Pendekatan.
Pendekatan.
"Kamu mau perlu sesuatu?" Tanya Ramond, dia tak ingin Silvia merasa tak nyaman satu pesawat bersamanya.
"Tidak, aku tak perlu apa-apa kak, hanya saja, apa boleh aku menceritakan sesuatu?" Kata Silvia dengan sedikit keraguan.
"Ceritakan saja, aku akan mendengarkan." Ujar Ramond lembut.
"Kak, kata ayah sebuah hubungan tak akan baik jika dilandasi dengan kebohongan." Ucap Silvia lalu menunduk dalam-dalam.
"Lalu?" Tanya Ramond lalu membelai rambut Silvia dan membawa kepala Silvia untuk bersandar di bahunya.
"Kak."
"Hm?"
"Aku ingin jujur pada kakak."
"tentang?"
"Sebenarnya mantan pacarku adalah Jhonatan." Ucap Silvia lalu memeluk lengan Ramond takut Ramond marah, sejenak Ramond terdiam, lalu tangannya yang bebas menepuk pelan tangan Silvia yang masih memeluk lengannya erat.
"Terus?"
"Tapi aku sudah memberi tahu jika kakak yang dijodohkan sama aku saat kami putus, lalu dia tersenyum."
"benarkah?"
"Hm."
"Kamu tahu kenapa dia tersenyum?"
"karena Ia percaya kakak akan menjagaku dengan baik, dan tidak akan mengecewakan aku."
"Dia bicara seperti itu, dan bagaimana menurut pendapatm? Apa aku akan mengecewakanmu?"
Silvia mengeleng, "Aku yakin kakak tidak akan mengecewakanku."
"Aku senang kau percaya padaku, karena aku tak akan menegcewakan perempuan yang telah ditakdirkan untukku."
"kakak tidak marah?"
"Untuk apa aku marah?"
"karena aku dan Jhonatan pernah pacaran."
"Itu masa lalu kalian, dan itu cerita remaja kalian yang akan menjadi kenangan indah untuk kalian."
"Terimakasih kak, aku sungguh bersyukur ternyata kakak orang yang baik dan bijak dalam menyikapi setiap masalah."
Ramond tersenyum, dia bahagia karena Silvia mau berkata jujur tentang apa yang Ia rasakan, itu adalah awal yang indah untuk mereka.
"Kakak akan menjaga mu, seperti menjaga diri kakak sendiri," Ucap Ramond.
"janji ya kak." Ujar Silvia lalu mengacungkan kelingkingnya di depan Ramond.
"Kakak janji." Ramond menyambut kelingking Silvia dengan kelingkingnya.
"Kakak senang kamu mau jujur pada kakak,. Semoga kedepannya pun kamu masih tetap mau jujur sama kakak dan juga percaya pada kakak."
"Aku juga janji akan selalu percaya dan terbuka sama kakak."Ucap Silvia lalu kembali menyatukan kelingking mereka.
"Ada baiknya juga aku dijodohkan."
"Apa?"
"Aku jadi punya teman di negara C, dari dulu aku tak pernah punya teman di negara itu karena jujur saja aku tak terlalu menyukai pergaulan di negara C yang bebas, tanpa adanya norma yang mengikat hubungan antara laki-laki dan perempuan."
"Yang penting kita pandai membawa diri, dan tak mudahterpengaruh dengan teman kita yang mengajak ke hal-hal yangh negative."
"Iya kak. Aku akan memberi tahu kakka jika aku mempunyai teman baru."
"bagus anak Sholihah."
"Amiiin."
"kak, aku boleh Tanya sesuatu pada kakak?"
"Tanyalah."
"Apa kakak pernah pacaran sebelumnya?"
Ramond menatap Silvia yang merebahkan kepalanya di bahu miliknya, "Tidak." Jwab Ramond.
"kenapa tidak berpacaran? Kakak kan tinggal dinegara C selama ini."
"Daddy melarangku, dan juga itu dilarang oleh agama jika kita berpacaran."
"Oh, berarti apa yang aku lakukan sama Jhonatan juga salah dong kak."
"Aku sangat yakin jika Jhonatan selama berpacaran denganmu dia sangat menjagamu dan menjaga kehormatanmu, benar?"
Silvia mengangguk, "Justru aku yang sering memeluknya, dan dia hanya sekedarnya saja."
