aku, kamu, and sex

Pertemuan Silvia dan Ramond.



Pertemuan Silvia dan Ramond.

0Jhonatan duduk di atas motor dengan Silvia duduk di belakangnya memeluk pingang Jhonatan erat. Silvia menyandarkan kepalanya di pungung Jhonatan, rasa sedih yang tiba-tiba datang mengerogot hatinya membuat air mata tak terbendung dan akhirnya menetes.     

"Kenapa kamu menangis?" Tanya Jhonatan menghentikan motornya dipinggir jalan dan menoleh pada Silvia yang masih memeluknya erat.     

"Kenapa bukan kamu yang menjadi jodohku, Jhon…hiks…hiks…" Kata Silvia sambil terisak.     

Jhonatan menarik nafas berat. 'bagaimana aku harus bilang jika jodohmu adalah kakakku , Silvia. Dia juga orang yang baik. Dan aku sangat mengidolakannya.' Batin Jhonatan.     

"Allah lebih tahu yang terbaik buat kita jadi jangan berkecil hati, percayalah semua tak seburuk yang kamu pikirkan, Silvia."     

"Aku sudah mencobanya, Jhon. Tapi aku tak bisa."     

"Sabarlah, dan pasrahkan pada Allah, semoga kau diberi yang terbaik."     

"Jhon…hiks…hiks…"     

Jhonatan memutar tubuhnya lalu memegang kedua bahu silvia. "Percaya padaku, semua tak seburuk yang kamu kira."     

Perlahan Silvia mengangguk, "Kita pulang sekarang?" Tanya Jhonatan. Lagi, Silvia hanya membalasnya dengan anggukan kepala.     

Jhonatan tersenyum lalu kembali memutar tubuhnya dan menyalakan mesin motor miliknya lalu melaju dijalanan menuju ke rumah Silvia.     

Di belakang mereka sebuah mobil sport berwarna merah melaju kearah yang sama tanpa ada yang menyadari jika mereka mempunyai tujuan yang sama.     

Tepat saat mereka sampai di perempatan Jhonatan melihat dari spion motornya, sebuah mobil yang sangat Ia kenal. Jhonatan langsung berbelok melalui sebuah gang kecil untuk sampai di rumah Silvia dengan kecepatan motor yang ditambah kencang.     

Tepat di depan rumah Silvia, Jhonatan langsung berpamitan pada Silvia setelah gadis itu memberikan helm padanya.     

"Aku pulang ya Sil, besok aku antar kamu ke bandara bareng sama teman-teman."     

"Ya, makasih ya Jhon."     

"Sama-sama. Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam. Hati-hati, Jhon."     

Jhonatan mengangguk lalu segera tancap gas sebelum mobil yang ia yakini adalah milik Ramon sampai di rumah Silvia.     

Silvia baru saja masuk ke dalam rumahnya saat pintu pagar kembali terbuka, dan anehnya hanya orang-orang tertentu saja yang mempunyai kode pagar itu, Silvia yang hendak menaiki tangga lalu memutuskan untuk melihat siapa yang baru saja masuk ke pekarangan rumahnya.     

Silvia mengerutkan dahi saat melihat seorang laki-laki berperawakan tinggi besar dengan kaca mata hitam bertengger dimatanya. Lalu jas semiformal yang di padukan dengan celana levis dan dalaman jas berupa kaos hitam, membuat tampilan laki-laki itu tampak menawan dan berkarisma.     

"Assalamualaikum." Sapa Ramond di depan pintu masuk. Silvia yang berada di dalam ruang tamu lantas membukakan pintu sambil menjawab salam dari Ramond.     

"Waalaikumsalam." Jawab Silvia saat pintu itu terbuka, untuk sesaat mereka saling pandang, karena mereka menyadari sesuatu.     

'Dia calon suamiku' Batin Silvia.     

'Dia kah calon istriku?' Batin Ramond.     

"Maaf ini benar rumah nyonya Amanda?" Tanya Ramond berbasa-basi.     

"Ya, tapi nenek sepertinya belum pulang,"     

"Saya mau bertemu dengan cucu Nyonya Amanda, Silvia." Kata Ramond sambikl menatap pada Silvia dengan hati berdebar, begitu juga dengan Silvia.     

"Sa…saya, saya silvia."     

Ramond mengulurkan tangannya, "Ramond."     

Silvia menyambut dengan ragu dan dada berdebar, "Silvia." Ucap Silvia, lalu Silvia mempersilahkan Ramond untuk masuk ke rumahnya.     

"Silahkan duduk Kak Ramond."     

Ramond tersenyum lalu duduk di sofa ruang tamu.     

"Maaf saya ganti baju dulu, mau minum apa kak?"     

