa Yola ke negara A adalah keputusan yang tepat, Sofyan?"
"Jika itu yang terbaik, kenapa tidak kita coba, apapun itu Danil."
"Apa Abdul bisa ikut bersama kami?"
"tentu saja."
Sementara di ruangan lain, Jhonatan sedang melakukan pemeriksaan sum-sum tulang belakang ditemani Jelita, semenjak diberi tahu oleh Jhonatan mengenai penyakit yang menyerang Yola, Jelita tak henti meneteskan air mata.
Dua kali menerima kenyataan jika orang yang Ia sayangi mengidap penyakit yang mematikan, dan dua kali juga Ia harus merasakan kesedihan dan ke khawatiran pada orang yang Ia sayangi.
"Bunda, jangan menangis terus, nanti bunda sakit, Jhonatan tambah sedih." Ucap Jhonatan di sela-sela pemeriksaan yang Ia lakukan.
"Bunda hanya sedang berharap pemeriksaanmu berjalan lancar, dan kamu bisa mendonorkan sum-sum tulang kamu untuk Yola. Bunda ga mau kehilangan salah satu diantara kalian berdua." Jawab Jelita dengan menyeka air mata yang menetes di pipinya menggunakan tissu.
"Amiin, Bun. Jhonatan juga ga mau kehilangan Yola, Jhonatan sangat menyayangi Yola, Bun."
"Kasian Abdul, dia juga harus ikut menderita karena penyakit Yola."
"Abdul laki-laki yang tegar, dewasa, dan Jhonatan tahu jika Abdul sangat menyayangi Yola."
"Semoga dia mempunyai kesabaran yang tak terbatas, agar selalu bisa merawat Yola, dan menghibur hatinya."
"Amiin, Bun."
Dikamar rawat inap, Yola merebahkan tubuhnya menghadap Abdul yang duduk di bangku samping ranjang sambil menatap wajah istri tercinta.
"Kenapa kamu yakin sekali kalau aku jodoh kamu, Abdul."
"Kenapa Abdul, sayang gitu." Canda Abdul, membuat Yola tersenyum.
"Ngarep banget ya."
"Iya lah, aku ingin setiap hari kamu panggil aku dengan sebutan 'sayang'."
"Lebay."
Abdul terkekeh, "Katanya mau tidur, kok malah ajakin ngobrol."
"Ga suka kalau aku ajakin kamu ngobrol?"
"Suka, tapi kamu saat ini butuh istirahat yang cukup. Agar kamu cepet sembuh dan aku ingin menikah denganmu, secara agama dan negara."
"Kita masih sekolah."
"Tak masalah, sebentar lagi aku sudah lulus. Dan aku sudah bisa cari penghasilan sendiri untuk menghidupimu, walau aku tak sekaya ayahmu, ataupun Ramond."
"Aku ingin kuliah, sekolah yang tinggi agar aku bisa mendidik anak-anak ku kelak dengan baik."
"Tentu, aku juga tak ingin kamu berhenti sekolah, aku juga ingin kita tetap mengejar cita-cita kita, walau dengan kondisi kita yang sederhana dengan ikatan ini." Ucap Abdul lalu menunjukkan cincin yang terselip di jari manis Yola.
"Tapi aku belum bisa sepenuhnya mencintai kamu, Abdul."
"Yola, aku pastikan cintaku sudah cukup untuk kita berdua hidup, hingga akhirat hayat kita bersama-anak-anak kita kelak." Ucap Abdul.
"Yola apa kau mau menjadi ibu dari anak-anakku kelak?" Tanya Abdul lalu merebahkan kepalanya disisi kepala Yola sehingga mereka bisa saling menatap satu sama lain."
"Tentu saja, asal kita sudah menikah."
Abdul terkekeh, "Sembuhlah sayangku, agar kita bisa bersama selalu seperti dulu."
"Amiin." Ucap Yola lalu menutup matanya perlahan.
Abdul membelai kepala Yola yang tertutup jilbab dengan sayang, lalu perlahan Ia mengecup kening Yola dengan lembut.
"Selamat tidur my princess."