ReVISI DON\"T READ
ReVISI DON\"T READ
Jhonatan tak pernah mengira jika Lala bisa sedalam itu mengambil hati kedua orang tuanya, sungguh ini sebuah anugerah yang luar biasa untuk dirinya dan Lala, cinta pertama yang begitu indah karena restu dari kedua belah pihak orang tua.
Yola tersenyum melihat bagaimana kakaknya melihat bagaimana orangtua mereka dan juga Lala sedang berinteraksi dengan begitu bahagia.
"Kamu tidak salah memilih Lala, bang." Kata Yola lalu melangkah mendekati kedua orangtuanya dan memeluk mereka dari belakang.
"Kalian sudah siap?" Tanya Danil menoleh pada Yola yang sedang memeluk pungungnya.
"Sudah, Yah."
"Ya udah kita makan bersama ya." Ujar Jelita lalu mengurai pelukan Danil, dan mengajak Lala ke meja makan.
"Ayo, La kita makan."
"Iya, Tante."
"Bunda." Tegas Jelita, Jhonatan menatap Bundanya heran, namun Jelita hanya tersenyum pada Jhonatan yang juga ikut pergi ke ruang makan.
"Kamu pandai memilih pelabuhan hati, Jhon." Kata Danil sambil merangkul pundak Jhonatan.
Jhonatan mengaruk pelipisnya, tersanjung dengan kata-kata Danil yang membuat dirinya semakin bahagia. "Makasih, ayah."
"Kamu harus pandai menjaga hati Lala, dan hatimu sendiri, kamu ingat apa yang ayah katakan, kamu harus konsisten dan bertangung jawab dengan apa yang sudah kamu tetapkan sebagai pilihanmu." Danil menasehati Jhonatan sambil mereka berjalan ke ruang makan.
"Tentu saja ayah, aku sudah berjanji dengan diriku sendiri, aku hanya akan fokus belajar selama di pesantren dan tidak akan berpaling dari cintanya Lala."
"Bagus, kamu harus menepati janjimu kalau begitu."
"Iya Ayahm tentu saja aku akan menepati janjiku. Aku sangat menyayanginya, semoga Allah juga turut meridhoi perjuangan kami ya, ayah."
"Amiin sayang, pokoknya ayah dan bunda akan selalu mendoakan kalian dan kalian juga jangan menyerah dengan keadaan atau ujian yang menghampiri kalian."
"Iya ayah, terimakasih karena ayah dan bunda selalu bisa memahami aku juga Yola, apa kemauan kami selalu terpenuhi itu semua karena ayah."
"Ayah dan bunda bisa mencukupi kebutuhan kalian itu berkat kalian berdua yang rajin mendoakan ayah dan bunda."
Jhonatan menarik satu kursi di depan kepala meja untuk sang ayah, lalu menarik kursi satu lagi di sisi kanan sang ayah, dan disampingnya ada Lala. Sedangkan di hadapan Jhonatan ada Jelita dan di hadapan Lala ada Yola, lalu mereka menikmati makan malam mereka dengan hikmat, sesekali Jhonatan melirik pada Lala yang sedang makan dengan lahap.
"Jhon, jaga adik kamu disana dengan baik. Dan jangan biarkan adik kamu bersikap ceroboh tentang IT." Pesan sang bunda pada Jhonatan.
"Iya bunda, Jhonatan akan jaga Yola dengan baik."
"Kamu juga jaga kakak kamu agar ga lirak lirik sama cewek-cewek disana."
"Siap bunda…" Jawab Yola semangat.
"Kamu semangat banget ya Yol, kalau suruh memata-matai aku." Ketus Jhonatan pada Yola.
"He hehe ," Yola hanya tersenyum penuh arti pada Jhonatan.
Tak berapa lama kemudian mereka telah selesai makan malam, lalu mereka menuju ke ruang tamu menunggu Rey datang menjemput mereka.
"Bunda dan ayah jaga kesehatan ya selama kami di pesantren." Kata Yola sambil bergelayut di lengan sang ayah.