"Apa aja boleh, asal bukan racun." Ucap Ramond mencairkan suasana yang kaku dan tegang diantara keduanya.     

"Saya ga punya racun, punyanya kopi sianida."     

Ramond tertawa, rupanya Silvia tidak seburuk yang Ia sangka, dia sangat mudah akrab dan bisa bercanda dengannya.     

Silvia berjalan menyusuri tangga setelah menyuruh asisten rumah tangga neneknya membuatkan minum untuk Ramon. Sambil sesekali menatap Ramond yang sedang duduk dengan santai sambil mengamati tab yang ada di tangannya.     

"Kamu benar, Jhon. Dia tak seburuk yang aku kira." Gumam Silvia lalu buru-buru masuk ke kamarnya untuk mengganti baju.     

Ramond mengangguk sopan saat asisten rumah tangga Silvia menaruh segelas kopi di meja.     

Tak lama berselang, Silvia turun dengan pakaian santai anak rumahan, hanya memakai celana kolor selutut dan kaos oblong yang sedikit kebesaran, serta rambut panjangnya yang Ia kuncir tinggi di puncak kepala.     

Sedetik Ramond terpesona akan kecantikan Silvia lalu kembali menunduk saat Silvia duduk di sofa yang tak jauh darinya.     

"Jadi Kakak kesini untuk menjemputku pulang?" Tanya Silvia pada Ramond.     

Ramond mengalihkan pandangannya dari tab yang Ia pegang ke wajah cantik berambut pirang di sisi kirinya.     

"Ya, sebenarnya aku tak tahu jika kamu berada di negara ini, karena ayahmu tak pernah mengatakannya padaku, baru tadi pagi Beliau memberitahukan hal itu, jadilah aku baru menemuimu sekarang."     

Silvia memainkan manautkan kedua tangannya lalu memberanikan diri untuk bertanya pada Ramond. "Kak, boleh aku Tanya sesuatu?"     

Ramond yang baru saja menyesap kopinya lalu mengangguk pelan, "Tanyalah."     

Silvia memainkan jemarinya lalu menunduk sebelum bertanya, "Apa kita akan segera menikah?" Tanya Silvia dengan menundukkan kepalanya dalam.     

Ramond tersenyum lalu menatap Silvia dengan lembut, Ia tahu gadis yang ada di hadapannya adalah gadis belia yang belum waktunya memikirkan akan hal itu.     

"Tidak, kita hanya akan bertunangan, aku sudah mengatakan pada ayahmu, jika aku ingin kau melanjutkan pendidikanmu sampai ke universitas."     

Silvia menarik nafas lega, lalu menatap Ramond yang juga menatapnya, "Syukurlah kak, jujur saja aku baru mengenal kakak, dan aku juga belum bisa mencintai kakak."     

Ramond tersenyum lebar, "Kamu jangan takut, aku juga belum bisa mencintaimu, kita jalani saja dengan berteman, OK?"     

Silvia tersenyum lalu mengangguk, "Terimakasih kak, ternyata kakak tidak seperti yang aku bayangkan."     

"Memangnya kau membayangkan aku seperti apa?"     

"Aku kira kakak itu orang yang sangat kaku, lalu tidak mau berteman denganku karena aku masih kecil, dan juga kakak akan memaksaku mengikuti kemauan kakak."     

Ramond tertawa, "Malam ini aku mau mengajakmu makan malam bersama keluarga angkatku. Bagaimana apa kamu mau?"     

Silvia mengangguk pelan, "Tapi apa mereka mau menerimaku?"     

Ramond tertawa kecil lalu kembali berkata, "Mommyku jauh lebih muda dari Daddyku, dulu saat mereka menikah mommyku masih kelas dua SMU, sedangkan daddyku sudah menjadi CEO ."     

"Benarkah?"     

Ramond mengangguk, "Kamu tak perlu takut, karena seluruh keluargaku orang yang baik, dan berpemikiran yang terbuka."     

"Aku senang mendengarnya, apa kakak sudah makan?"     

"sudah, tapi apa kamu sudah makan? Sepertinya kamu baru pulang dari suatu tempat."     

"Ya, aku pergi dengan seseorang."     

"Apa dia pacarmu?"     

Silvia menatap Ramond, lalu mengangguk pelan, "Pacar sementara, aku sudah mengatakan padanya jika aku sudah di jodohkan, jadi kami mengakhiri pacaran kami tadi setelah kami menonton."     

"Maafkan aku,"     

"Tidak apa-apa kak, aku sudah bisa menerima perjodohan ini."     

Ramond menatap lekat Silvia, seorang gadis kecil tapi berpemikiran dewasa.     

'Ya Allah semoga ini menjadi yang terbaik untuk hamba dan Silvia.' Batin Ramond.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.