"kamu sangat mencintainya?"
Silvia mengangguk pelan, "Maafkan aku Silvia."
Silvia mengelang pelan, "Ini sudah takdir kak, semoga ini yang terbaik untuk kita."
"Amiin."
Perjalanan begitu meyenangkan karena mereka selalu memberitahu satu sama lain mengenai hobby dan rahasia mereka, termasuk Ramond yang mengaku menyukai seseorang namun tak bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan, dan hal itu membuat Silvia juga mempunyai perasaan yang cukup lega karena tak ada lagi yang membuat mereka seolah seperti orang asing.
"Kak, bagaimana keadaan ayah saat ayah berangkat kemarin?"
"Ayahmu baik-baik saja, dan sehat."
"syukurlah kalau begitu, aku sangat menyayangi ayahku kak, dia membesarkan ku seorang diri tanpa seorang perempuan sekalipun disisinya padahal dia seorang bismisman yang kaya dan sukses, bukan oerkara yang sulit untuk dia mendapatkan seorang gadis kan kak?"
Ramond menagangguk, "Ayahmu seorang yang sangat setia."
"Apa kakak juga akan seperti ayahku jika terjadi apa-apa denganku lebih dulu?"
"jangan bicara seperti itu, kita akan menghabiskan waktu berdua hingga kita tua."
Silvia tersenyum "Terimakasih kak."
"Hm. Apa kamu tidak lapar?" Tanay Ramond sambil melirik Silvia.
"Aku pingin stik, kak."
"baiklah."
Ramond lalu memanggil salah satu pramugari untuk menyediakan mereka berupa stik dan kentang goreng serta minuman ringan.
Dan tak lama apa yang mereka pesan telah ada di hadapan mereka di atas meja portable. Lalu Ramond memotongkan stik menjadi potongan kecil-kecil untuk Silvia, dan itu tak luput dari penglihatan Silvia yang memberi penilaian bahwa Ramond adalah laki-laki yang penyayang serta perhatian.
"Terimakasih kak Ramond."
"sama-sama, makanlah."
"kakak ga makan?"
"Aku hanya ingin minum kopi saja."
"Apa selera kopi kakak?"
"Aku suka kopi espresso, rasa kopinya lebih terasa."
"Ok, aku akan belajar membuat kopi espresso dengan baik supaya bisa membuatkan kakak minuman itu jika kakak menginginkannya."
"Ya, harus." Jawab Ramond sambil tersenyum, lalu menyesap kopi di tangannya.
"Apa kakak suka stik?"
"Ya,"
"Kalau begitu buka mulut kakak."
Ramond memandang Silvia yang tengah tersenyum sambil mengarahkan sendok berisi potongan stik.
Ramond perlahan membuka mulutnya lalu Silvia dengan cepat memasukkan makanan itu ke dalam mulut Ramond.
"Enak?"
"lumayan."
"Bilang enak kek."
"Ya udah enak… ternyata benar kata ayah kamu, kalau kamu itu suka memaksa." Kata Ramond.
"memangnya ayah bilang apa aja sama kakak?"
"Beliau bilang kalau kamu manja, terus pemaksa, lalu wajahnya jelek banyak jerawatnya."
"Masa ayah bilang begitu?"
Ramond tertaw, "Tentu saja tidak."
Silvia Nampak kesal, tapi Ramond lalu melanjkutkan ucapannya, "Ayah kamu bilang jika kamu sangat mandiri, dan teguh pendirian."
"Aku tidak seperti itu kak."
"Tapi yang aku lihat seperti itu, kamu sangat penurut dan sangat menyayangi orang tuamu, itu sebabnya aku menjadi takjub sama kamu."
Silvia menatap Ramond lalu tersenyum senang. "Syukurlah, dengan begitu kakak akan percaya sama aku, dan akan lebih mudah menerima aku."
"Aku sudah menerimamu sejak kedua orang tua kita menjodohkan kita."
"Walau kakak belum pernah melihat wajahku?"
Ramond mengangguk, "Aku yakin papaku juga sudah mempertimbangkan semua ini dengan matang, jadi aku percaya jika dia pasti memberikan yang terbaik untuk diriku."
"Kakak hebat."
"Kok?"
"Kakak menyayangi orang tua kakak dengan cara yang hebat."
"Kamu juga sama."
"Itu sebabnya kah kita berjodoh?"
"mungkin."