"Iya, kalian juga, terutama kamu ya Yol, jangan usil, ayah ga mau kalau mendapat laporan karena kelakuan kamu yang absurd dan selalu menganggu ketertiban umum."
"Iya, ayah."
"Assalamualaikum", suara Rey mengema di pintu lalu mereka saling bergantian bersalaman dengan Rey.
"Kalian sudah siap?" Tanya Rey.
"Sudah Om."
"Ya udah kita berangkat, Om Ronald sudah menunggu kita. Oya Fahri dan Fatih sudah pamitan dengan kalian berdua kan?"
"Sudah, tadi siang mereka kemari berpamitan,"
"Ya sudah kalau begitu, aku kira mereka ga kemari."
"Ya udah ayo berangkat."
"Bunda, ayah, kami berangkat ya, doakan kami agar kami bisa belajar dengan baik, dan bisa menjadi kebanggan ayah dan bunda." Kata Jhonatan lalu memeluk ayah dan bundanya bergantian begitu juga dengan Yola yang melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya.
"Kami berangkat ya ayah, bunda." Kata Yola yang sudah hampir menetes kan air mata lalu segera dipeluk oleh Jhonatan.
"La, kami berangkat ya." Kata Jhonatan pada Lala.
"Hati-hati, dan selamat berjuang."
"Terimakasih, titip ayah dan bunda, tolong seringlah kemari menengok mereka." Kata Jhonatan. Dan Lala hanya mengangguk tak mampu berkata-kata karena air matanya pun hampir terjatuh, namun sebisa mungkin Ia tahan agar tidak memberatkan langkah Jhonatan.
Lalu keduanya melangkah kearah mobil milik Rey dan langsung naik ke dalamnya, di susul Rey yang harus berpamitan lebih dahulu pada Jelita dan Danil.
"Assalamualaikum, ayah bunda." Ucap keduanya dari dalam mobil.
"Waalaikumsalam."
Mobil yang dikendarai Rey melaju ke luar pagar rumah Danil menuju rumah Ronald dimana Fahri dan Fatih tengah menunggu mereka untuk berangkat bersama ke pesantren.
"Kalian serius, ga mau om anter kalian sampai didalam pesantren?"
"Bener Om, kami ga mau identitas kami diketahui banyak orang disana, kami takut mereka jadi cangung berteman dengan kami."
"Ya udah kalau begitu, nanti Om anter kalian sampai di gerbang pesantren saja ya."
"Oke om. makasih ya om."
"Om yang terimakasih karena berhasil mengajak Fahri dan Fatih untuk ikut kalian sekolah di pesantren."
"Bukan kami om, tapi mereka sendiri yang mau ikut ke pesantren."
"Begitukah?"
"Iya om."
"Om, bersyukur ternyata kalian benar-benar menjadi anak yang sholih seperti harapan kami."
"Amiin om, semoga kami istiqomah ya om."
"Amiin."
Sementara di rumah Danil dan Jelita, Lala menangis tersedu didalam pelukan Jelita.
"Jangan bersedih sayang, sabar ya."
Lala mengangguk lalu mengurai pelukannya dengan Jelita, Jelita menghapus air mata Lala, lalu tersenyum pada Lala.
"Kamu nginap disini ya, ini sudah malam." Kata Danil.
"Tapi, nanti Ibu dan Bapak nyariin, yah."
"Nanti ayah yang telpon, besok pagi kan kami juga ada yang nemenin sarapan, ga kesepian karena ga ada Jhonatan dan Yola."
"Ya, Yah."
"Baiklah ayo kita masuk, kamu bisa pakai kamar Jhonatan untuk tidur malam ini, dan kamu juga harussering datang kesini, agar Bunda ga kesepian." Ujar Jelita pada Lala.
"Iya, bunda."
"Ayah telpon orang tuamu dulu ya, kamu bisa ke kamar di temani Bunda."
"Ya, ayah."
Jelita dan Lala menuju ke kamar Jhonatan lalu masuk ke kamar itu, Lala kembali menangis mengingat Jhonatan entah kapan mereka akan berjumpa lagi, dan itu bukan untuk waktu yang dekat, tapi lama bahkan sangat lama.